Kejaksaan Agung (Kejagung) mendalami dugaan keterlibatan oknum Kementerian Pertanian dalam perkara korupsi bantuan langsung benih unggul (BLBU) tahun 2012 yang total anggarannya sebesar Rp 209 miliar.
Kepala Pusat Penerangan dan Hukum Kejaksaan Agung Setia Untung Arimuladi menyatakan, penyidik masih meneliti dugaan keterlibatan oknum Kementerian Pertanian pada perkara ini. Menurutnya, siapa pun yang diduga terlibat akan ditindak sesuai prosedur yang ada. “Pemeriksaan intensif dilakukan terhadap pihak-pihak dari Kementan,†kata Untung pada Jumat (2/8) lalu.
Namun sejauh ini, status orang-orang dari Kementerian Pertanian masih sebatas saksi kasus tersebut. “Belum ada tersangka dari Kementan. Bila bukti-buktinya mencukupi, tentu akan ditingkatkan status hukum mereka,†janji bekas Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan ini.
Sedikitnya, sudah ada 10 saksi dari Kementerian Pertanian yang diperiksa penyidik Kejagung sebagai saksi. Saksi-saksi tersebut antara lain, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) proyek BLBU Fahmi, Inspektur Jenderal Kementan tahun 2012 dan Ketua Tim Monitoring dan Evaluasi BLBU tahun 2012 untuk Provinsi Nangroe Aceh Darussalam (NAD) Dhani, untuk Provinsi Riau Bambang Budhiyanto, untuk Provinsi Bengkulu Sigit Setiawan, untuk Provinsi Bangka Belitung Gempur Aditiya dan untuk Provinsi Sumatera Selatan Wasito Hadi.
Selain itu, tiga saksi yang kembali dijadwalkan pemeriksaannya adalah Kepala Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Sumatera Barat, NAD, dan Sumatera Utara.
Menurut Untung, kesaksian mereka penting mengingat penyaluran BLBU berupa padi lahan kering, padi hibrida, padi non hibrida, dan kedelai diketahui tidak sesuai varietasnya. Di luar itu, bukti-bukti di tangan penyidik menyebutkan, beberapa pelaksanaannya juga tidak sesuai dengan peruntukannya alias fiktif.
Sejauh ini, dugaan penyimpangan masih berkutat pada pihak swasta. “Ada temuan rangkaian penyelewengan dilakukan oleh pihak rekanan atau swasta,†tandasnya.
Tidak tertutup kemungkinan kecurangan bisa dilakukan berkat kerjasama dengan pihak Kementerian Pertanian. “Karena itu, kami masih perlu mengembangkan perkara ini ke internal Kementan,†ujarnya.
Untung menggarisbawahi, penetapan dan penahanan dua tersangka dari pihak swasta didasari bukti konkret. Kedua tersangka adalah Direktur Utama PT Hidayah Nur Wahana (HNW) Aulia Rahma Sutrisno dan Pimpinan Produksi PT HNW Mahfudi Husodo.
Mahfudi sudah lebih dulu ditahan. Tersangka ditahan setelah ditangkap di Jember, Jawa Timur. Penangkapan dilaksanakan karena tersangka dinilai tidak kooperatif. Penahanan dilakukan di Rumah Tahanan Salemba cabang Kejagung pada 19 Juni sampai 7 Agustus mendatang.
Sementara penahanan Sutrisno dilakukan berdasarkan surat perintah penahanan no:print-15/F.2/Fd.1/07/2013, tanggal 31 Juli 2013. “Yang bersangkutan ditahan 20 hari, terhitung 31 Juli sampai 19 Agustus 2013 di Rutan Salemba cabang Kejari Jaksel,†katanya.
Sampai akhir pekan lalu, menurut Untung, penyidik masih meneliti dokumen hasil penyitaan dari kantor PT HNW di Griya Mutiara, Blok A/2 Baturejo, Banguntapan, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).
Dia menambahkan, penyidik juga menggeledah rumah tersangka Mahfudi di Jalan Kopu Berlian, Tegal, Sumbersari, Jember, Jawa Timur. Dari penggeledahan tersebut, penyidik menyita sejumlah aset tersangka.
Dikonfirmasi mengenai aktifitas kedua tersangka yang diduga terafiliasi suatu partai politik, Untung tidak mau berkomentar. Dia menggarisbawahi, penyidik hanya fokus pada masalah hukum. Tidak mengurusi persoalan politik, apalagi menyangkut aktifitas tersangka dengan parpol tertentu.
Kilas Balik
Yang Diduga Diselewenangkan Paket Aceh, Sumbar & MedanProyek pengadaan benih unggul yang diduga diselewengkan, merupakan proyek paket I. Proyek ini semula dialokasikan untuk wilayah Aceh, Sumatra Barat (Sumbar), Bengkulu, dan Medan.
Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Pidana Khusus M Adi Toegarisman menjelaskan, pihaknya sudah mengantongi bukti permulaan yang cukup tentang adanya penyalahgunaan dalam proyek tersebut. Letak penyalahgunaan terjadi di lingkup penyaluran, peruntukan dan tender proyek.
Sampai saat ini, penyidik masih mengkroscek proses pengadaan barang ke berbagai daerah. “Ada sejumlah barang yang diduga fiktif dan tidak sesuai dengan tender,†kata bekas Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung ini.
Tersangka Mahfudi Husodo pun diputuskan ditahan di Rumah Tahanan Salemba cabang Kejaksaan Agung. Diketahui, Mahfudi ditangkap pada Kamis (18/7) di rumahnya, Jember, Jawa Timur. Mahfudi resmi ditetapkan sebagai tersangka setelah digelandang ke Kejaksaan Negeri Surabaya.
Adi menyatakan, Mahfudi Husodo merupakan pemimpin proyek PT Hidayah Nur Wahana (PT HNW) selaku pemenang tender proyek BLBU senilai Rp 209,8 miliar. Proyek ini diperuntukan bagi wilayah Sumut, Jambi, Riau, Bengkulu, dan Aceh.
Dari hasil penyidikan, ditemukan dugaan perbuatan melawan hukum melalui penyaluran padi dan kedelai yang tidak sesuai varietas, volume dikurangkan dan adanya pengadaan fiktif. “Diperkirakan kerugian negara Rp 27 mliar,†tandasnya.
Sebelumnya, Kejaksaan Agung sudah menetapkan Aulia Rahman Sutrisno sebagai tersangka pertama. Sutrisno adalah warga Perumahan Griya Mutiara, Banguntapan, Yogyakarta. Di lingkungan perumahan, Direktur Utama PT Hidayah Nur Wahana (HNW) ini dikenal tertutup. Warga sekitar hanya mengenal sosok Sutrisno yang menghuni rumah tipe 36 sejak 2012, sebagai kader sebuah partai politik.
Pada 2012, bisnis Sutrisno tampaknya moncer. Hal itu terlihat dari keberhasilannya membeli rumah yang lebih luas dan bertingkat di kompleks perumahan yang sama.
Dan, belum ada setahun lalu, Sutrisno membeli rumah seharga Rp 1 miliar lebih, yang berlokasi di selatan Perumahan Griya Mutiara. Selain membeli rumah baru, Sutrisno juga membeli tiga mobil. Mobil itu Toyota Alphard, Mitsubishi Pajero dan Honda Jazz.
Kantor PT HNW sendiri hanya menempati ruangan kecil di rumah lama Sutrisno.
Setiap harinya, kantor tersebut hanya ditunggu dua karyawan laki-laki dan perempuan. Ketua Tim Penyidik Kejaksaan Agung dalam kasus PT HNW, Adi Nuryadi Sucipto menyebutkan, PT HNW diduga hanya merealisasikan 63 persen dari dana yang dikucurkan APBN untuk pengadaan bibit tanaman.
Jangan Cuma Sentuh Pihak Rekanan SajaM Nurdin, Anggota Komisi III DPRAnggota Komisi III DPR M Nurdin menilai, persoalan penyaluran benih unggul perlu diselesaikan secara cepat. Perkara korupsi ini, mau tidak mau berefek signifikan terhadap kehidupan masyarakat kecil, khususnya petani di daerah-daerah.
“Kejaksaan Agung tidak boleh bermain-main sedikit pun dalam mengusut perkara ini. Penindakan yang sudah dilakukan Kejagung, hendaknya dituntaskan sampai ke akar-akarnya,†kata anggota DPR dari PDIP ini.
Maksudnya, jangan sampai upaya hukum yang sudah sampai pada penetapan tersangka, hanya menyentuh rekanan alias pihak swasta saja. Pihak Kementerian Pertanian selaku user atau pengguna anggaran juga perlu dimintai keterangan secara serius. Apalagi, lanjut dia, dugaan korupsi anggaran di sini jumlahnya cukup besar.
“Jangan ada pengecualian. Siapa pun yang terlibat mesti ditindak tegas,†tandasnya.
Nurdin meminta, pemeriksaan dan pemberkasan perkara dilaksanakan secara cermat. Hal tersebut ditujukan agar tersangka nantinya mendapat sanksi hukuman yang benar-benar sesuai kesalahannya.
Dia juga menyampaikan keprihatinan. Sebab, perkara korupsi seperti ini berefek langsung kepada petani. “Efek dari korupsi ini sangat signifikan. Menyangkut kehidupan masyarakat petani yang mayoritas kelompok ekonomi kecil,†ucapnya.
Bila dugaan korupsi seperti ini dibiarkan, lanjut Nurdin, tidak tertutup kemungkinan akan mengancam ketahanan pangan nasional. Lantaran itu, keseriusan penyidik kejaksaan menyelesaikan perkara ini sangat diperlukan. [Harian Rakyat Merdeka]