Berita

PT Sang Hyang Seri (SHS)

X-Files

Saksi Kasus Korupsi SHS Diperiksa Di Empat Kejati

Kejagung Belum Menambah Tersangka Baru
SENIN, 01 JULI 2013 | 09:31 WIB

Sepekan belakangan, tim penyidik Kejaksaan Agung kembali disebar ke berbagai daerah. Mereka ditugasi memeriksa 16 saksi kasus dugaan korupsi pengadaan benih unggul bersubsidi tahun 2008-2012 oleh PT Sang Hyang Seri (SHS).

Kepala Pusat Penerangan dan Hukum Kejaksaan Agung Setia Untung Arimuladi menjelaskan, saksi-saksi tersebut bertugas mengawasi produksi dan distribusi benih bersubsidi.

Pemeriksaan pun bertujuan mendapat kepastian, apakah produksi dan pendistribusian benih unggul di daerah-daerah tersebut sesuai ketentuan atau tidak. “Kita ingin mengecek langsung, apakah saksi-saksi melaksanakan tugasnya atau tidak,” katanya.


Karena itu, penyidik Kejagung perlu turun langsung ke daerah-daerah. Sebab, bila menunggu saksi-saksi datang ke Kejagung, prosesnya kemungkinan terhambat. “Banyak saksi yang keterangannya diperlukan, berhalangan datang ke Kejagung,” ucapnya.

Dia membeberkan, pemeriksaan saksi-saksi dilaksanakan di kantor kejaksaan tinggi yang lokasinya berdekatan dengan daerah asal saksi. Sedikitnya, ada empat kejati yang dijadikan lokasi pemeriksaan.

Empat kejati yang dimaksud adalah Kejati Jabar, Jateng, Jatim dan Sulsel. Di Kejati Jabar, penyidik mengorek kesaksian Manajer PT SHS cabang Sukamandi, Dadang. Penyidik juga memeriksa saksi Manajer PT SHS cabang Ciamis, Dudu.

Lalu di Kejati Jateng, pemeriksaan dialamatkan kepada para Manager PT SHS cabang Banyumas, Gige D,  cabang Tegal, Karti, dan  cabang Pati, Hartono.

Pemeriksaan di Kejati Jatim dilaksanakan untuk saksi Satgas PT SHS cabang Nusa Tenggara Barat (NTB),  M Samsul Arief, Satgas PT SHS cabang Bali dan Nusa Tenggara Timur (NTT)  I Made Dwi Swanendra,  Manajer PT SHS cabang Nganjuk, Ajar Wiratno, Manajer PT SHS cabang Pasuruan, Subandi, dan Manajer PT SHS cabang Jember, Rudianto.

Sementara, pemeriksaan di Kejati Sulsel dilakukan untuk menghimpun kesaksian Manajer PT SHS cabang Sidrap, Ade S dan Manajer PT SHS cabang Maros, Kusyanto. “Dari sekian banyak saksi, hanya satu saksi yang tidak hadir. Manajer PT SHS cabang Pati, Jateng berhalangan karena sakit,” ujarnya.

Menurut Untung, rangkaian pemeriksaan saksi-saksi tersebut berkaitan dengan pemeriksaan Komisaris Utama (Komut) Memet Gunawan dan Direktur Keuangan SHS Mas Dharmawan. Keduanya sebelumnya diperiksa seputar mekanisme dan tata cara pemberian bonus kinerja dan jasa produksi di PT SHS.

Hal lebih spesifik lainnya adalah, bagaimana realisasi klaim pembiayaan subsidi benih di daerah-daerah dilakukan oleh PT SHS. Lebih jauh, Untung menyampaikan, penyidik belum menambah jumlah tersangka kasus ini. “Masih dikembangkan. Kemungkinan ke arah sana ada dan terbuka,” kata bekas Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan ini.

Rangkaian pemeriksaan saksi-saksi akan dilakukan di daerah-daerah lainnya. Hal tersebut ditempuh lantaran persoalan dugaan penyelewengan pengadaan, pengelolaan dan pendistribusian benih unggul bersubsidi ini, nyaris terjadi hampir merata di seluruh wilayah Nusantara.

Karena itu, dia mengingatkan, penanganan kasus ini perlu kehati-hatian ekstra. Dikonfirmasi sudah berapa saksi yang dikorek keterangannya, dia mengaku tidak ingat persis jumlahnya. Dia memperkirakan, sedikitnya sudah ada seratusan saksi. Dia juga belum bisa memastikan, kapan tersangka kasus ini akan dijebloskan ke tahanan.

Diketahui, pada kasus ini Kejagung telah menetapkan empat tersangka. Keempatnya adalah bekas Ketua Asosiasi Perbenihan Indonesia sekaligus Komisaris PT Radina Bio Adicita, Elda Devianne Adiningrat, bekas Direktur Utama PT SHS Kaharuddin, Karyawan PT SHS Subagyo dan Manajer Kantor Cabang PT SHS Tegal Hartono.

