Berita

pt freeport indonesia

Bisnis

Freeport Cuma Rela Serahkan 20% Sahamnya Ke Indonesia

Ingkari Perjanjian Divestasi, Pemerintah Kejar Lewat Renegosiasi
KAMIS, 20 MARET 2014 | 09:41 WIB | HARIAN RAKYAT MERDEKA

Freeport menolak melepaskan 51 persen sahamnya ke Indonesia. Pemerintah diminta tegas terhadap perusahaan Amerika Serikat (AS) yang sudah mengeruk tambang emas dan tembaga di Papua selama puluhan tahun.

Menko Perkonomian Hatta Rajasa mengatakan, Freeport sudah mengirimkan surat tanggapannya terkait poin-poin yang terdapat dalam renegosiasi kontrak karya. Perusahaan tambang asal Negeri Paman Sam itu mengaku tidak siap melepaskan 51 persen sahamnya ke dalam negeri.

“Dari 51 persen divestasi yang diminta pemerintah, mereka siap 20 persen,” kata Hatta di kantornya, Jakarta, kemarin.


Dia juga mengatakan, Freeport akan segera melakukan penawaran saham perdana atau initial public offering (IPO). Dalam suratnya, Freeport menyepakati poin renegosiasi, yakni pengembalian lahan, demikian pula dengan local content.
“Untuk royalti, mereka juga sudah oke sesuai Peraturan Pemerintah yang ada,” tukasnya.

Dirjen Mineral Dan Batubara (Minerba) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) R Sukyar menegaskan, Freeport hingga kini belum menyepakati besaran divestasi.

“Belum ada pembicaraan. Yang jelas kalau dia nambang, harus 51 persen (divestasi). Kalau dia terintegrasi, menambang, mengolah, memurnikan, divestasinya 40 persen. Itu saja tawaran pemerintah,” jelasnya.

Untuk diketahui, pemerintah sudah menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) No.24/2012 tentang Kewajiban Divestasi Penanaman Modal Asing (PMA) sebesar 51 persen.  Kemudian, pemerintah memperkuatnya dengan Peraturan Menteri (Permen) ESDM No.27/2013 tentang Tata Cara dan Penetapan Harga Divestasi Saham serta Perubahan Penanaman Modal di Bidang Usaha Pertambangan Minerba.

Freeport masih tidak mau melakukan divestasi saham. Alasannya, aturan tersebut hanya berlaku untuk Izin Usaha Pertambangan (IUP) dan Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK). Karena itu, menurut Sukhyar, pemerintah mengejar divestasi saham Freeport dari renegosiasi.

Direktur Indonesia Resources Studies Marwan Batubara mengatakan, bila pemerintah tidak sanggup menguasai 51 persen saham Freeport, sampai kapan pun sumber kekayaan alam di tanah air tetap dikuasai perusahaan asing. “Tidak boleh ada pengecualian dalam aturan divestasi,” tegas Marwan.

Dikatakan, semua perusahaan asing yang beroperasi di Indonesia harus dipaksa melepas sahamnya 51 persen. Langkah ini untuk mengawasi perusahaan asing itu menguasai sumber daya alam.

Sebelumnya, Sekjen Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Ansari Bukhari mengatakan, industri strategis harus dikuasai negara sesuai amanat Undang-Undang (UU) Perindustrian. Dalam Pasal 84 UU Perindustrian dijelaskan, industri strategis adalah industri yang memenuhi kebutuhan penting bagi kesejahteraan dan menguasai hajat hidup orang banyak.

“Karena itu, seharusnya industri tambang dan migas dikuasai negara karena memberikan kesejahteraan dan menguasai hajat hidup orang banyak,” kata Ansari.

Apalagi, lanjutnya, migas dan tambang tidak bisa diperbaharui dan cadangannya akan habis. Karena itu, sebaiknya sumber daya alam strategis itu dikuasai negara.

“Apalagi itu sudah diatur dalam Undang-Undang Dasar,” tegas Ansari. Menko Perkonomian Hatta Rajasa mengatakan, Freeport sudah mengirimkan surat tanggapannya terkait poin-poin yang terdapat dalam renegosiasi kontrak karya.

Perusahaan tambang asal Negeri Paman Sam itu mengaku tidak siap melepaskan 51 persen sahamnya ke dalam negeri.

“Dari 51 persen divestasi yang diminta pemerintah, mereka siap 20 persen,” kata Hatta di kantornya, Jakarta, kemarin.

Dia juga mengatakan, Freeport akan segera melakukan penawaran saham perdana atau initial public offering (IPO). Dalam suratnya, Freeport menyepakati poin renegosiasi, yakni pengembalian lahan, demikian pula dengan local content.

