Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) kini memiliki payung hukum dengan disahkannya Undang-Undang Kesehatan Jiwa. Ini berarti ODGJ harus diperlakukan manusiawi.
“Selama ini, banyak ODGJ diperlakukan tidak manusiawi. Misalnya dipasung. Dengan adanya undang-undang ini, tidak ada lagi perlakuan diskriminasi.
Mereka harus diperlakukan seÂcara manusiawi,†ujar Menteri Kesehatan (Menkes) Nafsiah Mboi kepada Rakyat MerdeÂka, Senin (14/7).
Makanya, Nafsiah Mboi meÂnyambut positif pengesahan RUU Kesehatan Jiwa (Keswa) daÂlam rapat paripurna DPR, SeÂlasa (8/7) lalu. Sebab, hal ini diyaÂkiÂni akan menghapus perlakuan disÂkriminasi terhadap ODGJ.
Menurutnya, saat ini akses fasilitas kesehatan bagi ODGJ masih rendah. Padahal, riset dasar kesehatan menunjukkan, penduÂduk berusia 15 tahun rentan mengalami gangguan jiwa riÂngan, seperti gangguan kecemaÂsan dan depresi. Jumlahnya seÂbanyak 6 persen atau 16 juta jiwa.
“Sedangkan gangguan berat, seperti psikosis berjumlah 400 ribu orang, dan sebanyak 14,3 persen atau 57 ribu ODGJ berat pernah dipasung keluarganya. Dengan adanya undang-undang ini, penanganan ODGJ lebih komprehensif, mulai dari proÂmosi, pencegahan, pengobatan, hingga rehabilitasi,†papar Menkes.
Berikut kutipan selengkapnya: Apa poin penting Undang-undang Keswa?Poin penting undang-undang ini, antara lain, membuat penaÂnganan ODGJ lebih komprehenÂsif. Dengan undang-undang ini juga, pemerintah akan menyiÂapkan tindakan pencegahan hingga rehabilitasi.
Kemudian kerja sama penaÂngaÂnan ODGJ dari pusat hingga daerah, serta peran serta masyaÂrakat menjadi lebih jelas. Selain itu, biaya atau alokasi anggaran untuk ODGJ pun diperjelas oleh undang-undang tersebut.
Dengan adanya kepastian anggaran, apakah seluruh ODÂGJ bisa ditangani maksiÂmal?Anggarannya nggak akan cuÂkup dong. Makanya, kami mengÂajak dan melakukan upaya sosialisasi agar masyarakat ikut berperan aktif.
Apa yang bisa dilakukan mayarakat?Masyarakat adalah pilar utama. Mereka yang bisa mencegah terjadinya itu (gangguan jiwa, red). Undang-undang Keswa juga mengamanatkan pemerintah daerah (pemda) untuk mengambil peran pencegahan, pengobatan, hingga rehabilitasi.
Nantinya, Pemda wajib meÂnyeÂlenggarakan pelayanan keseÂhatan jiwa sejak dari Puskesmas seÂbagai pelayaÂnan kesehatan dasar.
Bagaimana dengan kesehaÂtan jiwa para pejabat publik?Pasal 71 Undang-undang KesÂwa mengatur tentang tes kejiwaan untuk para pekerja publik. Siapa pun yang pekerjaannya berkaitan dengan publik, seperti calon pejabat publik, guru atau dosen harus menjalani uji keÂjiwaan. Uji kejiwaan tersebut akan diberÂlakukan secara perioÂdik terhadap kemampuan meÂngingat, berÂintegrasi dan sosiaÂlisasi. Sebelum ditugaskan dan selama yang bersangkutan berÂtugas, kesehatan jiwanya akan seÂlalu dikontrol.
Apakah kejujuran pejabat publik menjadi bagian dari tes kejiwaan?Tes kesehatan jiwa ini tidak selalu menyasar pada aspek kejujuran seÂseorang. Tes kejiwaan lebih pada aspek jiwa. Misalnya keÂmamÂpuan mengÂingat, dan bersoÂsialisasi. Terkait kejujuran seseÂorang, itu baru bisa diketahui jika orang tersebut telah menjabat.
Bagaimana dia mau dikenal jujur, kalau belum menjabat. Saya rasa sulit untuk mengukurnya. Jadi, undang-undang ini hanya memastikan, seorang calon pejabat publik sehat atau tidak secara kejiwaan. ***