Mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Antasari Azhar, mengimbau narapidana (napi) di Indonesia tahan banting dan tidak boleh jatuh sakit.
Pasalnya, kata Antasari, napi tidak dapat menikmati program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dalam sistem jaminan sosial Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).
"Kabar saya sehat, napi harus sehat dan tidak boleh sakit, karena tidak dapat layanan BPJS," kata Antasari saat akan menghadiri sidang ketetapan pengujian UU 16/2004 tentang Kejaksaan, di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Kamis (24/4).
Antasari dipidana 18 tahun penjara dalam perkara pembunuhan Direktur PT Rajawali Putra Banjaran Nasrudin Zulkarnaen pada 11 Februari 2010 lalu. Upaya hukumnya dari tingkat banding hingga peninjauan kembali (PK) selalu kandas.
Pada 6 Maret 2014, MK mengabulkan permohonan Antasari dengan membatalkan Pasal 268 ayat (3) KUHAP yang mengatur upaya peninjauan kembali (PK) hanya boleh dilakukan sekali.
Sejauh ini pihaknya belum mengajukan PK yang kedua ke MA. Sementara, terkait gugatan Pasal 8 ayat (5) UU 16/2004 tentang Kejaksaan yang dimohonkannya hari ini, Antasari berupaya untuk mencabutnya. Gugatan diajukan karena dirinya merasa dirugikan hak konstitusionalnya sewaktu menjalani proses penanganan perkara pembunuhan Direktur PT Putra Rajawali Banjaran Nasrudin Zulkarnaen.
Selama menjalani pemeriksaan baik sebagai saksi, tersangka hingga akhirnya duduk sebagai terdakwa dan dipidana 18 tahun, dijalani Antasari tanpa izin dari Jaksa Agung. Sementara, Pasal 8 UU Kejaksaan menyebutkan, pemeriksaan terhadap seorang jaksa terkait tindak pidana yang disangka dilakukan atas izin Jaksa Agung. Sewaktu menjalani proses pidana, kendati menjabat sebagai Ketua KPK, Antasari merupakan jaksa aktif.
Dia menilai, Pasal 8 ayat 5 UU Kejaksaan layak untuk dibatalkan. Selain ketentuan tersebut kerap dijadikan tameng oleh jaksa yang terlibat dalam beberapa kasus pidana untuk tidak memenuhi panggilan polisi, pasal tersebut juga berimplikasi menimbulkan diskriminasi karena membedakan antara warga negara dengan jaksa dihadapan hukum.
[ald]