Anggota Komisi II DPR RI asal Fraksi Partai Golkar, Chairun Nisa, didakwa sebagai perantara suap dari Bupati Gunung Mas, Hambit Bintih, dan pengusaha, Cornelis Nalau Antun, kepada Ketua Mahkamah Konstitusi saat itu, Akil Mochtar.
Demikian dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Chairun Nisa terlibat dalam upaya mempengaruhi putusan sengketa gugatan pilkada Kabupaten Gunung Mas.
Jaksa KPK, Olivia Sembiring, yang membacakan surat dakwaan menyebut bahwa Nisa bersama-sama Akil Mochtar menerima suap SGD (Dolar Singapura) 294,050 ribu, USD 22 ribu, dan Rp 766 ribu atau setara Rp 3 miliar, serta Rp 75 juta, dari Hambit Bintih dan Cornelis.
"Patut diduga pemberian uang dari Hambit Bintih dan Cornelis Nalau untuk mempengaruhi putusan pilkada kabupaten Gunung Mas," kata Jaksa Olivia dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu (8/1).
Jaksa mengisahkan pertemuan antara Hambit dan anak buah dari Ketua Umum Partai Golkar Aburizal Bakrie itu. Hambit meminta Nisa agar mengusahakan dirinya bertemu dengan Akil Mochtar. Selanjutnya, Nisa mengontak Akil menanyakan perkembangan Gunung Mas.
"Akil kemudian menjawab pesan singkat Chairunnisa, 'Kapan mau ketemu? Saya malah mau suruh ulang nih Gunung Mas'," kata Jaksa Olivia meniru isi SMS Akil.
Kemudian, Chairunnisa menghubungi Hambit dan memintanya bertemu dengan Akil di rumah dinas Ketua Mahkamah Konstitusi di Komplek Widya Chandra, Jakarta Selatan. Hambit lantas bertemu Akil dan dia menyanggupi memberikan sejumlah uang sesuai permintaan Akil. Akil lantas menghubungi Chairun Nisa mengatakan soal pembicaraannya dengan Hambit.
"Akil kemudian mengirim pesan singkat kepada Chairun Nisa berisi,' Besok sidang. Kemarin pemohonnya sudah ketemu saya. Bupatinya. Tapi saya minta lewat Bu Nisa saja'," sambung Jaksa Olivia.
Hambit kemudian menghubungi pengusaha Cornelis Nalau dan meminta menyiapkan sejumlah uang untuk diberikan kepada Akil. Chairun Nisa kemudian menemui Hambit di rumahnya, Jalan Tjilik Riwut kilometer 3,5, Kalimantan Tengah. Hambit kemudian memberikan uang Rp 75 juta kepada Chairunnisa. Saat itu, Chairunnisa juga memperlihatkan pesan singkat dari Akil kepada Hambit, yang isinya adalah Akil minta imbalan Rp 3 miliar dan diberikan dalam bentuk Dolar Amerika. Hambit menyanggupi.
Pada 2 Oktober 2013, Chairun Nisa mengontak Akil untuk memberikan duit suap dari Hambit dan Cornelis. Akil menyanggupi akan menerima duit itu di rumah dinas MK, Jalan Widya Chandra III nomor VII, Jakarta Selatan. Saat itu, Chairun Nisa datang bersama Cornelis membawa duit suap itu, dan tak lama kemudian langsung disergap tim KPK.
Dakwaan Chairunnisa disusun dalam bentuk alternatif. Dia didakwa dengan Pasal 12 huruf c UU 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU 20/2001 juncto pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHPidana, atau pasal 11 UU 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU 20/2001 juncto pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.
Mengacu pada pasal di atas, Nisa terancam pidana penjara maksimal 20 tahun.
[ald]