KPK memeriksa anggota Komisi X DPR I Wayan Koster sebagai saksi untuk tersangka kasus korupsi PON Riau, Gubernur Riau Rusli Zainal (RZ), kemarin.
Koster yang mengenakan batik merah, tiba di Gedung KPK pukul 9.30 pagi. Tangan kanannya menenteng map. Ditanya apakah pernah mengurus penambahan anggaran PON, Koster menjawab tidak.
Kata dia, pembahasan dana untuk PON memang ada, namun tidak ada penambahan. “Hanya dipakai dari anggaran Kemenpora untuk penyelenggaraan PON sebesar 100 miliar. Itu saja,†kata Koster, sambil bergegas masuk ke Gedung KPK.
Selain mengorek keterangan Koster, kemarin, KPK juga memeriksa bekas Kepala Dinas Pemuda dan Olahraga Pemprov Riau Lukman Abbas. Namun, pemeriksaaan terhadap Lukman dilakukan di Pekanbaru, Riau.
Koster diperiksa selama 4,5 jam. Pukul 2 siang, dia keluar. Menurut Koster, pemeriksaannya ini mengenai pembahasan anggaaran PON di Komisi X DPR. Dia mengaku tak terlalu mengetahui pembahasan itu. Alasannya, dia tidak begitu aktif dalam rapat-rapat yang digelar komisi X. “Saya hanya memberi informasi yang saya ketahui,†ujarnya.
Menurut Koster, penyelenggaraan PON itu merupakan tanggung jawab pemerintah pusat, sehingga tidak ada lobi-lobi untuk mencairkan dana tersebut.
“Karena itu memang tugas pemerintah pusat yang harus membiayai,†ucapnya.
Ditanya, apakah pernah bertemu Gubernur Riau Rusli Zainal yang kini menjadi tersangka kasus PON, Koster menjawab tidak pernah. “Saya tidak kenal Rusli,†akunya.
Sejauh ini, KPK telah mengorek keterangan lima anggota DPR dan seorang bekas anggota DPR sebagai saksi kasus PON Riau. Dari Fraksi Partai Golkar yang diperiksa sebagai saksi adalah Setya Novanto, Kahar Muzakir dan Rully Chairul Azhar. Dari Fraksi PDIP Utut Hadianto dan I Wayan Koster. Sedangkah bekas anggota Fraksi Partai Demokrat DPR yang diperiksa sebagai saksi adalah Angelina Sondakh. Angelina, seperti diketahui, telah menjadi terpidana kasus yang lain.
Sehari sebelum pemeriksaan Koster, KPK mengorek keterangan Angelina Sondakh sebagai saksi kasus PON Riau. Bekas Putri Indonesia itu diperiksa lima jam.
Disinggung mengenai dugaan keterlibatan sejumlah anggota DPR, dia tersenyum.
Menurutnya, banyak pertanyaan yang diajukan penyidik kepadanya. “Banyak, banyak,†kata Angelina yang sudah sudah dua kali diperiksa dalam kasus ini.
Menurut Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto, pemeriksaan sejumlah anggota Komisi X DPR sebagai saksi untuk mengkonfirmasi peningkatan biaya-biaya dalam pendanaan PON. “Itu kan harus minta konfirmasi dari anggota DPR,†katanya.
Apakah akan dibuka penyidikan baru ke arah sejumlah anggota DPR? Kata Bambang, saat ini pihaknya masih berkonsentrasi menyelesaikan berkas perkara RZ. Namun, jika ada informasi dari persidangaan yang bisa dipakai untuk mengembangkan kasus ini ke pihak lain, maka KPK segera melakukan kajian.
Semua pemanggilan saksi, jelas Bambang, berkaitan dengan konfirmasi dari informasi yang diberikan saksi-saksi sebelumnya. Termasuk temuan saat melakukan penggeledahan di ruang kerja anggota DPR Setya Novanto dan Kahar Muzakir.
“Sehingga bisa jelas nanti unsur-unsur yang akan dirumuskan dalam dakwaan,†tandasnya.
Setya Novanto usai diperiksa selama lima jam Senin (19/8) lalu, tidak banyak berkomentar.
“Tidak ada yang lain, seperti yang dulu-dulu,†kata Bendahara Umum Partai Golkar ini.