“Untuk royalti, mereka juga sudah oke sesuai Peraturan Pemerintah yang ada,” tukasnya.

Dirjen Mineral Dan Batubara (Minerba) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) R Sukyar menegaskan, Freeport hingga kini belum menyepakati besaran divestasi.

“Belum ada pembicaraan. Yang jelas kalau dia nambang, harus 51 persen (divestasi). Kalau dia terintegrasi, menambang, mengolah, memurnikan, divestasinya 40 persen. Itu saja tawaran pemerintah,” jelasnya.

Untuk diketahui, pemerintah sudah menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) No.24/2012 tentang Kewajiban Divestasi Penanaman Modal Asing (PMA) sebesar 51 persen.  Kemudian, pemerintah memperkuatnya dengan Peraturan Menteri (Permen) ESDM No.27/2013 tentang Tata Cara dan Penetapan Harga Divestasi Saham serta Perubahan Penanaman Modal di Bidang Usaha Pertambangan Minerba.

Freeport masih tidak mau melakukan divestasi saham. Alasannya, aturan tersebut hanya berlaku untuk Izin Usaha Pertambangan (IUP) dan Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK). Karena itu, menurut Sukhyar, pemerintah mengejar divestasi saham Freeport dari renegosiasi.

Direktur Indonesia Resources Studies Marwan Batubara mengatakan, bila pemerintah tidak sanggup menguasai 51 persen saham Freeport, sampai kapan pun sumber kekayaan alam di tanah air tetap dikuasai perusahaan asing. “Tidak boleh ada pengecualian dalam aturan divestasi,” tegas Marwan.

Dikatakan, semua perusahaan asing yang beroperasi di Indonesia harus dipaksa melepas sahamnya 51 persen. Langkah ini untuk mengawasi perusahaan asing itu menguasai sumber daya alam.

Sebelumnya, Sekjen Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Ansari Bukhari mengatakan, industri strategis harus dikuasai negara sesuai amanat Undang-Undang (UU) Perindustrian. Dalam Pasal 84 UU Perindustrian dijelaskan, industri strategis adalah industri yang memenuhi kebutuhan penting bagi kesejahteraan dan menguasai hajat hidup orang banyak.

“Karena itu, seharusnya industri tambang dan migas dikuasai negara karena memberikan kesejahteraan dan menguasai hajat hidup orang banyak,” kata Ansari.

Apalagi, lanjutnya, migas dan tambang tidak bisa diperbaharui dan cadangannya akan habis. Karena itu, sebaiknya sumber daya alam strategis itu dikuasai negara.
“Apalagi itu sudah diatur dalam Undang-Undang Dasar,” tegas Ansari.  ***

Populer

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

Kejagung Ancam Tak Perpanjang Tugas Jaksa di KPK

Sabtu, 20 Desember 2025 | 16:35

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

Kajari Bekasi Eddy Sumarman yang Dikaitkan OTT KPK Tak Punya Rumah dan Kendaraan

Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07

OTT Beruntun! Giliran Jaksa di Bekasi Ditangkap KPK

Kamis, 18 Desember 2025 | 20:29

UPDATE

KPK Siap Telusuri Dugaan Aliran Dana Rp400 Juta ke Kajari Kabupaten Bekasi

Rabu, 24 Desember 2025 | 00:10

150 Ojol dan Keluarga Bisa Kuliah Berkat Tambahan Beasiswa GoTo

Rabu, 24 Desember 2025 | 00:01

Tim Medis Unhas Tembus Daerah Terisolir Aceh Bantu Kesehatan Warga

Selasa, 23 Desember 2025 | 23:51

Polri Tidak Beri Izin Pesta Kembang Api Malam Tahun Baru

Selasa, 23 Desember 2025 | 23:40

Penyaluran BBM ke Aceh Tidak Boleh Terhenti

Selasa, 23 Desember 2025 | 23:26

PAN Ajak Semua Pihak Bantu Pemulihan Pascabencana Sumatera

Selasa, 23 Desember 2025 | 23:07

Refleksi Program MBG: UPF Makanan yang Telah Berizin BPOM

Selasa, 23 Desember 2025 | 23:01

Lima Tuntutan Masyumi Luruskan Kiblat Ekonomi Bangsa

Selasa, 23 Desember 2025 | 22:54

Bawaslu Diminta Awasi Pilkades

Selasa, 23 Desember 2025 | 22:31

Ini yang Diamankan KPK saat Geledah Rumah Bupati Bekasi dan Perusahaan Haji Kunang

Selasa, 23 Desember 2025 | 22:10

Selengkapnya