Terhitung mulai 1 Juli 2015, seluruh penerima upah di Indonesia akan didaftar masuk dalam program jaminan pensiun. Iuran pensiun ditetapkan sebesar 8 persen dari gaji pokok, dimana 5 persen diantaranya dibayarkan pengusaha, sehingga pekerja hanya mengiur sebesar 3 persen.
"Ini bersifat wajib karena amanat UU. Nantinya per 1 Juli 2015, seluruh pekerja di Indonesia terutama korporasi besar mesti mengikutsertakan karyawannya dalam program jaminan pensiun," kata Dirut BPJS Ketenagakerjaan Elvyn G Masassya didampingi Kepala Divisi Komunikasi Kuswahyudi di Jakarta (Kamis, 3/7).
Elvyn menambahkan, sekalipun diprioritaskan bagi korporasi besar menyertakan pekerjanya dalam program pensiun, tapi untuk perusahaan kecil pun secara bertahap didorong memenuhi program pensiun bagi para pekerjanya. "Keempat program jaminan sosial bagi pekerja, meliputi Jaminan Hari Tua (JHT), Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), Jaminan Kematian (JK) dan program Jaminan Pensiun (JP) bersifat wajib sesuai amanat perundangan," terangnya.
Untuk program pensiun, Elvyn mengatakan, tidak akan mengganggu lembaga keuangan dana pensiun swasta, karena BPJS Ketenagakerjaan membatasi maksimal sampai Rp 16 juta. "Jadi kalau ada seseorang bergaji Rp 50 juta, hanya yang Rp 16 juta yang mesti ikut program pensiun," terangnya. Selebihnya, bisa saja pekerja bersangkutan mengikuti program pensiun di lembaga swasta.
Nantinya, kata Elvyn, pekerja yang bersangkutan akan menerima sampai 40 persen dari gaji penuh setiap bulan. "Ini kan perlindungan dasar, kalau ada yang lebih dari situ bisa saja mengikuti program pensiun di tempat lain," imbuhnya.
Terkait dengan penentuan iuran, Elvyn menjelaskan, keputusan iuran progam Pensiun 8 persen dengan kewajiban pemberi kerja mengiur 5 persen merupakan keputusan yang dilakukan bersama antara, Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN), Kementrian Keuangan (Kemenkeu), Kementrian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kementrans), BPJS Ketenagakerjaan dibawah koordinasi Kemeko Kesra.
Dia juga mengungkapkan, BPJS Ketenagakerjaan dalam melaksanakan tugasnya akan bertanggungjawab kepada presiden dengan pengawasan dari Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN), Badan Pengawas Keuangan (BPK) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), disamping dewan pengawas internal.
[dem]