Penolakan diskusi dan bedah buku karya Harry A. Poeze "Tan Malaka, Gerakan Kiri dan Revolusi Indonesia jilid 4" di berbagai kota seperti di Surabaya disayangkan. Penolakan itu disebut sebagai skandal besar karena telah menabrak rambu-rambu konstitusi, HAM, dan perkembangan ilmu pengetahuan.
Demikian disampaikan dosen FISIP UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Andar Nubowo kepada Rakyat Merdeka Online (Rabu, 19/2).
Andar menjelaskan, UUD 1945 menjamin warga negara untuk berserikat, dan berkumpul, mendapatkan akses informasi dan pengetahuan. Hal itu merupakan hak warga negara yang paling asasi. Pelarangan diskusi jelas menghambat dan menghalangi kebutuhan warga akan pengetahuan.
"Dengan demikian, pelarangan diskusi Tan Malaka, pejuang dan penggagas Republik ini, merupakan tindakan premanisme (vigilante) yang dilandasi semangat anti Konstitusi, HAM dan ilmu Pengetahuan. Kelompok vigilan ini pada dasarnya kaum anarkis yang tidak tahu sejarah Republik," tegas Andar.
Karena itu, dia menegaskan, pemerintah sudah semestinya menindak provokasi, ancaman, pelarangan dan pembubaran diskusi buku Tan Malaka yang dilakukan oleh kelompok vigilan tersebut. Karena pemerintah berhak dan wajib bersikap tegas, demi terjaminnya Konstitusi, HAM dan Iptek di Indonesia. Sebab, mereka ini musuh kebebasan ruang publik dan demokrasi yang sedang dibangun.
"Perjungan dan pemikiran Tan Malaka harus dikaji oleh setiap anak bangsa. Termasuk para caleg dan Capres Pemilu 2014, supaya tahu bagaimana mengelola Republik ini," jelas kandidat doktor di Ecole des Hautes Etudes en Sciences Sociales (EHESS), Paris, Perancis ini.
Pasalnya, dia menambahkan, Tan Malaka begitu besar jasanya bagi sejarah Republik dan juga pencerahan pemikiran bangsa. Jasa-jasanya, sejarah dan gagasannya perlu dikaji dan digali secara berimbang dan objektif.
"Tak ada gading yang tak retak. Sebuah sejarah pemikiran dan aksi pasti mengandung kelemahan, kekurangan, dan bersifat nisbi. Untuk itu, mengkaji Tan Malaka secara kritis dan objektif serta terbuka amat bermanfaat bagi pemajuan masa depan Republik yang kita cintai ini," bebernya.
Terkait hal itu pula lah, dia mengapresiasi Gubernur Jateng GanjarPranowo yang hadir pada diskusi buku tersebut yang digelar di Universitas Diponegoro, Semarang, kemarin. "Ganjar patut diapresiasi sebagai dukungan pada kebebasan publik, HAM, dan ilmu pengetahuan," tandasnya.
[zul]