Berita

mahkamah konstitusi/net

Hukum

Cacat Perppu Penyelamatan MK Makin Kentara

SABTU, 19 OKTOBER 2013 | 10:14 WIB | LAPORAN: ALDI GULTOM

Dasar pertimbangan keluarnya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perpu) Penyelamatan Mahkamah Konstitusi mudah sekali digugat.

Anggota Komisi III DPR RI, Sarifuddin Sudding, menyatakan, konsideran hukum atau pertimbangan hukum formal yang melandasi keluarnya Perppu adalah bahwa MK tak bisa lagi diharapkan akibat kasus dugaan korupsi yang dilakukan salah satu hakim konstitusi, Akil Mochtar.

"Kalau melihat dasar pertimbangan ini, kita melihat bahwa setelah penahanan Akil Mochtar terjadi para hakim konstitusi ini masih menjalankan tugasnya, bahkan mereka masih keluarkan tujuh putusan yang sampai saat ini tidak menimbulkan masalah," ujar Sudding dalam diskusi "Ada Ragu di Balik Perppu", di Warung Daun, Cikini, Jakarta, Sabtu (19/10).


Pentolan Partai Hanura ini menegaskan bahwa pada intinya Perppu ini bertentangan dengan konstitusi (UUD 1945). Ia tak membantah bahwa penerbitan Perppu merupakan kewenangan presiden, tapi disitu ada syarat "kegentingan yang memaksa". Masalahnya, penahanan Akil Mochtar tidak menimbulkan kegentingan apapun karena MK masih menjalankan tugas-tugasnya dengan baik.

Ia juga mengkritik isi Perppu yang menyatakan, persyaratan untuk menjadi hakim konstitusi adalah minimal 7 tahun tak aktif di partai politik. Sudding tegaskan, tidak ada jaminan bahwa orang yang tidak berasal dari parpol maka moralitas dan perlilakunya pasti bersih.

"Jadi ini perbuatan oknum, bukan persoalan orang parpol atau bukan. Kalau kita lihat Patrialis Akbar dan Hamdan Zoelva, dua hakim konstitusi diusulkan presiden dan berasal dari parpol," ujarnya.

Masalah lain dari Perppu Penyelamatan MK adalah di pembentukan panel ahli untuk perekrutan atau seleksi hakim konstitusi. Panel Ahli ini mengambil alih kewenangan tiga lembaga (MA, DPR dan Presiden) yang mengacu pada konstitusi.

Persoalan krusial terakhir adalah soal Majelis Kehormatan Hakim Konstitusi yang dibentuk bersama oleh Mahkamah Konstitusi dan Komisi Yudisial. Dia ingatkan, MK pernah membatalkan fungsi pengawasan KY terhadap hakim MK yang termuat dalam UU No. 22 Tahun 2004 tentang KY, pada tahun 2006. [ald]

Populer

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

Kajari Bekasi Eddy Sumarman yang Dikaitkan OTT KPK Tak Punya Rumah dan Kendaraan

Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07

Terlibat TPPU, Gus Yazid Ditangkap dan Ditahan Kejati Jawa Tengah

Rabu, 24 Desember 2025 | 14:13

UPDATE

Kepala Daerah Dipilih DPRD Bikin Lemah Legitimasi Kepemimpinan

Jumat, 26 Desember 2025 | 01:59

Jalan Terjal Distribusi BBM

Jumat, 26 Desember 2025 | 01:39

Usulan Tanam Sawit Skala Besar di Papua Abaikan Hak Masyarakat Adat

Jumat, 26 Desember 2025 | 01:16

Peraih Adhyaksa Award 2025 Didapuk jadi Kajari Tanah Datar

Jumat, 26 Desember 2025 | 00:55

Pengesahan RUU Pengelolaan Perubahan Iklim Sangat Mendesak

Jumat, 26 Desember 2025 | 00:36

Konser Jazz Natal Dibatalkan Gegara Pemasangan Nama Trump

Jumat, 26 Desember 2025 | 00:16

ALFI Sulselbar Protes Penerbitan KBLI 2025 yang Sulitkan Pengusaha JPT

Kamis, 25 Desember 2025 | 23:58

Pengendali Pertahanan Laut di Tarakan Kini Diemban Peraih Adhi Makayasa

Kamis, 25 Desember 2025 | 23:32

Teknologi Arsinum BRIN Bantu Kebutuhan Air Bersih Korban Bencana

Kamis, 25 Desember 2025 | 23:15

35 Kajari Dimutasi, 17 Kajari hanya Pindah Wilayah

Kamis, 25 Desember 2025 | 22:52

Selengkapnya