Berita

tifatul sembiring/ist

DPR Panggil Menkominfo Persoalkan Peralihan Frekuensi XL-Axis

KAMIS, 27 JUNI 2013 | 14:35 WIB | LAPORAN:

Pemerintah dan DPR akan terlibat aktif dalam mengawasi rencana merger provider telekomunikasi PT XL Axiata Tbk (XL) dan Axis Telekom Indonesia (Axis), terutama berkaitan dengan kemungkinan peralihan frekuensi yang berpotensi melanggar peraturan perundang-undangan.

Anggota Komisi I DPR Syaifullah Tamliha mengatakan, Komisi-nya akan memanggil Menteri Komunikasi dan Informatika, Tifatul Sembiring dan pihak terkait lainnya untuk meminta penjelasan tentang persoalan peralihan spektrum frekuensi tersebut. Pemanggilan Tifatul akan dilakukan sebelum reses.

"Frekuensi tidak diperkenankan untuk dijual bebas. Oleh karena itu kita minta Menkominfo tegas mengenai penggabungan  XL dan Axis, terutama soal frekuensinya," kata Syaifullah saat dihubungi wartawan  Kamis (27/6).


Penggabungan XL-Axis berpotensi menjadikan frekuensi yang menurut PP 53 Tahun 2000 merupakan sumber daya yang terbatas beralih ke pihak perusahaan Malaysia dan Arab Saudi.  Pemegang saham pengendali XL adalah Axiata Investments (66,5%). Axiata Group Berhard dipimpin Dato' Sri Jamaludin Ibrahim adalah perusahaan di Malaysia. Sedangkan Saudi Telecom Company (STC) perusahaan Arab Saudi tercatat sebagai pemegang saham terbesar Axis dengan kepemilikan 80,1 persen saham, pemegang saham lain adalah perusahan asal Malaysia, Maxis Communication, sebanyak 14,9%, dan PT Hamersha Investindo 5% saham.

Saat ini XL menguasai frekuensi seluler di rentang spektrum 900 MHz, 2.100 MHz, dan 1.800 MHz baik untuk 2G maupun 3G. Sedangkan Axis memiliki dua kanal frekuensi di rentang spektrum 1800 MHz dan 2100 MHz.

Politisi PPP itu juga mengatakan. Komisi I meminta Menkominfo transparan kepada DPR, apakah ada pelanggaran-pelanggaran hukum dari merger tersebut. Ia juga khawatir merger XL-Axis ini berisiko merugikan negara, akibat terjadinya peralihan frekuensi kepada perusahaan Malaysia dan Arab Saudi itu.

Ketua Umum Asosiasi Telekomunikasi Seluruh Indonesia (ATSI) dan juga Direktur Utama Telkomsel Alex J Sinaga secara terpisah mengatakan aksi akuisisi yang diikuti dengan merger oleh dua operator telekomunikasi tak  bisa melibatkan frekuensi dan blok nomor yang dimiliki salah satunya.

"Kalau mengacu pada Undang-undang Telekomunikasi dan aturan turunannya tidak bisa frekuensi dan blok nomor itu ditransfer ke  pihak yang melakukan akuisisi. Jadi, walau secara aturan akuisisi itu diijinkan, tetapi tidak  logis dijalankan karena yang didapat hanya aset dan pelanggan tanpa nomornya," katanya.

Dikatakannya, akuisisi bisa terjadi secara alami atau didorong oleh regulator. "Hal yang harus diperhatikan itu dalam akuisisi jika mau yang ideal  tentu ada insentif dari regulator. Namun, kalau regulator  ingin memberikan insentif harus diperhatikan juga apa yang mau diberikan. Jangan malah menciptakan distorsi di industri karena tidak memperhatikan asas manfaat,"  katanya.

Diungkapkannya, saat ini terjadi ketidakoptimalan dalam pemanfaatan frekuensi. Misalnya, Telkomsel karena memiliki frekuensi yang terbatas harus  membangun hingga  61 ribu BTS kalau spektrumnya ditambahkan.

"Kondisi sekarang ada pemain yang frekuensinya kelebihan tetapi tidak teroptimalkan. Ini semua bisa optimum jika ada konsolidasi. Jika keduanya digabungkan, jalan keluar adalah insentif dan industri di atur ulang untuk menemukan titik optimum dengan cara yang adil dan ada kepastian hukum," tegasnya

Rencana merger XL-Axis, telah dikonfirmasi oleh Direktur Jenderal (Dirjen) Sumber Daya Perangkat Pos dan Informatika (SDPPI) Kemkominfo, Muhammad Budi Setiawan. Dia mengatakan PT XL Axiata Tbk (XL) dan Axis Telekom Indonesia (Axis) telah melaporkan rencana penggabungan bisnis sejak Mei 2013. Namun, kata dia, pihak XL dan Asing berkukuh tidak mau mengembalikan frekuensi dan blok radio yang dimiliki masing-masing kepada negara, padahal itu diwajibkan oleh PP Nomor 53/2000 tentang Penggunaan Spektrum Frekuensi Radio dan Orbit Satelit. [rsn]

Populer

Masih Sibuk di Jogja, Pimpinan KPK Belum Tahu OTT di Lampung Tengah

Selasa, 09 Desember 2025 | 14:21

Pura Jadi Latar Film Porno, Hey Bali: Respons Aparat Dingin

Selasa, 09 Desember 2025 | 21:58

Kebun Sawit Milik POSCO Lebih dari Dua Kali Luas Singapura

Senin, 08 Desember 2025 | 19:12

Mahfud MD soal Bencana Sumatera: Menyuruh Pejabat Mundur Tidak Relevan

Rabu, 10 Desember 2025 | 05:53

Cegah Penimbunan BBM

Jumat, 05 Desember 2025 | 02:00

Polri Kerahkan Kapal Wisanggeni 8005 ke Aceh

Jumat, 05 Desember 2025 | 03:03

Pesawat Perintis Bawa BBM

Jumat, 05 Desember 2025 | 05:02

UPDATE

Eddy Soeparno Bicara Komitmen Prabowo Percepat Dekarbonisasi

Senin, 15 Desember 2025 | 16:13

Praperadilan Kakak Kandung Hary Tanoesoedibjo Dua Kali Ditolak Hakim

Senin, 15 Desember 2025 | 15:55

Miliarder Siapkan Hadiah Besar Atas Aksi Heroik Warga Muslim di Bondi Beach

Senin, 15 Desember 2025 | 15:48

DPR Tegaskan Perpol 10/2025 Tidak Bertentangan dengan Konstitusi

Senin, 15 Desember 2025 | 15:41

Ketaatan pada Rais Aam Fondasi Kesinambungan Khittah NU

Senin, 15 Desember 2025 | 15:39

Gubernur Sulut Dukung Penguatan Kapasitas SDM Bawaslu

Senin, 15 Desember 2025 | 15:29

Keselamatan Masyarakat Harus Jadi Prioritas Utama Selama Nataru

Senin, 15 Desember 2025 | 15:19

Pramono Terima Hasil Kongres Istimewa MKB Demi Majukan Betawi

Senin, 15 Desember 2025 | 15:12

KPK Geledah Rumah Dinas Plt Gubernur Riau SF Hariyanto

Senin, 15 Desember 2025 | 14:54

Command Center Diresmikan Percepat Digitalisasi dan Pengawasan Kopdes Merah Putih

Senin, 15 Desember 2025 | 14:43

Selengkapnya