Berita

foto:net

Pertahanan

PILPRES 2014

Netralitas TNI Polri Kembali Dipertanyakan

MINGGU, 06 JULI 2014 | 15:40 WIB | LAPORAN:

Tiga hari menjelang pemungutan suara Pilpres pada 9 juli mendatang, netralitas TNI/Polri tetap dipertanyakan.

Meski berulangkali pimpinan TNI, Polri, maupun BIN menegaskan bahwa ketiga institusi tersebut netral, pada praktiknya dipandang tidak demikian.

"Manuver oknum dari tiga institusi keamanan tersebut di lapangan ditemukan berbagai indikasi ketidaknetralan yang berujung pada tercorengnya penyelenggara Pilpres. Pengkondisian dan pengarahan dukungan untuk salah satu calon secara masif telah mencederai hakikat pelaksanaan Pemilu itu sendiri," ujar Muradi selaku ketua Pokja Netralitas Aktor Keamanan dalam Pilpres 2014, Minggu (6/7).

Muradi menyebut, setidaknya ada dua hal substansi yang terancam karena ketidaknetralan institusi keamanan. Pertama, hasil Pemilu tidak akan legitimate dan mengikat seluruh komponen bangsa. Hal ini bisa berpotensi terjadinya penolakan atas hasil Pemilu sehingga mengarah konflik yang merugikan seluruh komponen bangsa.

Kedua, tercederainya esensi institusi keamanan yang profesional sehingga besar kemungkinan kembali di bawah kontrol rezim yang berkuasa.

Menurut dia, institusi keamanan harus mengefektifkan pengawasan internal dengan mengedepankan hukuman maksimal bagi oknum anggotanya yang tertangkap basah dan terindikasi tidak netral.

"Hukuman tersebut bisa dengan kurungan, penundaan kenaikan pangkat, hingga pemecatan tergantung besaran keterlibatan dalam dukung mendukung," jelasnya.

Masing-masing internal institusi keamanan juga disarankan untuk membentuk semacam satgas khusus, guna memantau tugas dan keterlibatan oknum personik.

Namun demikian, yang terpenting adalah posisi dari pimpinan masing-masing institusi keamanan untuk tetap berkomitmen netral dan menjaga jarak dari praktik politik saat ini. Sebab, bila komitmen pimpinannya tidak jelas dan tegas maka pengawasan yang dilakukan tak berarti apapun.

"Harus digarisbawahi bahwa institusi keamanan jangan menjadi penghalang bagi proses perubahan politik yang tengah berlangsung," pungkas Muradi yang juga ketua Pusat Studi Politik dan Keamanan Universitas Padjajaran.[wid]

Populer

Aduan Kebohongan sebagai Gugatan Perdata

Selasa, 08 Oktober 2024 | 10:03

PDIP Bisa Dapat 3 Menteri tapi Terhalang Chemistry Gibran

Rabu, 09 Oktober 2024 | 01:53

Pernah Bertugas di KPK, Kapolres Boyolali Jebolan Akpol 2003

Senin, 07 Oktober 2024 | 04:21

Prabowo Sudah Kalkulasi Chemistry PDIP dengan Gibran

Rabu, 09 Oktober 2024 | 02:35

Laksdya Irvansyah Dianggap Gagal Bangun Jati Diri Coast Guard

Sabtu, 05 Oktober 2024 | 03:45

Bakamla Jangan Lagi Gunakan Identitas Coast Guard

Rabu, 09 Oktober 2024 | 06:46

CEO Coinbase Umumkan Pernikahan, Netizen Seret Nama Raline Shah yang Pernah jadi Istrinya

Kamis, 10 Oktober 2024 | 09:37

UPDATE

Speedboat yang Ditumpangi Cagub Malut Benny laos Meledak Saat Isi Bahan Bakar

Sabtu, 12 Oktober 2024 | 19:41

Direktur Erapol: Kementerian Bertambah, DPR Tak Perlu Tambah Komisi

Sabtu, 12 Oktober 2024 | 19:19

Harga Minyak Goreng di Atas HET, Mendag Terindikasi Lakukan Maladministrasi

Sabtu, 12 Oktober 2024 | 19:06

CIP Gandeng Muda Mau Berkarya Promosi Kota Cilegon dalam Event Fotografi

Sabtu, 12 Oktober 2024 | 18:45

Lawan Ancaman KPUD Jakarta, Orang Muda Kampanye Coblos Semua Paslon

Sabtu, 12 Oktober 2024 | 18:27

Daripada Rusak dan Mubazir, Lebih Baik Rumah Dinas DPR Diserahkan ke Rakyat

Sabtu, 12 Oktober 2024 | 17:41

Ratusan Peserta Antusias Ikuti IDSTB Conference 2024

Sabtu, 12 Oktober 2024 | 17:21

Tim Cooling System Ditlantas Polda Riau Edukasi Pengendara di Pekanbaru

Sabtu, 12 Oktober 2024 | 17:13

Parpol Pendukung Prabowo Harus Satu Suara Rumdin Anggota DPR jadi Dana Tunjangan

Sabtu, 12 Oktober 2024 | 16:55

Pertanda Tidak Baik Saat Cakada Petahana Punya Elektabilitas Rendah

Sabtu, 12 Oktober 2024 | 16:45

Selengkapnya