Penyidik KPK mengorek keterangan anggota DPR Setya Novanto, kemarin. KPK juga memeriksa Direktur PT Findomuda Desain Cipta Sudarto. Setya dan Sudarto diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Rusli Zainal dalam kasus korupsi pelaksanaan pekerjaan venues Pekan Olahraga Nasional (PON) Riau.
Setya yang mengenakan batik biru, tiba di Gedung KPK sekitar pukul 9 pagi ditemani dua staf pribadinya. Tidak ada komentar dari mulut Ketua Fraksi Partai Golkar DPR itu. Setya diperiksa sekitar lima jam. Pukul 2 siang, dia keluar Gedung KPK didampingi kuasa hukumnya, Rudi Alfonso.
Ditanya mengenai pemeriksaannya, Bendahara Umum Partai Golkar ini tidak banyak berkomentar. “Nggak ada yang lain, seperti yang dulu-dulu,†katanya.
Mengenai kesaksian bekas Kepala Dinas Pemuda dan Olahraga Provinsi Riau Lukman Abbas dalam sidang di Pengadilan Tipikor Pekanbaru, Riau, yang menyebut bahwa Setya menerima uang terkait pembangunan venues di PON Riau, Setya mengingatkan bahwa dia telah membantah.
â€Sepeti yang disampaikan di bawah sumpah di pengadilan Lukman Abbas dulu,†ujarnya sambil bergegas ke mobil sedan hitam yang sudah menunggunya.
Dalam kasus ini, KPK telah menggeledah ruang kerja Setya Novanto dan Kahar Muzakir di Gedung DPR.
Kuasa hukum Setya Novanto, Rudi Alfonso menyatakan bahwa pemeriksaan kali ini adalah lanjutan dari perkara Lukman Abbas dalam sidang di Pengadilan Tipikor yang mana Setya Novanto pernah menjadi saksi dalam sidang tersebut. Dalam pemeriksaan kali ini, tak ada hal yang baru yang ditanyakan penyidik kepada Setya.
“Tadi dibutuhkan dua keterangan tambahan, dua tambahan itu mengenai Komisi X dan mengenai surat itu, tapi beliau nggak tahu. Jadi itu aja,†aku Rudi.
Surat yang dimaksud adalah surat dari Pemrov Riau mengenai permintaan tambahan anggaran dari APBN untuk penyelenggaraan PON.
Ia pun membantah bahwa kliennya telah menerima sejumlah uang terkait PON Riau dari Lukman Abbas. Menurut Rudi, pernyataan bahwa Lukman memberikan sejumlah uang kepada Setya adalah pengakuan sepihak.
“Bahwa Lukman menerima uang itu kan terbukti. Tetapi dia mau lempar uang itu kemana, mungkin saja dia yang tahu sendiri. Tanyakan saja sama dia. Karena sampai saat ini, nggak ada uang itu kita terima,†kata Rudi.
Rudi juga membantah pernah ada pertemuan antara Setya Novanto dengan Rusli Zainal yang membahas anggaran PON di ruangan Setya di Gedung DPR. Kata Rudi, pertemuan pada Februari itu adalah pertemuan partai biasa.
Saat itu, Rusli Zainal datang ke ruangan Setya untuk mengundangnya dalam sebuah acara partai di Riau. Dalam pertemuan tersebut, hadir juga dua orang staf Rusli Zainal yang belakangan diketahui adalah Lukman Abbas.
“Itu pertemuan cuma 10 menit. Di ruangan Pak Setya sudah terlebih dahulu ada beberapa anggota Fraksi Golkar, termasuk ketua DPD Golkar Bali Sudikerta,†kata Rudi.
Dalam sidang kasus PON Riau di Pekanbaru dengan terdakwa Eka Dharma Putra, saksi Setya Novanto dan saksi Kahar Muzakir disebut-sebut sebagai penerima uang dalam bentuk dolar AS senilai Rp 9 miliar. Hal itu terungkap dalam sidang di Pengadilan Tipikor Pekanbaru yang menghadirkan Kepala Dinas Kepemudaan dan Olahraga Riau Lukman Abbas.
“Penyerahan uang kepada kedua anggota DPR itu terjadi pada awal Februari 2012. Penyerahan uang dilakukan di lantai satu Gedung DPR,†kata Lukman.
Penyerahan uang itu, kata Lukman, setelah dia bersama Gubernur Riau Rusli Zainal bertemu Setya Novanto dan Kahar Muzakir. Kedua politisi Partai Golkar itu menolak menerima uang itu, namun keduanya menyarankan agar uang itu diserahkan kepada ajudan Kahar Muzakir bernama Acin. “Uang yang akan digunakan untuk memuluskan pencairan dana PON Riau dari APBN itu diserahkan kepada Acin oleh dua pegawai Konsorsium Proyek Main Stadium bernama Yudi dan Diki,†jelas Lukman.
