Eks Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Akil Konstitusi (MK) tak heran dengan tuntutan maksimal berupa pidana penjara seumur hidup yang diberikan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Pidana seumur hidup tersebut, kata Akil, justru membenarkan sinyalemen bahwa tuntutan yang diberikan kepadanya tidak didasarkan pada fakta hukum yang terungkap di persidangan, melainkan lebih kepada penggalangan opini publik oleh pimpinan KPK melalui berbagai media massa.
"Eksepsi saya yang lalu, saya sudah ingatkan bahwa berbagai komentar dari pimpinan KPK yang menyatakan akan menuntut saya seberat mungkin. Padahal saat itu persidangan baru akan digelar dengan pembacaan surat dakwaan," kata dia saat membacakan nota pembelaan alias pledoi pribadinya di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (23/6).
Menurut Akil, apa yang dilakukan pimpinan KPK, termasuk mengumumkan dirinya akan dituntut seumur hidup sebelum sidang pembacaan tuntutannya dimulai membuat dirinya dicap sebagai penjahat besar.
"Yang merusak tatanan demokrasi, merusak penegakan dan institusi hukum, mengakibatkan konflik horizontal di sejumlah daerah, menimbulkan dampak biaya sosial yang luar biasa dan rusaknya tatanan berbangsa dalam kehidupan demokrasi," terangnya.
Tindakan tersebut, lanjut dia, juga dapat dikatakan sebagai pengabaian dan tidak menghormati proses hukum yang sedang berlangsung di persidangan. Selain itu, pimpinan KPK juga tidak beretika, ugal-ugalan dengan berlomba-lomba menyampaikan pandangan.
"Bahkan menghina pengadilan dengan dalih meminta pendapat kepada masyarakat, berapa sebaiknya tuntutan yang harus diberikan kepada saya. Sungguh ironis seperti pengadilan jalanan, atau sebagaimana halnya sistem yang dijalankan oleh negara-negara fasis dan komunis," tandasnya.
[zul]