Tersangka Elda merupakan saksi kasus suap kuota impor daging sapi yang ditangani KPK. Elda juga berstatus tersangka kasus pembobolan Bank Pembangunan Jawa Barat dan Banten (BJB) Rp 55 miliar yang ditangani Kejagung.

Elda yang masih menjalani perawatan di Rumah Sakit Pondok Indah, dijadikan tersangka kasus SHS lantaran dugaan penyimpangan Rp 70 miliar. Dana tersebut diduga diselewengkan perusahaan tersangka selaku pemenang tender pengadaan benih jagung hibrida tahun 2012.

Kilas Balik
Asalkan Ada Bukti, Mentan Bisa Dipanggil

Kapuspenkum Kejagung Setia Untung Arimuladi mengatakan, jika ditemukan bukti-bukti, pihaknya bakal memeriksa Menteri Pertanian Suwono untuk penyidikan kasus ini.

“Kita lihat perkembangan penyidikan saja. Tidak menutup kemungkinan ke sana, jika ditemukan cukup bukti,” katanya.

Direktur Penyidikan Kejagung Adi Toegarisman mengatakan, pihaknya masih fokus pada proses awal program penyaluran benih ke sejumlah daerah.

Menurutnya, pemeriksaan terhadap unsur dari Kementan dapat dilakukan berdasarkan hasil evaluasi penyidikan kasus ini.

“Perkembangan ke sana sampai sekarang ini belum kami evaluasi secara keseluruhan. Terus terang saja, perkara ini sangat luas, kegiatannya banyak yang harus diungkap secara detail secara menyeluruh, kita berangkat mulai dari penyaluran,” kilahnya.

Menurut Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Andhi Nirwanto, pemeriksaan tiga tersangka kasus tersebut diatur pidana khusus. Andhi mengaku tidak khawatir tersangka itu melarikan diri. “Ya, mudah-mudahan tidak. Mengenai pemeriksaan, itu penyidik yang menentukan,” ujarnya, Jumat (15/2). 

Jaksa Agung Basrief Arief mengatakan, pihaknya telah menggeledah kantor PT SHS dalam rangka penyidikan kasus ini. Namun dia tidak memberi penjelasan mengenai alat bukti yang disita. “Nanti hasilnya diteliti, setelah itu pihak-pihak yang diduga terkait diperiksa,” ujarnya.

Kasus ini terjadi tahun 2008 sampai 2012, Kementan kala itu menunjuk PT SHS mengadakan benih untuk keperluan program benih bersubsidi, cadangan benih nasional dan bantuan langsung benih unggul. Untuk 2012 seolah-olah digelar tender dan pemenangnya tetap SHS.

Sedangkan biaya pengelolaan cadangan benih nasional yang dilakukan SHS dari tahun 2009 sampai 2011, sebesar biaya pemeliharaan cadangan benih nasional di Kantor Regional.

“Namun, biaya pengelolaan sebesar lima persen itu, oleh SHS tidak pernah disalurkan kepada Kantor Regional di daerah, sehingga patut diduga ada penyimpangan,” kata Adi.

Berdasarkan penyelidikan ditemukan dugaan penyimpangan tahun 2009 sebesar Rp 10.412.223.750, dari nilai kontrak sebesar Rp 31.236.671.250. Tahun 2010 sebesar Rp 10.630.927.500, dari nilai kontrak sebesar Rp 31.892.782.250. Tahun 2011 sebesar Rp 15.277.866.283, dari nilai kontrak Rp 45.833.5983.851.

Menurut Adi, dalam menentukan harga komoditi dengan pihak ketiga, terjadi intervensi Kaharuddin yang merupakan bekas Direktur Pemasaran PT SHS. Begitu proyek berjalan, Kaharuddin kemudian menjadi Direktur Utama.

Intervensi itu diketahui berdasarkan keterangan Manajer Regional I sampai VI dan Sekretaris Direktur Pemasaran PT Sang Hyang Seri Ema. “Sehingga, harga komoditi dalam kontrak kerja sama dengan perusahaan pihak ketiga menjadi lebih mahal dan berpotensi merugikan keuangan negara,” tandasnya.

Kejaksaan Berkutat Mengurusi Saksi Yang Kecil-kecil

Fadli Nasution, Ketua PMHI

Ketua Perhimpunan Magister Hukum Indonesia (PMHI) Fadli Nasution mengkritisi kinerja kejaksaan yang lamban. Dia mempertanyakan, kenapa pemeriksaan masih berkutat pada saksi-saksi di daerah.

“Pejabat pusatnya mesti segera diperiksa. Hal itu perlu dilaksanakan segera. Sebab, kejaksaan sudah menentukan tersangka dalam kasus korupsi benih ini,” katanya.

Artinya, lanjut Fadli, sudah ada kemajuan dalam pengusutan kasus ini. Tapi, jangan sampai kemajuan yang sudah dicapai menjadi mundur. Idealnya, arah penyidikan nengarah kepada para pembuat kebijakan.

Bukan sebaliknya, mengerucut pada pelaksana lapangan. Apalagi pelaksana lapangan tersebut, kelasnya hanya pengawas produksi dan penyaluran benih semata. Disampaikan, kinerja kejaksaan hendaknya fokus pada pokok perkara.

