Berita

Suparman Marzuki/net

Indonesia Negara Hukum, Tapi Masyarakat Tidak Percaya Proses Penegakan Hukum

SABTU, 23 NOVEMBER 2013 | 22:50 WIB | LAPORAN: ZULHIDAYAT SIREGAR

.Indonesia sebagai negara hukum sangat ironis. Karena adanya ketidakpercayaan masyarakat terhadap penegakan hukum.

Demikian disampaikan Ketua Komisi Yudisial Suparman Marzuki saat menyampaikan ceramah dalam acara acara Tanwir II Pemuda Muhammadiyah dengan tema "Transformasi Kader untuk Kepemimpinan Bangsa yang Berkarakter" di Hotel Aryaduta Pekanbaru, Riau, petang ini (Sabtu, 23/11).

"Sekarang ini masih tertumpu pada KPK. Ini memperihatinkan. Negara hukum, tapi proses peradilan hukum tidak dihormati," jelasnya.


Ketidakpercayaan kepada proses hukum karena prinsip peradilan yang fair, mulai dari kepolisian, kejaksaan, pengadilan, sampai di lembaga pemasyarakatan, dilanggar. Selain itu, prinsip independensi dan impersalialitas juga tidak diperhatikan.

Meski begitu, menurutnya, hal itu terjadi karena negara tidak bersungguh-sungguh menegakkan hukum. Salah satu indikasinya, anggaran atau gaji yang rendah. "Hakim Agung di Singapura itu gajinya 450 juta per bulan. Hakim agung kita 30 juta. Bagai langit dan sumur bor," katanya membandingkan.

Sebagai lembaga pengawasan hakim, KY setidaknya melakukan dua hal untuk memperbaiki proses penegakan hukum di Indonesia. Pertama, pencegahan. Dia menjelaskan, bagi hakim yang kurang wawasan dan ilmu pengetahuan, KY menggelar berbagai pelatihan dan memasok buku-buku.

Sementara terkait dugaan hakim melanggar etika karena anggaran yang kurang, KY memperjuangkan agar gaji ditingkatkan. "Sekarang, 0 tahun, mulai jadi hakim, gajinya hampir 10 juta. Kalau di Papua, ditambah tunjangan 10 juta. Berarti 20 juta. Tinggi sekarang gajinya. Ini dalam rangka pencegahan," ungkapnya.

Tak hanya itu, KY juga memantau persidangan dengan dua cara, tertutup dan terbuka. "Aparat dan anggaran terbatas. Kita kerja sama dengan Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama, perguruan tinggi, LSM, juga membentuk posko dan jejaring untuk menerima laporan masyarakat terkait adanya dugaan pelanggaran kode etik," tandasnya.

Meski begitu, dia mengakui hal itu belum maksimal. Karena diakuinya membenahi bidang hukum itu lebih sulit bila dibanding dengan politik. Kalau di politik, ada masa perbaikan lima tahun sekali. Kalau memang anggota Dewan tidak bagus, jangan dipilih lagi pada masa Pemilu mendatang. Semantara hakim atau di bidang hukum tidak demikian. [zul]

Populer

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

Kejagung Ancam Tak Perpanjang Tugas Jaksa di KPK

Sabtu, 20 Desember 2025 | 16:35

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

Kajari Bekasi Eddy Sumarman yang Dikaitkan OTT KPK Tak Punya Rumah dan Kendaraan

Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07

OTT Beruntun! Giliran Jaksa di Bekasi Ditangkap KPK

Kamis, 18 Desember 2025 | 20:29

UPDATE

KPK Siap Telusuri Dugaan Aliran Dana Rp400 Juta ke Kajari Kabupaten Bekasi

Rabu, 24 Desember 2025 | 00:10

150 Ojol dan Keluarga Bisa Kuliah Berkat Tambahan Beasiswa GoTo

Rabu, 24 Desember 2025 | 00:01

Tim Medis Unhas Tembus Daerah Terisolir Aceh Bantu Kesehatan Warga

Selasa, 23 Desember 2025 | 23:51

Polri Tidak Beri Izin Pesta Kembang Api Malam Tahun Baru

Selasa, 23 Desember 2025 | 23:40

Penyaluran BBM ke Aceh Tidak Boleh Terhenti

Selasa, 23 Desember 2025 | 23:26

PAN Ajak Semua Pihak Bantu Pemulihan Pascabencana Sumatera

Selasa, 23 Desember 2025 | 23:07

Refleksi Program MBG: UPF Makanan yang Telah Berizin BPOM

Selasa, 23 Desember 2025 | 23:01

Lima Tuntutan Masyumi Luruskan Kiblat Ekonomi Bangsa

Selasa, 23 Desember 2025 | 22:54

Bawaslu Diminta Awasi Pilkades

Selasa, 23 Desember 2025 | 22:31

Ini yang Diamankan KPK saat Geledah Rumah Bupati Bekasi dan Perusahaan Haji Kunang

Selasa, 23 Desember 2025 | 22:10

Selengkapnya