Kejaksaan Agung menetapkan status tersangka untuk Yudhi Setiawan, Direktur PT Cipta Terang Abadi (CTA). Yudhi disangka terlibat korupsi pengadaan benih kopi di Kementerian Pertanian tahun 2012 senilai Rp 12 miliar.
Kepala Pusat Penerangan dan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Setia Untung Arimuladi menginformasikan, penetapan status tersangka baru dilakukan berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Nomor Print 13/F.2/Fd.1/02/2014, tanggal 17 Februari 2014. “Tersangka kasus ini sudah dua orang,†katanya akhir pekan lalu.
Tersangka pertama adalah Hadi, Kepala Sub Direktorat Budidaya Direktorat Tanaman Rempah dan Penyegar di Direktorat Jenderal Perkebunan Kementan.
Ditambahkan, selaku pemenang tender pelaksana kegiatan, Yudhi Setiawan diduga berperan aktif menyalahgunakan kegiatan pelaksanaan pengadaan benih kopi unggulan.
Adapun benih kopi unggul tersebut berjenis kopi somantik embryogenesis, kopi arabika, kopi robusta, serta kopi exelca konvensional. Diuraikan, saat mengajukan proses lelang, tersangka Yudhi diduga melakukan
mark-up atau penggelembungan harga. Penyalahgunaan itu, sambung Untung, juga terkait proses pengajuan, pencairan, dan penggunaan kredit oleh PT CTA dan PT Cipta Inti Permindo (CIP).
“Penyidik menemukan dua alat bukti permulaan yang cukup tentang terjadinya tindak pidana korupsi dan pencucian uang oleh tersangka Yudhi,†ujar bekas Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan ini.
Untung tak memastikan, apakah penyelewengan tersebut berkaitan dengan perkara pengajuan kredit fiktif oleh Yudhi ke Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten (BJB) Surabaya sebesar Rp 58,2 miliar.
Yang jelas, kata Untung, kemungkinan dana kredit tersebut dialihkan untuk kepentingan menggarap proyek ini, sangat terbuka. “Bisa saja dana dari kredit tersebut dipakai tersangka untuk kepentingan yang lain, termasuk mendanai proyek pembenihan kopi unggul,†tandasnya.
Padahal, sesuai pengajuan kredit ke BJB, dana tersebut semula ditujukan untuk kepentingan pembiayaan proyek pengadaan benih dan bahan baku pakan ikan.
Diketahui, PT CIP selama ini tak bergerak di bidang bahan baku pakan ikan, melainkan di bidang produsen dan distributor alat pendidikan. Namun, saat pengajuan kredit, perusahaan itu berubah haluan ke bidang bahan baku pakan ikan.
Untuk memperlancar kinerjanya, PT CIP bekerja sama dengan sejumlah perusahaan, salah satunya PT e-Farm Bisnis Indonesia yang merupakan anak perusahaan milik negara. Tapi, dalam perjalanannya, kucuran dana kredit tersebut diselewengkan Yudhi dengan cara ditransferkan ke perusahaan lain miliknya yakni, PT CTA.
Dari urut-urutan fakta tersebut, beber Untung, tindakan Yudhi patut diduga melanggar pasal tindak pidana pencucian uang. Dia mengemukakan, intinya penyidik telah mengantongi bukti permulaan adanya peristiwa tindak pidana korupsi.
Dugaan penyalahgunaan tersebut, didukung dokumen pengajuan tender proyek pengadaan benih kopi unggulan yang belakangan disalahgunakan tersangka.
“Dalam proyek pembenihan kopi unggulan itu, diduga terjadi kemahalan harga. Spesifikasi benih pun diduga tak sesuai dengan spek yang diajukan saat tender dibuka,†kata Untung.
Dia menambahkan, penelusuran perkara ini masih dilaksanakan. Dengan asumsi ini, tidak tertutup kemungkinan jumlah tersangka bertambah. Disampaikan, satu dari tujuh saksi yang diperiksa kejaksaan adalah Achmad Fathanah.