“Bukan berputar-putar mengurusi hal atau saksi yang kecil-kecil,” tandasnya.
Fadli menambahkan, pemeriksaan yang berkutat pada saksi-saksi sekelas pelaksana lapangan, bisa menimbulkan kesan bahwa kejaksaan tidak sepenuh hati mengungkap persoalan ini.

Dia pun mengingatkan, pekerjaan memeriksa saksi di berbagai daerah memakan waktu, tenaga dan biaya yang besar. Oleh sebab itu, dia meminta hasil dari penyidikan ini idealnya sebanding dengan apa yang dikeluarkan. “Jangan sampai hanya membuang energi sia-sia,” tegasnya.

Idealnya, Korupsi Benih Di SHS Masuk Prioritas Kejaksaan

Desmon J Mahesa, Anggota Komisi III DPR

Politisi Partai Gerindra Desmon J Mahesa mengingatkan, hasil penyidikan perkara ini masih jauh dari apa yang diharapkan masyarakat. Dia meminta kejaksaan tegas dalam menentukan arah penyidikan. 

Sekalipun mengkritik, di sisi lain Desmon memberikan apresiasi pada Kejaksaan Agung. Sebab, sambung dia, di tengah krisis kepercayaan terhadap lembaga ini, kejaksaan tetap menunjukkan upaya mengusut kasus korupsi. “Hanya speed-nya saja yang perlu ditingkatkan,” tuturnya.

Dikemukakan, perkara korupsi benih bersubsidi atau benih unggul ini idealnya masuk skala prioritas kejaksaan. Sebab, akibat yang ditimbulkan langsung bersentuhan dengan masyarakat, utamanya petani.

Secara global, perkara ini pun berdampak pada ketahanan pangan secara nasional. Dengan asumsi ini, maka kejaksaan tidak boleh berlarut-larut dalam menuntaskan permasalahan tersebut.

Dia membandingkan, KPK sejauh ini sudah punya konsep jelas dalam mengusut perkara korupsi. Maksudnya, ada skala prioritas yang jadi acuan penanganannya. Hal tersebut, hendaknya diikuti oleh institusi penegak hukum lainnya. Termasuk, Kejaksaan Agung.

Terlebih, dalam kasus ini ada keterlibatan tersangka dalam kasus lainnya. Hal ini tentunya menunjukkan bahwa ada kelompok elit yang diduga ikut mengambil keuntungan. Disampaikan, hal itu seyogyanya menjadi perhatian khusus penyidik. [Harian Rakyat Merdeka]

Populer

Mantan Jubir KPK Tessa Mahardhika Lolos Tiga Besar Calon Direktur Penyelidikan KPK

Rabu, 24 Desember 2025 | 07:26

Mantan Wamenaker Noel Ebenezer Rayakan Natal Bersama Istri di Rutan KPK

Kamis, 25 Desember 2025 | 15:01

Sarjan Diduga Terima Proyek Ratusan Miliar dari Bupati Bekasi Sebelum Ade Kuswara

Jumat, 26 Desember 2025 | 14:06

Kejagung Copot Kajari Kabupaten Tangerang Afrillyanna Purba, Diganti Fajar Gurindro

Kamis, 25 Desember 2025 | 21:48

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

8 Jenderal TNI AD Pensiun Jelang Pergantian Tahun 2026, Ini Daftarnya

Rabu, 24 Desember 2025 | 21:17

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

UPDATE

Investigasi Kecelakaan Jeju Air Mandek, Keluarga Korban Geram ? ?

Sabtu, 27 Desember 2025 | 17:52

Legislator Nasdem Dukung Pengembalian Dana Korupsi untuk Kesejahteraan Rakyat

Sabtu, 27 Desember 2025 | 17:43

Ledakan Masjid di Suriah Tuai Kecaman PBB

Sabtu, 27 Desember 2025 | 16:32

Presiden Partai Buruh: Tidak Mungkin Biaya Hidup Jakarta Lebih Rendah dari Karawang

Sabtu, 27 Desember 2025 | 16:13

Dunia Usaha Diharapkan Terapkan Upah Sesuai Produktivitas

Sabtu, 27 Desember 2025 | 15:26

Rehabilitasi Hutan: Strategi Mitigasi Bencana di Sumatera dan Wilayah Lain

Sabtu, 27 Desember 2025 | 15:07

Pergub dan Perda APBD DKI 2026 Disahkan, Ini Alokasinya

Sabtu, 27 Desember 2025 | 14:52

Gebrakan Sony-Honda: Ciptakan Mobil untuk Main PlayStation

Sabtu, 27 Desember 2025 | 14:24

Kebijakan Purbaya Tak Jauh Beda dengan Sri Mulyani, Reshuffle Menkeu Hanya Ganti Figur

Sabtu, 27 Desember 2025 | 14:07

PAN Dorong Perlindungan dan Kesejahteraan Tenaga Administratif Sekolah

Sabtu, 27 Desember 2025 | 13:41

Selengkapnya