Setya juga membantah pernah menerima uang dari Lukman Abbas yang sekarang telah menjadi terpidana kasus ini. “Seperti yang disampaikan di bawah sumpah di pengadilan Lukman Abbas dulu,†ujarnya.
Pada Kamis (22/8), KPK memeriksa anggota DPR Utut Adianto. Tak banyak komentar yang keluar dari bekas atlet catur nasional ini. “Sudah saya sampaikan semuanya,†kata Utut.
Sehari kemudian giliran Rully Chairul Azhar yang diperiksa KPK. Kata dia, proses penganggaran tersebut sudah sesuai mekanisme.
Rully mengaku tidak intens mengenai proses peningkatan anggaran PON. Terutama dalam proses permintaan bantuan PON dari dana APBN sekitar Rp 290 miliar. Dia menambahkan, anggaran selalu dibahas berdasarkan Rencana Kerja Kementerian dan Lembaga (RKKL).
Dia pun membantah ada bagi-bagi fee ketika peningkatan anggaran PON berjalan mulus. “Saya tidak tahu dan mungkin saya tegaskan, saya jawab tidak ada.â€
Menurut Rully, saat proses peningkatan anggaran itu dibahas di Komisi X, dia sudah tak ikut karena sudah dilantik menjadi Ketua Fraksi Golkar MPR.
Pada Senin (26/8) giliran Kahar Muzakir yang diperiksa. Dia mengaku hanya ditanyai sekitar penganggaran PON. “Cuma sampai di situ saja,†ujar Kahar.
Kahar juga mengaku tak tahu mengenai dugaan ada dana mengalir ke sejumlah anggota DPR. “Wah, saya tidak tahu itu. Tidak ada itu. Pokoknya soal penganggaran, itu saja,†akunya.
Kilas Balik
Andi Dan Agung Juga Jadi Saksi
Bukan hanya mengorek keterangan anggota DPR, KPK juga memeriksa bekas Menteri Pemuda dan Olahraga Andi Mallarangeng dan Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat Agung Laksono sebagai saksi kasus suap penganggaran PON Riau.
Tiba di Gedung KPK pukul 10 pagi pada 22 Agustus lalu, Andi yang berbatik biru lengan panjang mengumbar senyum. “Saya dipanggil untuk kasus PON Riau, karena saat itu saya sebagai Menpora. Saya akan menyampaikan apa yang diajukan, saya siap menjelaskan,†katanya.
Andi diperiksa penyidik selama lima jam. Tak banyak komentar yang dikeluarkannya. Dia mengaku ditanyai mengenai penganggaran yang diberikan Kemenpora. “Saya jelaskan mengenai hal-hal yang ditanyakan kepada saya, terutama menyangkut penganggaran dari Kemenpora. Itu saja,†katanya.
Dia juga membantah menerima duit dari penganggaran PON Riau. “Tidak. Nggak ada. Nggak ada itu,†bantah Andi. Selebihnya, Andi yang ditemani kuasa hukumnya, Ifdhal Kasim, tidak merespons pertanyaan lain.
Sebelumnya, KPK juga telah dua kali memeriksa Menkokesra Agung Laksono sebagai saksi kasus ini. Antara lain pada Juli 2012. Usai diperiksa pada tahun lalu, Agung mengaku pernah mengikuti rapat dengan Gubernur Riau Rusli Zainal (tersangka) serta Menpora Andi Mallarangeng (sekarang mantan) yang membahas anggaran PON Riau.
Namun, Agung membantah bahwa Rusli melobi dirinya pada rapat itu untuk menambah anggaran pembangunan fasilitas PON 2012. Menurut Agung, rapat yang berlangsung di kantornya itu hanya rapat koordinasi biasa. Rapat itu, katanya, hanya membahas masalah realisasi anggaran PON yang berjalan lambat. “Ini masalah realisasi anggaran, bukan penambahan anggaran,†kata Agung.
Agung juga membantah pernah meminta Menteri Keuangan mencairkan dana hibah Rp 120 miliar untuk PON atas rekomendasi Menpora. Terkait PON Riau, Kemenpora mengucurkan dana hibah kepada Pemerintah Provinsi Riau sebesar Rp 100 miliar.
Adanya dana hibah dari Kemenpora ini, diakui Deputi IV Bidang Peningkatan Prestasi Olahraga Kemenpora Djoko Pekik seusai diperiksa KPK sebagai saksi.
