Kerusakan jalan, khususnya di wilayah Ibukota Jakarta sudah menjadi momok menakutkan bagi pengendara baik roda empat maupun roda dua. Apalagi jalan- jalan rusak itu tidak dilengkapi rambu atau isyarat agar pengendara lebih waspada. Akibatnya, kecelakaan sering terjadi karena jalan rusak.
Kerusakan jalan yang kian parah, tidak lagi sekadar memicu kemacetan lalu lintas semata. Tetapi sudah membahayakan jiwa para pengguna jalan. Bahkan, kerusakan jalan yang merupakan sebagai sarana utama trasportasi, juga telah mematikan kreatifitas dan produktivitas masyarakat.
Karena itu, Indonesia Traffic Watch (ITW) mendesak Pemerintah sebagai penyelenggara lalu lintas dan angkutan jalan harus bertanggungjawab dan segera memperbaiki jalan-jalan yang rusak tersebut. Pemerintah tidak boleh beralasan belum menerima laporan, atau masih menunggu anggaran. Sebab aparat pemerintah ada hingga di tingkat kelurahan. Maka, tidak ada alasan belum menerima laporan.
"Pemerintah juga tidak harus menunggu anggaran untuk melakukan perbaikan jalan rusak. Karena, bisa menggunakan Dana Preservasi Jalan (DPJ) yang dikelola oleh unit yang bertanggungjawab kepada Menteri di bidang jalan," jelas Ketua Presidium ITW, Edison Siahaan, dalam keterangan persnya (Selasa, 25/2).
Penggunaan dana Preservasi tersebut secara tegas diatur dalam Pasal 29 UU 22/2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Disebutkan, untuk mendukung pelayanan lalu lintas dan angkutan jalan yang aman, selamat, tertib dan lancar, maka kondisi jalan harus dipertahankan. Sehingga diperlukan Dana Preservasi Jalan yang dapat digunakan secara khusus untuk kegiatan pemeliharaan, rehabilitasi dan rekonstruksi jalan.
"Sayangnya, pengelolaan DPJ tidak transparan. Bahkan pemerintah belum pernah menggunakan DPJ, dan menjelaskan jumlah DPJ yang terhimpun sejak 2009," ungkapnya.
Sebenarnya perbaikan jalan rusak sudah terang benderang, dan tidak ada masalah. Karena didukung anggaran yang berasal dari APBN atau APBD. Kemudian ada Dana Preservasi Jalan yang digunakan secara khusus untuk pemeliharaan kondisi jalan.
"Maka, tidak ada lagi celah untuk dijadikan alasan penundaan perbaikan jalan. Kecuali siap menerima gugatan para korban yang terluka atau yang tewas sia-sia di jalan raya karena kecelakaan akibat jalan rusak," tandasnya.
[zul]