Berita

gita wirjawan/net

Gita Wirjawan Salah Kaprah, Subsidi Pertanian Kok Diperjuangkan di Sidang WTO

SELASA, 03 DESEMBER 2013 | 10:00 WIB | LAPORAN: ZULHIDAYAT SIREGAR

Subsidi pertanian merupakan kepentingan nasional. Sehingga besarannya disesuaikan dengan kebutuhan di tiap negara bukan dilahirkan dari negosiasi di forum internasional.

"Kedua, pangan merupakan salah satu instrumen kekuatan nasional, maka kebijakan pangan nasional haruslah independen, tidak boleh di bawah tekanan negara-negara maju," jelas Ketua Eksekutif IHCS (Indonesian Human Rights Committee for Social Justice), Gunawan, pagi ini.

Gunawan mengungkapkan itu menanggapi pernyataan Menteri Perdagangan Gita Wirjawan. Gita sebelumnya mengatakan, Indonesia akan mengupayakan peningkatan subsidi pertanian dari 10 persen menjadi 15 persen bagi negara berkembang dan miskin dalam Konferensi Tingkat Menteri Negara-Negara Anggota Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) ke-9 di Bali, 3-6 Desember 2013.


"Kita mengedepankan semangat bahwa tidak mungkin kita maju tanpa kita melakukan subsidisasi di sektor pertanian," kata Gita.

Menurut Gunawan, pengurangan subsidi pertanian dan keharusan membukan kran impor pertanian dan pangan selebar-lebarnya, yang didorong negara-negara maju akan menghancurkan petani dan memunculkan monopoli pangan dan benih oleh perusahaan transnasional yang bergerak di bidang pertanian dan pangan.

"Dan kini ketika progam pembaruan agraria tidak berjalan maka perusahaan-perusahaan tersebut juga akan melakukan penguasaan tanah skala luas, t egas pendiri Gerak Lawan (Gerakan Rakyat Melawan Neo Kolonialisme dan Imperialisme) ini.
 
Laporan Dewan HAM PBB tahun 2012 telah menunjukkan bahwa krisis pangan dewasa ini justru menimbulkan diskriminasi terhadap petani dan masyarakat yang bekerja di pedesaan. Sedangkan, amanat UUD 1945 adalah jelas bahwa APBN dan Kekayaan Alam harus dipertanggungjawabkan dan bisa untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.

"Hasil persidangan Dewan HAM PBB, mandat UUD 45, dan tersendatnya negosiasi pertanian di perundingan WTO, harusnya menjadi mandat pemerintah Indonesia untuk menyatakan bahwa WTO harus keluar dari pertanian, bahkan WTO harus berakhir di Bali, untuk kemudian membangun tata dunia baru," tandasnya.  [zul]

Populer

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

Kejagung Ancam Tak Perpanjang Tugas Jaksa di KPK

Sabtu, 20 Desember 2025 | 16:35

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

Kajari Bekasi Eddy Sumarman yang Dikaitkan OTT KPK Tak Punya Rumah dan Kendaraan

Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07

OTT Beruntun! Giliran Jaksa di Bekasi Ditangkap KPK

Kamis, 18 Desember 2025 | 20:29

UPDATE

KPK Siap Telusuri Dugaan Aliran Dana Rp400 Juta ke Kajari Kabupaten Bekasi

Rabu, 24 Desember 2025 | 00:10

150 Ojol dan Keluarga Bisa Kuliah Berkat Tambahan Beasiswa GoTo

Rabu, 24 Desember 2025 | 00:01

Tim Medis Unhas Tembus Daerah Terisolir Aceh Bantu Kesehatan Warga

Selasa, 23 Desember 2025 | 23:51

Polri Tidak Beri Izin Pesta Kembang Api Malam Tahun Baru

Selasa, 23 Desember 2025 | 23:40

Penyaluran BBM ke Aceh Tidak Boleh Terhenti

Selasa, 23 Desember 2025 | 23:26

PAN Ajak Semua Pihak Bantu Pemulihan Pascabencana Sumatera

Selasa, 23 Desember 2025 | 23:07

Refleksi Program MBG: UPF Makanan yang Telah Berizin BPOM

Selasa, 23 Desember 2025 | 23:01

Lima Tuntutan Masyumi Luruskan Kiblat Ekonomi Bangsa

Selasa, 23 Desember 2025 | 22:54

Bawaslu Diminta Awasi Pilkades

Selasa, 23 Desember 2025 | 22:31

Ini yang Diamankan KPK saat Geledah Rumah Bupati Bekasi dan Perusahaan Haji Kunang

Selasa, 23 Desember 2025 | 22:10

Selengkapnya