Berita

ilustrasi/net

Kaum Intelektual Melacur dalam Pusaran Politik Elektoral

SENIN, 14 APRIL 2014 | 11:11 WIB | LAPORAN: YAYAN SOPYANI AL HADI

. Saat terjadi Perang Dunia I dan II, banyak intelektual Perancis yang mendukung peperangan ini. Mereka pun mengeluarkan berbagai argumentasi akademik untuk mendukung tragedi kemanusian ini.

Atas sikap para intelektual ini, seorang pemikir bernama Julien Benda mengkritik habis-habisan. Dia pun menulis buku berjudul, The Betrayal of the Intellectuals. Buku ini, di Indonesia, di terjemahkan menjadi Pengkhinatan Kaum Intelektual. Buku ini sempat menjadi bahan perbincangan di tanah air hingga awal-awal Reformasi.

Di Indonesia, setelah beberapa tahun menjalani era Reformasi, kata aktivis pergerakan Haris Rusly, mengalami nasib yang hampir sama dengan Perancis. Bahkan yang terjadi di Indonesia, bukan lagi pengkhianatan intelketual melainkan pelacuran kaum intelektual.


"Kaum intelektual dengan prinsip kejujuran akademik, seharusnya menjadi pelita, yang berdiri dengan obor menerangi gelapnya keadaan sebuah masyarakat. Tapi, kenyataanya justru mereka ambil bagian turut menciptakan situasi gelap bersama para politisi," kata Haris Rusly beberapa saat lalu (Senin, 14/4).

Di Indonesia, Haris melanjutkan, para intelektual hadir untuk mendukung sistem yang membawa kerusakan; dibayar untuk membuat analisa mendukung calon presiden atau kepala daerah; menjadi padagang survei yang dibayar mahal untuk merekayasa popularitas figur capres atau kepala daerah tertentu.

Sebagai contoh, kata Haris, di saat sebelum Pileg, para intelektual tersebut dibayar untuk buat survey yang hasilnya telah direkayasa, Misalnya, bila Jokowi diajukan sebagai Capres sebelum Pileg akan mengurangi angka golput. Kenyataannya angka golput tertinggi berkisar antar 47-51 persen. Misalnya lagi, bila dicapreskan sebelum Pileg, Jokowi mendongkrak elektabilitas PDIP dari 24 persen menjadi 30 persen. Kenyataannya elektabilitas PDIP melorot dari 24 persen menjadi 18 persen.

"Di awal reformasi 1998, sejumlah intelektual juga melacurkan diri ke asing untuk mengkampanyekan amandemen UUD 1945 yang menguntungkan kepentingan asing. Kini, UUD amandemen telah memicu kekacauan negara," demikian Haris. [ysa]

Populer

Masih Sibuk di Jogja, Pimpinan KPK Belum Tahu OTT di Lampung Tengah

Selasa, 09 Desember 2025 | 14:21

Pura Jadi Latar Film Porno, Hey Bali: Respons Aparat Dingin

Selasa, 09 Desember 2025 | 21:58

Mahfud MD soal Bencana Sumatera: Menyuruh Pejabat Mundur Tidak Relevan

Rabu, 10 Desember 2025 | 05:53

OTT Beruntun! Giliran Jaksa di Bekasi Ditangkap KPK

Kamis, 18 Desember 2025 | 20:29

Ini Susunan Lengkap Direksi dan Komisaris bank bjb

Selasa, 09 Desember 2025 | 17:12

Bahlil Minta Maaf Usai Prank Presiden Prabowo

Selasa, 09 Desember 2025 | 18:00

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

UPDATE

Rumah Dinas Kajari Bekasi Disegel KPK, Dijaga Petugas

Jumat, 19 Desember 2025 | 20:12

Purbaya Dipanggil Prabowo ke Istana, Bahas Apa?

Jumat, 19 Desember 2025 | 20:10

Dualisme, PB IKA PMII Pimpinan Slamet Ariyadi Banding ke PTTUN

Jumat, 19 Desember 2025 | 19:48

GREAT Institute: Perluasan Indeks Alfa Harus Jamin UMP 2026 Naik

Jumat, 19 Desember 2025 | 19:29

Megawati Pastikan Dapur Baguna PDIP Bukan Alat Kampanye Politik

Jumat, 19 Desember 2025 | 19:24

Relawan BNI Ikut Aksi BUMN Peduli Pulihkan Korban Terdampak Bencana Aceh

Jumat, 19 Desember 2025 | 19:15

Kontroversi Bantuan Luar Negeri untuk Bencana Banjir Sumatera

Jumat, 19 Desember 2025 | 18:58

Uang Ratusan Juta Disita KPK saat OTT Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 18:52

Jarnas Prabowo-Gibran Dorong Gerakan Umat Bantu Korban Banjir Sumatera

Jumat, 19 Desember 2025 | 18:34

Gelora Siap Cetak Pengusaha Baru

Jumat, 19 Desember 2025 | 18:33

Selengkapnya