Bekas kepala Divisi Konstruksi I PT Adhi Karya, Teuku Bagus Mokhamad Noor divonis empat tahun dan enam bulan penjara serta denda Rp 150 juta subsider tiga bulan kurungan oleh majelis hakim.
Ketua Majelis Hakim, Purwono Edi Santosa menyatakan Teuku Bagus menyalahgunakan wewenangnya terkait proyek pembangunan Pusat Pendidikan Pelatihan dan Sekolah Olahraga Nasional (P3SON) di Hambalang, Jawa Barat.
Hal itu bertujuan untuk memperkaya diri sendiri atau orang lain. Sehingga, merugikan keuangan negara sebesar Rp 464,514 miliar.
"Menyatakan terdakwa Teuku Bagus Mokhamad Noor telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah menurut hukum melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama sebagaimana dalam Pasal 3 UU Tipikor jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 jo Pasal 65 ayat 1 KUHP, dalam dakwaan kedua," kata Purwono saat membacakan putusan dalam sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta, Selasa (8/7).
"Menyatakan terdakwa Teuku Bagus Mokhamad Noor telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah menurut hukum melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama sebagaimana dalam Pasal 3 UU Tipikor jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 jo Pasal 65 ayat 1 KUHP, dalam dakwaan kedua," kata Purwono saat membacakan putusan dalam sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta, Selasa (8/7).
Dalam melakukan perbuatannya, Teuku Bagus Mokhamad Noor dikatakan bersama-sama dengan Deddy Kusdinar selaku PPK (Pejabat Pembuat Komitmen), Andi Alfian Mallarangeng selaku Menpora (Menteri Pemuda dan Olahraga) dan Machfud Suroso selaku Direktur PT Dutasari Citralaras.
Lalu, bersama-sama juga dengan Andi Zulkarnaen Anwar alias Choel Mallarangeng, Lisa Lukitawati Isa, Paul Nelwan, Wafid Muharam dan Muhammad Fakhrudin.
Tidak hanya dinyatakan terbukti merekayasa proses lelang, untuk mendapatkan pekerjaan, KSO Adhi-Wika mengalirkan uang kepada bebera pihak, yaitu Anas Urbaningrum Rp 2,21 miliar, Wafid Muharam Rp 6,5 miliar, Mahyuddin (eks Ketua Komisi X DPR) Rp 500 juta, Adirusman Dault Rp 500 juta, Olly Dondokambey Rp 2,5 miliar, petugas di Kementerian Pekerjaan Umum (PU) sebesar Rp 135 juta, Deddy Kusdinar Rp 1,1 miliar, pengurusan retribusi Rp 100 juta, anggota DPR sebesar Rp 500 juta dan biaya sewa hotel dan panitia lelang serta lain-lainnya sebesar Rp 606 juta.
Ditambah lagi, pada tahun 2011, terdakwa memberikan bonus kepada 340 karyawan Adhi Karya dengan besaran sesuai gaji sehingga seluruhnya sebesar Rp1,707 miliar. Diambil dari uang sebesar Rp 4.532.923.350 yang dinikmati terdakwa. Sehingga, merugikan keuangan negara sebesar Rp 464,514 miliar.
Dari perbuatan terdakwa juga dikatakan menguntungkan diri sendiri dan orang lain. Di antaranya, terdakwa sendiri sebesar Rp 4.532.923.350, Andi Alfian Mallarangeng sebesar Rp 4 miliar dan USD 550 ribu, Anas Urbaningrum Rp 2,21 miliar, Wafid Muharam Rp 6,550 miliar, Mahyuddin (eks Ketua Komisi X DPR) Rp 500 juta, Adirusman Dault Rp 500 juta, petugas di Kementerian Pekerjaan Umum (PU) sebesar Rp 135 juta, Deddy Kusdinar Rp 300 juta, Nanang Suhatma sebesar Rp 1,1 miliar, Machfud Suroso Rp 18.800.942.000, Olly Dondokambey Rp 2,5 miliar, Joyo Winoto Rp 3 miliar, Lisa Lukitawati Isa sebesar Rp 5 miliar, Anggraheni Dewi Kusumastuti Rp 400 juta.
Kemudian, PT Yodya Karya sebesar Rp 5.221.563.935, PT Metaphora Solusi Global (MSG) Rp 5.851.708.065, PT Malmas Mitra Teknik Rp 837 juta, PD Laboratorium Teknik Sipil Geoinves Rp 94.818.182, Imanullah Aziz Rp 378.181.818, PT Ciriajasa Rp 5.839.331.569, PT GDM sebesar Rp 54.992.994.657, PT ALP sebesar Rp 3.337.964.280, PT DCL Rp 170.395.116.962, KSO Adhi-Wika sebesar Rp 145.280.101.895. Serta, 32 perusahaan atau perseorangan subkontraktor sebesar Rp 17.960.753.287.
Majelis hakim menyatakan Teuku Bagus tidak dibebankan membayar uang pengganti. Sebab, terhadap uang yang dinikmati sebesar Rp 4.532.923.350 sudah dikembalikan sepenuhnya ke KPK.Vonis terhadap Teuku Bagus ini jauh lebih ringan dari tuntutan jaksa yang meminta terdakwa dijatuhi vonis tujuh tahun penjara. Serta, membayar uang pengganti sebesar Rp 407.558.610‎.
Dalam menjatuhkan putusannya, hakim mempertimbangkan hal-hal yang memberatkan, terdakwa Teuku Bagus tidak mendukung upaya pemerintah dalam melakukan pemberantasan korupsi.
"Sementara hal-hal yang meringankan, terdakwa dianggap kooperatif, berlaku sopan selama persidangan, belum pernah dihukum dan mengembalikan seluruh uang dari tindak pidana korupsi," tandas Purwono.
Atas putusan tersebut, Teuku Bagus tidak menyatakan banding. Sedangkan
penuntut umum menyatakan untuk pikir-pikir.
[wid]