Pada sidang sebelumnya, saksi Diki Aldianto juga mengungkapkan soal aliran dana Rp 9 miliar kepada anggota DPR. Diki adalah karyawan PT Adhi Karya yang menjadi Manager Operasional Proyek Pembangunan Stadion Utama PON. “Total uang yang diserahkan ke DPR sudah Rp 9 miliar, itu kemungkinan agar APBN PON cair,†kata Diki.
Saat ini KPK tengah melakukan penyidikan kasus suap pembahasan revisi Perda Nomor 6 Tahun 2010 tentang Dana Pengikatan Tahun Jamak untuk pembangunan venue PON XVIII. KPK telah menetapkan 13 tersangka, termasuk Lukman Abbas dan Wakil Ketua DPRD Riau Taufan Andoso Yakin.
KILAS BALIK
Kasus PON Bergulir Dari Riau Ke JakartaDalam mengusut kasus korupsi PON Riau, KPK telah memeriksa sejumlah saksi dari lingkungan Pemprov dan DPRD Riau. Kasus ini kemudian merembet ke Jakarta, karena KPK juga memeriksa anggota DPR dan pejabat dari lingkungan Kementerian Pemuda dan Olahraga sebagai saksi.
Saksi yang diperiksa antara lain anggota DPR Kahar Muzakir, Kepala Bagian Sekretariat Komisi X DPR Agus Salim, staf ahli anggota DPR Wihaji, Deputi IV Kemenpora Djoko Pekik Irianto, Sesmenpora Yuli Mumpuni Widarso dan Deputi V Bidang Budaya, Pariwisata dan Olahraga Menko Kesra Sugihatanto dan Menkokesra Agung Laksono.
Pemeriksan Agung bukan yang pertama kali. Pada Juli 2012, Agung juga pernah diperiksa sebagai saksi kasus PON Riau. Seusai diperiksa pada tahun lalu, Agung mengaku pernah mengikuti rapat dengan Rusli serta Menpora Andi Mallarangeng (sekarang mantan) yang membahas anggaran PON Riau.
Namun, Agung membantah bahwa Rusli melobi dirinya pada rapat itu untuk menambah anggaran pembangunan fasilitas PON 2012. Menurut Agung, rapat yang berlangsung di kantornya itu hanya rapat koordinasi biasa. Rapat itu, katanya, hanya membahas masalah realisasi anggaran PON yang berjalan lambat.
“Ini masalah realisasi anggaran, bukan penambahan anggaran,†kata Agung ketika itu.
Agung juga membantah pernah meminta Menteri Keuangan mencairkan dana hibah Rp 120 miliar untuk PON atas rekomendasi Menpora.
Terkait PON Riau, Kemenpora mengucurkan dana hibah kepada Pemerintah Provinsi Riau sebesar Rp 100 miliar. Adanya dana hibah dari Kemenpora ini, diakui Deputi IV Bidang Peningkatan Prestasi Olahraga Kemenpora Djoko Pekik seusai diperiksa KPK sebagai saksi.
KPK juga telah melakukan penggeledahan di sejumlah tempat, termasuk di rumah dan ruang kerja Rusli Zainal di Pemprov Riau. KPK juga menggeledah ruang kerja anggota DPR dari Partai Golkar Setya Novanto dan Kahar Muzakir.
Rumah pribadi milik Rusli di Kembangan, Jakarta Barat pun tak luput dari penggeledahan KPK. KPK menyita sejumlah dokumen dari hasil penggeledahan yang dilakukan di tiga tempat terkait kasus tersebut. “Ada dokumen sebanyak tiga kardus yang kami sita,†kata Juru Bicara KPK Johan Budi di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (20/3).
Kasus suap ini terungkap saat KPK menangkap tangan anggota DPRD Riau Faisal Aswan menerima Rp 900 juta dari pihak kontraktor dan Dispora atas disahkannya revisi Perda Nomor 6 tahun 2010 tentang penambahan anggaran venue lapangan tembak, dari anggaran awal Rp 64 miliar menjadi Rp 88 miliar, atau bertambah Rp 24 miliar.
Dalam kasus ini, Wakil Ketua DPRD Provinsi Riau Taufan Andoso Yakin (PAN) divonis 4 tahun penjara di Pengadilan Tipikor Pekanbaru. Faisal Aswan (Partai Golkar) dan M Dunir (PKB) 4 tahun penjara. Bekas Kepala Dinas Pemuda dan Olahraga Riau Lukman Abbas juga sudah divonis 5,5 tahun penjara di Pengadilan Tipikor Pekanbaru.
