Kasus penelantaran 75 pelaut perikanan Indonesia di Cape Town, Afrika Selatan yang dilakukan perusahaan perikanan Taiwan bekerjasama agen pengawakan kapal Indonesia, akan dilaporkan Federasi Pekerja Transpor Internasional atau ITF (International Transport worker’s Federation) ke Interpol karena sarat tindak pidana.
Selain melakukan penipuan dan tidak membayar gaji pelaut yang bekerja di kapal perikanan Taiwan, mereka diduga memalsukan dokumen kepelautan( buku pelaut dan perjanjian kerja laut/PKL). Bahkan, ada perusahaan yang memungut biaya pada pelaut sebelum naik kapal dan mengarah pada human trafficking.
"ITF akan melaporkan kasus yang merugikan pelaut Indonesia itu ke interpol," kata Presiden Kesatuan Pelaut Indonesia (KPI) Hanafi Rustandi seusai penyerahan bantuan ITF kepada 75 pelaut perikanan yang disengsarakan perusahaan perikanan Taiwan, di Jakarta (Selasa, 20/5).
"ITF akan melaporkan kasus yang merugikan pelaut Indonesia itu ke interpol," kata Presiden Kesatuan Pelaut Indonesia (KPI) Hanafi Rustandi seusai penyerahan bantuan ITF kepada 75 pelaut perikanan yang disengsarakan perusahaan perikanan Taiwan, di Jakarta (Selasa, 20/5).
Pernyataan Hanafi yang juga Koordinator ITF di Indonesia itu mempertegas ucapan ITF/IUF Programe Leader, Liz Blackshaw, ketika menyerahkan bantuan sebesar 1000 dolar AS kepada pelaut yang hingga kini gajinya belum dibayar. Bantuan juga diserahkan oleh ITF Inspector Cape Town, Cassiem Augustus, yang ikut menyelamatkan 75 pelaut Indonesia, setelah 7 kapal ikan Taiwan itu ditangkap dan ditahan Imigrasi di Cape Town.
Menurut Liz, kasus pelaut Indonesia di Cape Town termasuk kasus besar yang ditangani ITF, seperti yang terjadi di Spanyol, Selandia Baru dan Irlandia.
"Semua kasus ini mendapat perhatian serius ITF dan segera dilaporkan ke Interpol," tegasnya.
Setelah ditahan selama 2 bulan di Cape Town, 75 pelaut itu pada 18 Maret 2014 dipulangkan ke Indonesia atas bantuan Pemerintah Afrika Selatan dan KBRI di Pretoria. Sementara itu, agen pengawakan kapal berjanji menyelesaikan hak-hak pelaut jika perusahaan di Taiwan tidak membayar gajinya. Namun hingga sekarang, hak-hak pelaut itu belum dibayar. Sehingga ITF terketuk memberikan bantuan kemanusiaan sebesar 1000 dolar AS per orang.
Penyerahan bantuan ini disaksikan pejabat Ditjen Perhubungan Laut, Kemenhub, Kemenlu, serta Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan TKI.
Dalam kesempatan itu, sejumlah pelaut mengungkapkan hingga saat ini gaji yang belum dibayar antara 7 sampai 15 bulan. Beberapa pelaut ada yang merasa ditekan perusahaan ketika berusaha minta gajinya. Bahkan ada seorang pelaut merasa tertipu setelah menandatangani perjanjian pinjam uang Rp10 juta, karena sampai sekarang gaji selama 15 bulan sebesar Rp50 juta, tidak juga dibayar.
Hanafi mengatakan, perusahaan yang merekrut pelaut perikanan tersebut juga akan dilaporkan ke Mabes Polri untuk membongkar tuntas kasus pemalsuan dokumen kepelautan yang selama ini terjadi.
Di sisi lain, KPI mendesak pemerintah menindak tegas perusahaan yang melanggar aturan proses perekrutan dan penempatan pelaut di kapal asing. Tindakan tegas membuat efek jera sehingga kasus-kasus yang merugikan pelaut tidak terulang kembali.
[dem]