Kongres Advokat Indonesia (KAI) berharap DPR segera mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Advokat. Pasalnya, para advokat menginginkan profesi yang bebas dan mandiri namun tetap bertanggung jawab.
Ketua Harian Dewan Pimpinan Pusat (DPP) KAI Sahala Siahaan menegaskan, Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat sudah tidak sesuai lagi dengan tujuan pembentukannya yaitu profesi advokat yang bebas dan mandiri untuk terselenggaranya suatu peradilan yang jujur, adil dan memiliki kepastian hukum bagi semua pencari keadilan.
“Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat perlu diganti dengan undang-undang yang baru. Makanya kami mendukung DPR untuk mensahkan RUU Advokat,†ujarnya kepada Rakyat Merdeka, kemarin.
Menurut Sahala, seiring dinamika organisasi profesi, pelaksanaan Undang-Undang Advokat menimbulkan berbagai pertanyaan baik di lingkup advokat maupun di masyarakat mengenai pengaturan organisasi advokat dan profesi itu sendiri.
Hal itu ditunjukkan dengan adanya permohonan uji materiil
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat terhadap Undang-Undang Dasar Negara Tahun 1945.
Berikut kutipan selengkapnya:Apa sih urgensinya perubahan Undang-Undang Advokat?Komunitas advokat sebenarnya menyambut baik keluarnya Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat. Namun dalam perjalanannya ada dinamika yang terjadi. Hal itu dapat dilihat dari pelaksanaan pasal 32 yang memerintahkan dalam waktu paling lambat dua tahun setelah berlakunya undang-undang, Organisasi Advokat telah terbentuk.
Kemudian terbentuklah Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) berdasarkan Akta Notaris yang dihadiri oleh perwakilan 8 Organisasi Advokat, seperti Ikatan Advokat Indonesia (Ikadin), Asosiasi Advokat Indonesia (AAI), Ikatan Penasihat Hukum Indonesia (IPHI), Himpunan Advokat dan Pengacara Indonesia (HAPI), Serikat Pengacara Indonesia (SPI), Asosiasi Konsultan Hukum Indonesia (AKHI), Himpunan Konsultan Hukum Pasar Modal (HKHPM) dan Asosiasi Pengacara Syariah Indonesia (APSI).
Yang menjadi masalah, pembentukan Peradi bukan melalui Musyawarah Nasional/Kongres Advokat. Hal itu yang membuat terbentuknya Kongres Advokat Indonesia (KAI) pada 30 Mei 2008.
Berarti KAI kumpulan orang-orang yang tak mendukung Peradi?Begini, eksistensi dari organisasi tersebut kan tetap ada hingga saat ini. Artinya Undang-Undang Advokat yang menghendaki profesi Advokat berada di bawah naungan satu organisasi tidak sesuai dengan kehendak para advokat yang sampai saat ini menghendaki adanya kebebasan untuk berada pada organisasi advokat yang sesuai dengan visi misi mereka masing-masing.
Hal itu menunjukkan sistem single bar, yang dikehendaki oleh Undang-Undang Advokat memang tidak sesuai dengan kehendak para advokat. Padahal undang-undang itu seharusnya mampu menghimpun dan melindungi kehendak mereka.
Jadi cocoknya apa?Nah, dalam rangka meminimalisir polemik yang muncul terkait organisasi advokat yang diakui di Indonesia, maka semua aspirasi para advokat yang menghendaki kebebasan dalam berorganisasi, maka sistem multi bar, merupakan sistem yang ideal untuk berlaku di Indonesia. Jadi, semua organisasi advokat yang ada saat ini tetap diakui keberadaannya dan advokat berhak membentuk organisasi baru yang tentu saja telah memenuhi persyaratan.
KAI memang punya usulan apa dalam RUU Advokat?Amandemen terhadap Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat perlu dilakukan bukan unt2uk kepentingan organisasi advokat, namun semata hanya untuk kepentingan advokat Indonesia sendiri. Para advokat yang secara de facto menghendaki organisasi dengan sistem multi bar juga tidak berarti organisasi berhak melaksanakan tugas dan fungsinya secara bebas tanpa pengaturan yang jelas. Tetap perlu dibentuk Dewan Advokat Nasional (DAN) sebagai pembuat kebijakan, pengaturan, mekanisme pengawasan dan penegakan Kode etik advokat tunggal. Pengawasan advokat dilakukan oleh organisasi advokat masing-masing untuk menjunjung tinggi kode etik profesi dan peraturan perundang-undangan.
Sedangkan penegakan kode etik dilakukan oleh Dewan Kehormatan dan Majelis Kehormatan. Dewan Kehormatan dibentuk oleh organisasi advokat masing-masing, yang bertugas memeriksa dan mengadili perkara pelanggaran kode etik pada tingkat pertama.
Sedangkan Majelis Kehormatan dibentuk oleh DAN yang bertugas untuk memeriksa dan mengadili pelanggaran kode etik di tingkat banding yang putusannya bersifat final dan mengikat. Dalam hal ini, tentu saja diperlukan pembentukan Kode Etik tunggal agar terwujudnya keselarasan tata cara berperilaku dan pedoman dalam menjalankan profesi advokat, sehingga DAN diberi tugas pula dalam menyusun kode etik tunggal tersebut.
Selain itu, usulannya apalagi?Kami ada banyak usulan. Misalnya, dalam Pasal 11 Ayat 2 RUU Advokat disebutkan salinan surat keputusan pengangkatan advokat disampaikan oleh organisasi advokat kepada Mahkamah Agung (MA) dan Menteri dalam jangka waktu lima hari kerja, dan Pasal 12 Ayat 3 disebutkan pengambilan sumpah atau janji dibuatkan berita acara oleh organisasi advokat yang salinannya disampaikan kepada Mahkamah Agung dan menteri.
Saya berpendapat salinan surat keputusan pengangkatan advokat tidak perlu disampaikan oleh organisasi advokat kepada Mahkamah Agung dan menteri serta salinan berita acara sumpah tersebut juga tidak perlu lagi disampaikan kepada Mahkamah Agung dan menteri. Sebab, advokat dan organisasinya adalah mandiri sehingga yang tepat adalah salinan surat keputusan pengangkatan advokat serta berita acara sumpah cukup disampaikan kepada DAN. ***