Empat tahun lagi Pulau Jawa bakal mengalami krisis listrik. Penyebabnya, pemerintah lamban membangun pembangkit tenaga listrik.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Jero WaÂcik mengatakan, pertumbuhan konsumsi listrik melonjak tajam karena pertumbuhan ekonomi.
Menurut dia, berdasarkan hasil studi PT Perusahaan Listrik NeÂgara (PLN), Pulau Jawa diÂperÂkirakan mengalami krisis listrik pada 2018 akibat perÂtumbuhan beban listrik yang terus meÂningkat. Apalagi, pertumÂbuhan konsumsi listrik per tahun menÂcapai 9 persen.
Wacik mengatakan, krisis lisÂtrik tidak bisa dihindari jika meÂlonÂjaknya konsumsi listrik tak dibaÂrengi dengan pertumÂbuhan peÂnyediaan atau pasokannya.
“Ekonomi yang membaik, pabÂriknya makin banyak, mall makin banyak, hotel makin banyak, jumÂlah penyediaan enerÂgi listrikÂnya kurang. Itulah yang meÂmungÂÂkinÂkan terjadinya krisis listrik di Pulau Jawa,†jelas Wacik di Jakarta, kemarin.
Apalagi, menurutnya, keceÂpatÂÂan membaÂngÂun pembangkit lisÂtrik tidak seÂcepat yang diÂbutuhÂkan. Untuk mengantisiÂpasi itu, pemerintah mesti tamÂbah 5.000 atau 4.000 Megawatt (MW) setiap tahun, terutama di Jawa dan Bali karena tingginya pertumbuhan ekonomi di kedua pulau itu.
Namun, aku Wacik, baÂnyak hamÂbatan untuk memeÂnuhi keÂbuÂtuhan listrik tersebut. HamÂbatan yang terbanyak adalah soal laÂhan, seperti yang terjadi di pemÂbangkit 2X1000 MW di Jawa Tengah. Lahannya belum bebas semua.
Untuk itu, pihaknya akan memÂÂÂbuat pembakit listrik tambaÂhan 7.000 MW yang energi priÂmerÂÂnya menggunakan batuÂbara. Saat ini, pihaknya sedang mengerÂjaÂkan jaringannya. “Kalau pemÂbangÂkitnya sudah oke, jaÂringanÂnya terus paralel,†katanya.
Menurut Wacik, jika pemÂbangit yang berkapasitas 2.000 MW di Jawa Tengah itu telat, maka dengÂan jalannya pemÂbangkit 7.000 MW mesÂkipun baru selesai 2.000 MW- 3.000 MW, bisa mengamankan pasokan selama 2018.
Sekretaris Perusahaan PLN Adi Supriono mengatakan, salah satu upaya yang bisa mengatasi krisis di Jawa pada 2018 dengan memÂbangun pembangkit listrik baru.
Saat ini, katya Adi, pemerintah telah meÂmliki program kerja saÂma dengan swasta untuk memÂbangun pemÂbangkit baru di seÂluruh Indonesia dengan total kaÂpasitas sekitar 17.000 MW.
Program kerja sama pemeÂrinÂtah dengan swasta tersebut, suÂdah ada yang jalan. Namun, berÂbagai kendala masih menyeÂbabkan tiÂdak mulusnya pembaÂngunan pemÂbangkit listrik itu.
Salah satu program kerja sama pemerintah dan swasta adalah Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) berkapasitas 2x1.000 MW. “Tapi masih terÂkenÂdala soal pembebasan lahan yang kurang 15 persen di tempat PLTU akan dibangun,†jelas Adi.
Anggota Komisi VII DPR Bobby Rizaldi meminta pemeÂrinÂtah menyelesaikan permaÂsaÂlahan listrik supaya ramalan soal krisis listrik di 2018 bisa diantisipasi.
“Pemerintah harusnya lebih serius lagi menangani krisis lisÂtrik di setiap wilayah di IndoÂnesia,†ujar Bobby.
Menurut Bobby, pemerintah harus menÂdorong PLN mengemÂbangkan pembangkit yang mengÂgunakan sumber energi terbaruÂkan. PemeÂrintah juga harus menÂdesak PLN agar lebih maksimal mendiriÂkan pembangkit-pemÂbangÂkit listrik baru.
Dalam kurun waktu 2000-2009, lanjut Bobby, Indonesia telah membangun pembangkit listrik dengan laju pertumbuhan 2,4 persen per tahun. Selama kuÂrun waktu tersebut, PLTU dan Pembangkit Listrik Gas Uap (PLTGU) mendominasi kapasiÂtas pembangkit listrik nasional deÂngan pangsa sebesar 33 persen dan 30 persen. ***