DPR mencurigai pemerintah akan memperpanjang kontrak PT Freeport Indonesia yang akan berakhir pada 2021. Alasannya, hingga kini pemerintah belum berencana menasionalisasi perusahaan tambang asal Amerika Serikat itu.
Anggota Komisi VII DPR Bobby Rizaldi mengatakan, indikasi perpanjangan kontrak karya Freeport tersebut dilihat dari hasil Rapat Koordinasi Politik dan Keamanan antara pemerintah dan DPR mengenai Otonomi Khusus Aceh dan Papua, Senin (3/3).
Dalam rapat tersebut, politisi Golkar itu sempat mempertanyakan apakah keberadaan perusahaan swasta asing, khususnya PT Freeport di Papua dan BP Tangguh di Papua Barat layak untuk dipertahankan atau malah lebih baik dinasionalisasikan saja.
Bobby mengatakan, sejauh ini respons Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Jero Wacik masih ingin fokus pada renegosiasi royalti dengan Freeport.
Sedangkan Gubernur Papua Lukas Enembe menyatakan, poin renegosiasi kontrak karya Freeport bukan hanya 6 item tapi 17 item, yang merupakan syarat untuk memajukan daerah.
“Berdasarkan respons-respons itu, saya menduga pemerintah bakal memperpanjang keberadaan Freeport di Indonesia sampai 2041,†ujarnya kepada
Rakyat Merdeka, kemarin.
Untuk diketahui, Freeport berencana mengajukan perpanjangan kontrak dua tahun sebelum masa kontraknya berakhir pada 2021.
“Menurut kontrak karya kami dapat mengajukan permohonan 2x10 tahun terhitung habisnya produksi 2021. Dengan demikian, dua tahun sebelum 2021 kami harus mengajukan perpanjangan untuk 10 tahun pertama kemudian 10 tahun berikutnya,†kata Presiden Direktur PT Freeport Indonesia Rozik Sotjipto.
Bobby menambahkan, perlakuan pemerintah terhadap Freeport berbeda dengan Inalum atau yang saat ini masih berproses seperti Blok Mahakam. Untuk Inalum dan Blok Mahakam, pemerintah sudah menyiapkan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) untuk mengambil alih keduanya.
Namun dalam pengelolaan kontrak karya Freeport, pemerintah seperti tidak punya opsi lain, tidak menyiapkan BUMN untuk menguasai atau menasionalisasikan Freeport. “DPR harus mengawasi ini, untuk memastikan apakah itu memang opsi yang terbaik bagi rakyat Papua dan Indonesia,†jelas Bobby.
Bobby juga meminta Menteri Jero Wacik merespons lebih tegas surat yang dikirimkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nomor B-402/01-15/02/2014 tanggal 21 Februari 2014. Temuan KPK menyatakan seharusnya negara menerima 330 juta dolar AS, bukan 161 juta dolar AS dari royalti Freeport di Indonesia.
Menanggapi itu, Menteri ESDM Jero Wacik menyerahkan perpanjangan kontrak Freeport kepada pemerintahan yang akan datang. Alasannya, masa jabatannya akan berakhir dalam kurun waktu delapan bulan mendatang.
“Ya ini kan 2021 habis kontraknya, kan ada pemerintahan baru 2014-2019. Feeling saya di pemerintahan baru ini baru ada. Sekarang kan tinggal delapan bulan,†kilah Wacik.
Dia mengaku tidak berani memutuskan tentang perpanjangan kontrak tersebut tahun ini. Alasannya, jika itu dilakukan akan menimbulkan kecurigaan.
“Kalau saya kerjakan selama delapan bulan, diputusin bisa atau nggak nanti kalau buru-buru dicurigai, nanti dikira ada apa-apa,†ungkap dia. ***