RMOL. Pembahasan rancangan revisi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) oleh pemerintah dan DPR sebaiknya ditunda sampai periode mendatang. Tidak tepat momentumnya jika dibahas sekarang, saat anggapan masyarakat masih apatis.
Demikian disampaikan praktisi hukum Taufik Basari (Jumat, 28/2), menanggapi gelombang penolakan terhadap pembahasan revisi RUU KUHP dan KUHAP tersebut. Bahkan yang terbaru, setelah Komisi Pemberantasan Korupsi, giliran Kepolisian dan Mahkamah Agung (MA) yang menolak rencana pemerintah melakukan pembahasan rancangan revisi KUHP dan KUHAP.
Menurutnya, kekisruhan antara lembaga-lembaga tersebut dikarenakan ada kesan terlalu dipaksakan dan terburu-buru dalam pembahasan revisi KUHAP. Walau, pegiat anti korupsi ini juga melihat protes yang dilayangkan oleh Kepolisan dan MA sebenarnya bisa diredam.
“Materi dalam revisi tersebut sudah baik, ada semangat untuk perlindungan hak asasi manusia. Sekalipun ada protes seperti itu, itulah gunanya ada rencana penundaan, masih ada kesempatan untuk mengubah isi materinya, semua elemen harus dilibatkan agar implementasinya pun berjalan baik nantinya,†tutur Alumni Northwestern University, Chicago, Amerika Serikat.
Keberatan terhadap revisi KUHAP awalnya disuarakan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang menentang penghapusan pasal tentang penyelidikan karena dinilai sebagai upaya pelemahan wewenang lembaga anti rasuah. Penolakan ini disusul oleh MA terkait dengan pasal dimana MA tak bisa menjatuhkan hukuman lebih berat daripada putusan pengadilan tingkat pertama atau pengadilan tinggi. Keberatan lainnya datang dari Kepolisian yang juga menolak penghapusan kewenangan penyelidikan. [
zul]