Partai Kebangkitan Bangsa resmi berkoalisi dengan PDI Perjuangan mengusung Joko Widodo sebagai calon presiden. Namun, dukungan PKB itu dinilai too little and too late. Karena dukungan dari Muhaimin Iskandar itu sudah terlalu lambat sehingga nyaris tak ada gunanya.
Pengamat politik senior AS Hikam mengungkapkan demikian karena PDIP dan Nasdem sudah cukup untuk mengusung Jokowi dan pasangannya. Sehingga momentum keikut sertaan PKB tidak berpengaruh secara prosedural.
Sementara dari sisi substantif, PDIP dan Jokowi tidak terlalu terikat dengan PKB soal sosok yang akan diusulkan sebagai calon wakil presiden. "Jokowi bisa memilih siapa saja karena restu partai tidak penting," jelas Hikam (Senin, 12/5).
Menurutnya, kalau PKB-Imin menyodorkan tokoh sekaliber Mahfud MD yang sangat kuat sebagai cawapres, juga sudah terlalu terlambat. Karena nama Mahfud baru muncul setelah Muhaimin tak laku dijual maupun ditawarkan untuk pasangan cawapres siapapun.
Hikam mengakui PKB pernah menyodorkan nama Rhoma Irama. Tapi itu hanyalah taktik untuk menyenang-nyebangkan dan menutupi kesan menyia-nyiakan sang Raja Dangdut yang akan berpotensi diprotes oleh para pengikutnya. "Padahal harapan RhI (Rhoma Irama), kendati secara realistis sulit diraih, dia diperjuangkan habis-habisan oleh PKB-Imin sebagai capres," tandasnya.
Keterlambatan keputusan PKB juga sangat merugikan Mahfud MD (MMD), tetapi menguntungkan Muhaimin Cs. Mahfud rugi karena dirinya harus berjuang sendirian, sehingga daya tawar beliau kurang kuat ketika harus melobi parpol-parpol besar. Imin beruntung karena posisi dirinya mengambang (
floating).
Jika nanti Mahfud gagal jadi cawapres, menurutnya, Muhaimin tinggal bilang sudah memerjuangkan dengan mengusulkan nama Mahfud walaupun sangat terlambat. "Tetapi kalau berhasil akan mengkapitalisasi habis-habisan," tukasnya.
Mengapa PKB-Imin menggunakan taktik mulur itu?
"Bisa jadi karena Imin dkk khawatir akan potensi ancaman dari MMD jika beliau menjadi cawapres. Independensi MMD dan ketegasan beliau tak akan menguntungkan secara politik bagi PKB Imin ke depan. Taktik mengulur waktu untuk dua tujuan: pertama agar secara formal MMD dan pendukungnya dalam PKB-Imin tersalurkan aspirasinya. Kedua, MMD tidak akan terlalu kuat posisi tawarnya jika berhadapan dengan JK yang sejak awal didukung Nasdem, atau Ryamizard Ryacudu (RR) yang sangat dekat dengan Mbak Mega," beber Hikam.
Namun, Hikam mengingatkan, analisisnya tersebut tentu tak berlaku jika pada detik-detik terakhir nanti PDIP memutuskan memilih Mahfud sebagai cawapres Jokowi. Namun sampai pemberitaan media kemarin, tentang kandidat cawapres Jokowi cenderung menunjukkan bahwa JK dan RR lebih ungggul ketimbang MMD. Bahkan ketika nama Abraham Samad (AS) juga diorbitkan, tampaknya mulai menggeser nama Mahfud.
"Walhasil, bagi MMD keputusan PKB-Imin untuk bergabung dengan PDIP dan menyodorkan nama beliau sebagai cawapres merupakan sebuah upaya yang bukan saja terlalu lambat, tetapi juga terlalu kecil," pungkas Hikam.
[zul]