Menurut Untung, terpidana kasus korupsi kuota impor daging sapi itu, diduga mengetahui proses pemenangan tender oleh PT CTA milik Yudhi yang juga merupakan terpidana kasus korupsi proyek alat peraga pada Dinas Pendidikan Kalimantan Selatan.
Tapi, Untung menolak menjabarkan hasil pemeriksaan Fathanah di Gedung KPK, Rabu (8/1) lalu. Intinya, kesaksian Fathanah dinilai penting dalam mengurai kasus ini. Sebab, selain memiliki hubungan dengan petinggi-petinggi Kementan, Fathanah juga mempunyai kedekatan dengan Yudhi Setiawan.
Kilas Balik
Saksi Perkara Sapi Menguak Kasus Bibit Kopi Di Kementan
Terkuaknya kasus korupsi bibit kopi, bermula dari nyanyian pengusaha Yudi Setiawan saat menjadi saksi dalam sidang terdakwa kasus sapi Luthfi Hasan Ishaaq pada 7 Oktober 2013 di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta.
Dalam sidang ini, Yudi juga bercerita tentang peran Ahmad Fathanah, kawan bekas Presiden PKS Luthfi Hasan Ishaaq dalam proyek bibit kopi itu.
Menurut Yudi, Fathanah diarahkan Luthfi agar segera mengejar proyek pengadaan benih kopi. “Pak Luthfi merampok proyek orang lain,†katanya.
Menurutnya, praktik tebar duit di proyek pengadaan benih kopi juga tersaji dalam dakwaan Ahmad Fathanah.
Lobi plus menabur dana ke sejumlah oknum anggota DPR, menurut Yudi, bertujuan membeli atau mengijon proyek. Jika tak ada fulus, proyek tidak bisa diraih. “Anggota DPR itu akan mengawal proyek sampai tingkat teknis, asalkan sudah diberi fulus,†ujarnya.
Untuk mendapatkan informasi penyimpangan pengadaan benih kopi ini, pada 20 November 2013 Tim Kejaksaan Agung terbang menemui Yudi di Rutan Banjarmasin, Kalimantan Selatan. Soalnya, Yudi ditahan di rutan itu sebagai terpidana kasus korupsi pengadaan alat pendidikan.
Kejaksaan ingin mendapatkan keterangan lebih detail dari bos PT CTA dan CIP ini, mengenai modus yang digunakan, memetakan keterlibatan pihak lain, dan kerugian negara dalam kasus bibit kopi.
Dari data yang dihimpun penyidik, disebutkan, awalnya PT Sarbi memenangkan lelang pengadaan bibit kopi. Kemudian, kemenangan itu dibatalkan oleh panitia dengan alasan tidak memenuhi syarat teknis. Oleh karena itu, terjadi pelelangan kedua dan dimenangkan oleh perusahaan lain. Lelang itu pun kemudian dibatalkan karena ada sanggahan.
Singkat cerita, dalam lelang lanjutan, seseorang bernama Panda yang menggunakan perusahaan milik Yudi, PT CTA, memenangkan lelang tersebut. Kemenangan Panda di lelang ketiga itu diduga banyak dibantu Fathanah.
Fathanah berperan mengomunikasikan kepada pejabat Kementan, antara lain kepada panitia pengadaan, tersangka Hadi.
Atas bantuan Fathanah, Panda memenangkan lelang proyek bibit kopi untuk 12 provinsi di Indonesia dengan nilai lelang sebesar Rp 36 miliar.
Kejaksaan Agung pun memeriksa Fathanah sebagai saksi kasus pengadaan benih kopi 2012. Terpidana kasus korupsi kuota daging sapi impor ini, diduga mengetahui mekanisme penyimpangan proyek yang digarap PT Cipta Terang Abadi (CTA).
Kepala Pusat Penerangan dan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Setia Untung Arimuladi menjelaskan, jajarannya tengah mengintensifkan penanganan kasus korupsi bibit kopi.
Guna melengkapi berkas perkara tersangka Hadi, Kepala Sub Direktorat Budidaya pada Direktorat Tanaman Rempah dan Penyegar di Direktorat Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian, Kejagung memeriksa tujuh saksi.