Pembahasan Anggaran Libatkan Dua Pihak
Hifdzil Alim, Peneliti PUKAT UGM
Pengamat hukum dari LSM Pusat Kajian Antikorupsi Universitas Gadjah Mada (PUKAT UGM) Hifdzil Alim menyatakan, sudah seharusnya KPK memeriksa semua pihak yang diduga terlibat kasus PON Riau. Termasuk pihak legislatif, sebagai pihak yang menyetujui atau menolak usulan pencairan anggaran.
Hifdzil menegaskan, tindak pidana korupsi tidak mungkin dilakukan sendirian. Kasus korupsi adalah kejahatan extraordinary. “Dinamakan luar biasa karena dalam melakukan kejahatannya di antaranya rapi dan terencana,†ucap Hifdzil.
Menurut dia, pembahasan anggaran untuk mencairkan dana Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) selalu melibatkan dua pihak. Yakni eksekutif dan legislatif.
Karena itu, jika dari pihak eksekutif sudah dijadikan tersangka, maka KPK perlu menelusuri dan mencari keterangan dari pihak legislatif. “Artinya wajar saja anggota DPR juga diperiksa,†kata Hifdzil.
Hifdzil mengatakan, modus korupsi yang melibatkan pembahasan anggaran sama saja dengan yang terjadi di daerah. Jika di daerah biasanya melibatkan pihak pemerintah daerah dengan pihak DPRD, maka di tingkat pusat adalah pihak kementerian dengan pihak DPR. “Baik mikro maupun makro sama saja modusnya,†kata dia.
Modus lain, kata Hifdzil, pihak pemerintah daerah menggunakan pihak partai politik untuk mengawal pencairan anggaran tersebut.
“Jadi peran pihak partai politik besar dalam kasus-kasus korupsi,†ucapnya.
Sebab itu, Hifdzil berharap, KPK terus mendalami proses peningkatan anggaran PON.
Apakah proses itu sesuai prosedur atau ada fee untuk sejumlah anggota DPR di Komisi X, seperti yang pernah diungkapkan terpidana Lukman Abbas, bekas Kepala Dinas Pemuda dan Olahraga Pemprov Riau di Pengadilan Tipikor Pekanbaru, Riau. “Tentu KPK sudah melakukan kajian,†ucapnya.
Prediksi Akan Ada Tersangka Baru
Taslim Chaniago, Anggota Komisi III DPR
Anggota Komisi III DPR Taslim Chaniago mengingatkan, KPK mesti bekerja profesional dalam menangani semua kasus, termasuk kasus PON Riau.
Kata dia, jika ada pihak lain yang diduga terlibat dalam kasus ini, maka KPK harus berani mengungkap pihak tersebut.
“Jika ada indikasi ke pihak lain, maka KPK bisa memeriksa pihak tersebut. Kedudukan semua orang di muka hukum sama,†katanya, kemarin.
Menurut Taslim, pemeriksaan sejumlah anggota Komisi X DPR sebagai bentuk klarifikasi dan validasi dari pemeriksaan sebelumnya. Ia pun mengapresiasi langkah KPK yang telah memeriksa sejumlah anggota DPR itu. Taslim mengatakan, siapa saja boleh diperiksa untuk melengkapi berkas pemeriksaan tersangka.
Melalui pemeriksaan sejumlah saksi itu, dia berharap KPK bisa menemukan data dan bukti untuk mengembangkan kasus tersebut. Menurut dia, bisa saja dalam perjalanannya nanti akan ada tersangka baru.
“Jika ada bukti yang kuat, tak menutup kemungkinan ada tersangka baru,†ucap politisi PAN ini.
Taslim menambahkan, dalam sejumlah kasus korupsi, ada anggota DPR yang terlibat. Hal tersebut karena fungsi yang melekat di DPR, yaitu budgeting atau menyetujui anggaran.
“Ada anggapan, dengan menyuap anggota DPR, maka bisa menggolkan anggaran,†ujarnya.
Selanjutnya, Taslim meminta KPK segera menuntaskan berkas perkara tersangka Rusli Zainal dan segera menyidangkannya. Menurut dia, cepatnya pemberkasan tersangka Rusli untuk menghindarkan kesan tebang pilih. [Harian Rakyat Merdeka]