Sementara itu, Eka Dharma Putra anggota staf Dinas Pemuda dan Olahra Riau, dan Rahmat Syahputra anggota staf kerja sama operasi tiga BUMN (PT Adhi Karya, PT Pembangunan Perumahan, dan PT Wijaya Karta), yang menjalankan perintah suap telah divonis 2 tahun 6 bulan penjara.
Penggeledahan Bukan Untuk Petantang-petentengOce Madril, Peneliti PUKAT UGMPeneliti Pusat Kajian Antikorupsi Universitas Gadjah Mada (PUKAT UGM) Oce Madril menyatakan, KPK memeriksa anggota DPR Setya Novanto sebagai saksi kasus PON Riau untuk menelusuri keterlibatan pihak lain.
Apalagi, kata dia, kesaksian bekas Kepala Dinas Kepemudaan dan Olahraga Pemprov Riau Lukman Abbas menyatakan bahwa ada anggota DPR yang terlibat.
“Sudah dari dulu diindikasikan bahwa kasus ini tidak hanya melibatkan orang-orang di Pemprov Riau,†kata Oce, kemarin.
Selain itu, kata Oce, penggeledahan ruang kerja Setya Novanto di Gedung DPR guna menelusuri pihak-pihak lain yang terlibat. “Penggeledahan tersebut untuk mencari barang bukti. Tidak mungkin penggeledahan hanya untuk petantang-petenteng,†ujarnya.
Menurut Oce, jika kesaksian Lukman Abbas di Pengadilan Tipikor Pekanbaru benar, maka hal tersebut bukanlah motif baru. Menurut Oce, dari berbagai kasus korupsi, diketahui bahwa pejabat di daerah kerap membutuhkan orang kuat di Jakarta untuk melobi orang pusat guna memuluskan pencairan anggaran dari APBN.
“Patut diduga, motif pertemuan Rusli dengan Setya itu dalam rangka melobi juga,†tandasnya.
Apalagi, kata Oce, posisi Setya Novanto di DPR sangat strategis. Ketua Fraksi Partai Golkar DPR itu dinilai mengetahui dinamika yang ada di DPR dan punya posisi penting di partai. “Dalam hal lobi-lobi, dibutuhkan orang-orang yang punya kemampuan lobi yang kuat,†kata Oce.
Karena itu, menurutnya, banyak kasus yang melibatkan anggota DPR lantaran ada jual beli kepentingan dan kewenangan. Kasus ini, lanjut Oce, tidak akan berhenti pada Gubernur Riau Rusli Zainal. KPK akan terus mengembangkan kasus tersebut. “Terlalu dini jika mengatakan kasus ini berhenti pada RZ,†tandasnya.
Kesaksian Lukman Perlu Didukung Bukti KuatYahdil Abdi Harahap, Anggota Komisi III DPRAnggota Komisi III DPR Yahdil Abdi Harahap mengatakan, KPK harus cermat dan teliti dalam mengumpulkan alat bukti guna melengkapi berkas pemeriksaan tersangka Rusli Zainal.
Kata dia, kesaksian bekas Kepala Dinas Kepemudaan dan Olah Raga Pemrov Riau Lukman Abbas di Pengadilan Tipikor Pekanbaru yang menyatakan telah menyerahkan uang Rp 9 miliar untuk Setya Novanto dan Kahar Muzakir, juga harus didukung bukti yang kuat.
Menurut Lukman, uang tersebut guna memuluskan dana bantuan APBN untuk PON Riau senilai Rp 296 miliar.
“Kalau informasi hanya dari satu orang, itu sangat mentah. Perlu didukung fakta-fakta valid,†kata Yahdil, kemarin.
Menurut Yahdil, dalam sistem peradilan di Indonesia, untuk memperkuat dakwaan, selain keterangan saksi dibutuhkan juga bukti valid. “Hal seperti keterangan saksi harus dibuktikan secara materil,†ujarnya.
Yahdil menyatakan, pemeriksaan kedua Setya Novanto sebagai saksi untuk tersangka Gubernur Riau Rusli Zainal oleh KPK dalam kasus PON Riau, di antaranya untuk mengklarifikasi kesaksian dari Lukman Abbas tersebut.
“Memang harus seperti itu cara kerjanya. Apa yang dicari. Informasi yang ada harus dicari kebenarannya, diklarifikasi dan dikroscek agar tidak terjadi kekeliruan,†jelas Yahdil.
Mengenai kesan lambannya penanganan kasus ini, Yahdil meminta semua pihak agar menyerahkan kasus tersebut ke KPK. Kata dia, kesan lambannya penanganan kasus ini karena KPK mesti mengkroscek keterangan-keterangan saksi.
“Selain itu, mungkin KPK masih kekurangan penyidik,†ucapnya. [Harian Rakyat Merdeka]