Pasca terjadinya peristiwa bom Bali tahun 2002 lalu, pariwisata di pulau dewata itu merosot jauh. Turis yang biasanya sekitar 5.500 orang merosot sampai hanya menjadi 1.000 orang.
Kondisi itu sangat berdampak dan merugikan bagi masyarakat di sana secara keseluruhan.
Demikian diceritakan M. Jusuf Kalla saat bersaksi dalam sidang lanjutan terdakwa eks Sekjen Kemenlu, Sudjanan Parnohadiningrat di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (4/6).
Karenanya, selaku Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat (Menkokesra) kala itu, JK mengambil beberapa langkah. Salah satunya, mengamankan Bali dengan melengkapi seluruh aparat kepolisian dengan sebaik-baiknya.
"Kedua mendorong turis dalam negeri antara lain dengan menyatukan hari libur," terang JK dalam sidang perkara dugaan korupsi penyelenggaraan seminar internasional di Kementerian Luar Negeri tahun 2004-2005 itu.
Nah, langkah lain yang dilakukan saat itu, masih kata JK, adalah dengan menjadikan Bali sebagai tempat penyelenggaraan konferensi.
"Supaya luar negeri tetap percaya bahwa Bali tidak hilang atau tidak rusak sama sekali maka memindahkan konferensi dari tempat lain ke Bali, baik konfrensi di dalam negeri Jakarta pindahkan ke Bali dan mengundang konferensi dari luar negeri ke Bali," kata cawapres nomor urut 2 ini.
"Agar Bali tetap menjadi tujuan perhatian dan wisata internasional sehingga masyarakat Bali bisa hidup," sambung pendamping Joko Widodo ini.
JK menambahkan, bahwa keputusan itu adalah keputusan darurat yang diambil oleh Presiden RI kala itu, Megawati Soekarnoputri.
"Sehingga kita berikan perintah agar semua konferensi internasional dipindahkan ke Bali agar Bali di dunia luar negeri tetap dikenal aman. Itu misinya," tandas Ketua Palang Merah Indonesia (PMI) itu.
[wid]