Kementerian Keuangan (Kemenkeu) akan menyederhanakan mekanisme pengajuan izin utang BUMN. Pasalnya, selama ini proses pengajuan izinnya lama dan panjang.
Menteri Keuangan (Menkeu) Chatib Basri mengatakan, pengajuan izin utang BUMN akan dibahas sekaligus dalam rapat koordinasi di bawah menko perekonomian dengan tetap melibatkan tim Pinjaman Komersial Luar Negeri (PKLN).
Tim PKLN berisi menteri keuangan, Gubernur Bank Indonesia (BI), Kepala Bappenas, Menteri BUMN dan menteri teknis.
Menurut Chatib, selama ini perusahaan pelat merah harus mengirim surat secara estafet kepada setiap anggota tim. Nah, dengan mekanisme baru, tim PKLN secara bersama-sama akan menentukan BUMN yang layak atau tidak layak berutang dengan mempertimbangkan posisi terakhir utang perusahaan bersangkutan dan pendapatan untuk melunasinya.
“Misalnya ada lima BUMN mengajukan utang, sekalian saja dilakukan rapat, kemudian sama-sama dibahas ini BUMN A boleh tidak dia utang, BUMN B boleh tidak, berdasarkan kriteria tadi,†ujarnya, kemarin.
Dengan cara tersebut, Chatib yakin proses koordinasinya akan lebih baik.
Data Bank Indonesia menyebutkan posisi utang luar negeri (ULN) BUMN hingga Maret 2014 mencapai 24,9 miliar dolar AS atau 14,6 persen dari total ULN swasta. Rinciannya, utang BUMN bank 3,6 miliar dolar AS dan BUMN non bank 21,3 miliar dolar AS.
Sebelumnya, Menteri BUMN Dahlan Iskan mengatakan, utang luar negeri perusahaan-perusahaan yang berada di bawah kewenangan mereka tak terlalu tinggi.
Dia mencontohkan, kedua perusahaan energi terbesar di Indonesia, PT Pertamina (Persero) dan PT PLN (Persero) yang dikenal memiliki utang luar negeri cukup besar namun jika dibanding dengan total utang luar negeri Indonesia sebenarnya sangat rendah.
“Setelah kami hitung, berapa pinjaman luar negeri Pertamina dan PLN dalam valuta asing (valas), ternyata cuma tujuh persen,†cetus Dahlan.
Dahlan mengaku, utang luar negeri yang dilakukan kedua perusahaan BUMN energi tersebut menjadi hal yang pantas dilakukan mengingat kebutuhan bahan bakar dan listrik di Indonesia terus meningkat.
Sementara Gubernur BI Agus Martowardojo meminta kepada perusahaan-perusahaan untuk mengendalikan utang luar negeri (ULN). Langkah tersebut dilakukan BI setelah melihat rasio pembayaran utang perusahaan-perusahaan tersebut meningkat tajam. ***