Polda Metro Jaya dinilai menelantarkan laporan PT Mitra Integrasi Komputindo (MIK) atas kejahatan yang diduga dilakukan oleh Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI). Sejak Juni 2013 laporan dugaan tindak pidana hak cipta atas program komputer dalam format dan platform sistem pembelajaran dan pelatihan (e-learning) sertifikasi keagenan asuransi jiwa yang dimiliki oleh PT MIK itu tak ada kejelasannya.
"Sejak dilaporkan kasus ini tak kunjung ada kejelasan. Polisi harusnya bisa bersikap profesional, kasus ini terkesan mandek begini-begini saja," terang Jurubicara PT MIK, Ferdi Arminus, saat berbincang dengan Rakyat Merdeka Online, Jumat (17/1).
Menurut Ferdy, pelaporan awalnya dilakukan lantaran pada Mei 2013 lalu pihak MIK menemukan media cakram yang berisi format multimedia perusahaannya digunakan oleh salah satu perusahaan asuransi yang bernaung dalam AAJI. Perusahaan itu adalah asuransi jiwa prudential. Hal itu, kata dia, juga diduga melibatkan Ketua dan Penanggung Jawab AAJI, Hendrisman Rahim, serta Direktur Eksekutif AAJI, Benny Waworuntu.
"Kuat dugaan bahwa pelanggaran pidana hak ciptanya sangat kental dan kasat mata atas program yang kami ciptakan. Apalagi 90 persen konten ciptaan yang ditemukan dalam cakram (kepingan CD) milik AAJI mengandung persamaan dengan konten ciptaan milik MIK," kata dia.
PT MIK, lanjut Ferdy, sebenarnya sudah sejak tahun 2006 kerja sama dengan pihak AAJI atas penyedian program pembelajaran dan pelatihan keagenan asuransi. Tapi, belakangan atau tepatnya akhir Februari 2013 lalu, AAJI memutuskan kontrak kerjasama dengan MIK dan anak usahanya, PT Digital Fidusia Indonesia (FDI). Padahal, saat itu, MIK dan FDI tengah menunggu respon AAJI tentang usulan penurunan harga sertifikasi.
"Sekarang terkesan seperti mereka (AAJI) pasang badan. Seakan-akan merasa hebat karena punya uang," terangnya.
Menurut dia, bukan hanya MIK dan FID yang mengalami kerugian akibat ulah dari AAJI ini. Para agen-agen asuransi yang disaring untuk mendapatkan program pembelajaran oleh AAJI juga merasakan hal yang sama. Bahkan, tak sedikit dari 119 ribu agen yang ada di Indonesia terang-terangan mengeluh di akun jejaring sosial komunitas agen asuransi.
"Hampir 80 persen dari para agen yang mengikuti program sertifikasi sekarang ini dinyatakan tidak lulus dan harus mengulang kembali (retake)," kata Ferdy menceritakan salah satu curhat dari agen yang tak mau disebutkan namanya itu.
Padahal, kata dia, untuk mengikuti program sertifikasi oleh AAJI itu tidak gratis. Para agen harus mengeluarkan kocek yang tidak sedikit untuk mengikuti program ini termasuk biaya untuk mengulang tes kembali.
"Salah seorang agen bahkan menyatakan bahwa AAJI itu harus diaudit‎," terangnya.
Karenanya, dia berharap polisi bisa lebih jeli dalam menangani kasus ini, dan segera menindaklanjuti pelaporannya dan mengambil langkah tegas terhadap AAJI, utamanya Ketua dan Penanggung Jawab AAJI, Hendrisman Rahim, serta Direktur Eksekutif AAJI, Benny Waworuntu. Adapun Benny, diketahui telah menjalani pemeriksaan di Polda Metro Jaya, Kamis (16/1) kemarin.
[rus]