Wakil Presiden RI periode 2004-2009, Jusuf Kalla mengatakan, konferensi tahun 2005 yang digelar untuk menyikapi tsunami Aceh mendulang untung yang sangat besar bagi negara.
"Sangat berhasil dan kita berhasil kumpulkan dana Aceh 5 miliar dolar AS," kata JK saat menjadi menjadi saksi bagi terdakwa Sudjanan di pengadilan Tipikor, Rabu (4/6).
Kalla menambahkan, konferensi itu dilaksanakan bersama Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Konferensi itu juga berhasil memindahkan sidang PBB dari New York ke Jakarta.
"Pelaksanaannya hanya memakan waktu delapan hari. Maka semua bekerja dengan full darurat. Jadi dananya darurat," terang dia.
JK pun menjelaskan, sumber dana konferensi itu berasal dari dana darurat APBN. Kementerian Luar Negeri mendapat tugas melaksanakan konferensi tersebut. Kemenlu, lanjut ia, sukses menyelenggarakan konferensi tersebut. Sebab, dunia Internasional bersedia membantu Indonesia lewat konferensi itu.
"Dengan konferensi itu dunia Internasional siap bantu kita sampai Rp 50 triliun (USD 5 Miliar). Tidak ada konferensi sebesar itu dan sesukses itu," tandas JK yang maju sebagai Cawapres pendamping Joko Widodo dalam Pilpres 2014 itu.
Sebagaimana diketahui, penyelenggaraan seminar internasional di Kemenlu tahun 2004-2005 diduga diselewengkan dengan mantan Sekjen Kemenlu Sudjanan menjadi terdakwa. Dalam dakwaan Sudjanan disebut Hassan sebagai pihak yang memerintahkan supaya Kementerian Luar Negeri lebih sering menggelar sidang dan pertemuan internasional pada kurun 2004 sampai 2005, dengan menggunakan dana cadangan (bertanda bintang) pada Sekretariat Jenderal Kemenlu. Alasannya adalah sebagai sarana belajar mengadakan suatu persidangan.
Selain memperkaya diri sendiri sebesar Rp 330 juta, Sudjadnan turut memperkaya dua anak buahnya, Warsita Eka dan I Gusti Putu Adnyana, masing-masing sebesar Rp 15 juta dan Rp 165 juta. Sementara itu, Kepala Bagian Pengendali Anggaran Kemenlu Suwartini Wirta, menerima Rp 110 juta. Sekretariat Kemenlu sendiri menerima Rp 110 juta dari penyelenggaraan sidang dan pertemuan internasional itu. Selanjutnya, Direktur Jenderal Kemenlu yang membidangi kegiatan mendapat Rp 50 juta.
Selain itu, ada pula beberapa pihak lagi yang menerima duit dugaan korupsi itu, antara lain Hasan Kleib (Rp 100 juta), Djauhari Oratmangun (sekarang Duta Besar RI untuk Rusia, sebesar Rp 100 juta), Iwan Wiranata Admaja (Rp 75 juta dan Rp 1,45 miliar), pembayaran pajak PT Pactoconvex Niaga pada 2004 dan 2005 masing-masing Rp 500 juta, dan pembayaran jasa konsultan fiktif PT Pactoconvex dan PT Royalindo sebesar Rp 600 juta.
[wid]