“Penyidik ingin mengetahui mekanisme dan proses pemenangan tender atau lelang proyek oleh PT CTA,†katanya.
Korupsi Benih Sangat Merugikan Bagi Petani KecilDesmond J MAHESA, Anggota Komisi III DPRPolitisi Gerindra Desmon J Mahesa meminta pengusutan perkara korupsi di lingkungan Kementerian Pertanian (Kementan) dilakukan Kejaksaan Agung (Kejagung) secara tuntas.
“Saya mendukung langkah kejaksaan dalam menindaklanjuti perkara korupsi di sektor pengadaan benih kopi unggul di Indonesia,†katanya.
Menurut dia, konspirasi kejahatan ini hendaknya diuraikan secara utuh. Sebab, perkara korupsi dan benih unggul di Kementan ini saling berkaitan satu sama lain. Oleh karenanya, tidak boleh ada pihak yang lolos dari penyidikan kejaksaan. Disampaikan, persoalan korupsi benih unggul ini sangat merugikan sektor pertanian.
Praktis, lanjutnya, hal tersebut membawa pengaruh buruk terhadap kesejahteraan petani yang nota bene masuk kategori masyarakat kelas kecil. Oleh karenanya, penanganan kasus ini perlu diawasi dan dipertanggungjawabkan secara maksimal.
Dia menandaskan, persoalan korupsi ini sejak awal diduga melibatkan banyak pihak. Dengan asumsi tersebut, dia meminta agar semua pihak yang diduga terkait masalah tersebut ditindak.
Apalagi, persoalan korupsi benih kopi ini sebelumnya juga sempat diungkapkan di Pengadilan Tipikor Jakarta. Saat itu, Yudi Setiawan menjadi saksi untuk terdakwa kasus sapi Ahmad Fathanah.
Pelaku yang diduga terlibat dalam kasus benih kopi tersebut, lanjut Desmon, orangnya sama dengan pelaku korupsi pengadaan benih unggulan lain seperti jagung dan padi. “Lingkupnya sama-sama pengadaan benih. Hanya jenisnya yang berbeda,†ucapnya.
Jadi, besar kemungkinan, pelakunya juga orang-orang atau berasal dari kelompok yang sama.
Jangan Cuma Menyasar Pelaku Kelas BawahTogar M Sianipar, Wakil Ketua Umum PP PolriKomjen (Purn) Togar Manatar Sianipar menjelaskan, momentum pengusutan korupsi di lingkungan Kementerian Pertanian (Kementan) hendaknya diseriusi kejaksaan. Jangan sampai, kejaksaan hanya mengusut keterlibataan pelaku kelas bawah.
“Di KPK itu kan penyidiknya berasal dari kejaksaan dan kepolisian. Kenapa mereka mampu mengusut kasus-kasus korupsi besar, sementara kepolisian dan kejaksaan tidak?†ucap bekas Kalakhar BNN itu.
Disampaikan, persoalan utama kepolisian dan kejaksaan terletak pada kemauan.
Sebab, menurutnya, bila bicara mengenai kemampuan, pasti penyidik kejaksaan dan kepolisian memilikinya.
Jadi, sambungnya, dia sangat berharap pada kepolisian dan kejaksaan untuk benar-benar membuktikan profesionalismenya dalam mengusut semua persoalan, khususnya perkara korupsi. “KPK itu kan temporary, suatu saat apabila kepolisian dan kejaksaan sudah kuat bisa dibekukan.â€
Bekas Kadispen Polri itu menambahkan, banyaknya penyidik KPK asal Polri dan kejaksaan yang kemballi ke kesatuannya, idealnya mampu memberi kontribusi positif dalam penanganan kasus-kasus korupsi.
“Kalau penanganan kasus korupsi seperti yang terjadi di Kementan ini masih dilakukan setengah hati, tidak mungkin kejaksaan mampu menindak pimpinan tertinggi di Kementan.â€
Disampaikan, kecenderungan hanya mengusut pelaku kelas bawah, mau tak mau akan menimbulkan pertanyaan. “Apakah penegakan hukum di sini dilakukan secara kompromi?†***