Dirut PT Netway Utama Gani Abdul Gani didakwa merugikan negara Rp 46,1 miliar. Jaksa juga menyingkap dugaan keterlibatan bekas pejabat PT PLN lainnya dalam kasus ini.
Jaksa Asyrul Alimina menyebutkan, terdakwa sebagai rekanan PLN dalam proyek Roll Out Customer Information System (CIS- RISI) atau Rencana Induk Sistem Informasi PLN Disjaya dan Tangerang 2004-2006, bekerja sama dengan terpidana bekas Dirut PLN Eddie Widiono.
Upaya itu dilaksanakan untuk memenangkan tender. Guna memuluskan pemenangan proyek, terdakwa berusaha mengarahkan Eddie melakukan alih daya pengerjaan proyek CIS-RISI pada perusahaannya.
Untuk itu, terdakwa pun melobi General Manager PLN Disjaya-Tangerang Margo Santoso dan penggantinya Fahmi Mochtar. Margo adalah pejabat tahun 1999-2003, sementara Fahmi meneruskan jabatan Margo sampai 2008.
“Bersama Margo Santoso dan Fahmi Mochtar menyalahgunakan kewenangan yang merugikan keuangan negara Rp 46,1 miliar,†ujarnya saat membacakan dakwaan di Pengadilan Tipikor, kemarin.
Disampaikan Asyrul, awalnya proyek yang sudah berjalan di PLN Disjaya dan Tangerang sejak tahun 1994, dihidupkan kembali oleh Eddie Widiono tahun 2000. Kala itu, Eddie minta Gani mengajukan proposal dan melakukan presentasi untuk proyek tersebut.
Gani menyanggupi. Sesuai rencana, proyek dengan asumsi biaya Rp 905,6 miliar akan dilaksanakan lima tahun. Demi kelancaran proyek tersebut, terdakwa mempresentasikan proposal kegiatannya di hadapan terpidana dan beberapa pejabat PLN Pusat serta PLN Disjaya dan Tangerang.
Singkat cerita, Eddie meminta Gani segera mengajukan penawaran ke PLN Disjaya dan Tangerang. Proses ini berjalan cepat. Gani menerbitkan surat penawaran PT Netway Utama nomor NET.DIR/1/0019/IX/2000. Tanpa ada tender, sebut jaksa, pada Januari 2004, Fahmi Mochtar membuat surat penunjukan PT Netway Utama sebagai pelaksana proyek tersebut.
“Proses penunjukan langsung ini merupakan hasil kesepakatan sejak September 2000,†timpal jaksa Risma Ansyari. Dari dugaan tersebut, jaksa menilai, ada beberapa pejabat PLN Disjaya dan Tangerang yang terlibat.
Dalam pengusutan, jaksa mengurai, General Manager lama yang dijabat Margo Santoso pernah mempersoalkan proses penunjukan langsung ini. Saat itu, Margo mengirim surat ke kantor hukum Reksa Paramitra milik PLN.
Surat tanggal 22 Mei 2001 itu menyinggung apakah mekanisme penunjukan langsung dapat dilakukan. Dia juga menyertakan dokumen pendukung berupa proposal dari PT Netway Utama.
Hasil kajian hukum, kata jaksa, menyebutkan bahwa penunjukan langsung bisa dilaksanakan asal ada persetujuan dewan komisaris. Pertimbangan hukum ini tampaknya tak diacuhkan. Terpidana Eddie Widiono justru meminta Margo membentuk panitia penunjukan langsung.
Saat masa jabatan Margo habis pada 2003, Fahmi selaku penggantinya menerbitkan perjanjian kerja sama pengadaan. Surat tahun 2004 itu mengatur nilai proyek setelah dipotong pajak dari tahun 2004-2006 yang mencapai Rp 92,2 miliar. Angka tersebut dianggap jaksa sebagai angka mark-up alias telah digelembungkan oleh terdakwa.
“Jumlah mark-up-nya dua kali lipat dari total biaya pengerjaan proyek Rp 46,1 miliar,†katanya. Dari asumsi tersebut, jaksa memperkirakan, nominal kerugian negara di kasus ini Rp 46,1 miliar.
“Selisih Rp 46,1 miliar ini telah memperkaya Gani Abdul Gani atau PT Netway Utama dan orang lain,†tutur jaksa. Jaksa merinci, orang-orang yang diduga kecipratan aliran dana terdakwa antara lain Rusdi Sunaryo Rp 100 juta, Zulkifli Rp 10 juta, Riyo Supriyanto Rp 1 juta, Pandu Angklasito Rp 15 juta, Joko Tetratmo Pandu Putro Rp 13 juta, dan Rex R. Panambunan Rp 20 juta.
Atas tindakannya, jaksa menjerat terdakwa dengan pasal 2 Ayat 1 junto pasal 18 dan atau Pasal 3 juncto pasal 18 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.
Saat mengikuti sidang perdana dengan agenda pembacaan dakwaan, terdakwa yang memakai batik cokelat itu tampak serius menyimak isi dakwaan. Di akhir sidang, dia pun menyampaikan tidak akan mengajukan eksepsi atau nota keberatan.
“Saya mengerti dakwaan jaksa dan tidak mengajukan keberatan,†tegasnya. Gani minta agar saksi-saksi dihadirkan pada sidang berikutnya.
Kilas Balik
Proyek Di Jawa Timur Juga
Off SideDugaan pelanggaran hukum oleh terdakwa Gani Abdul Gani tak berhenti pada kasus CIS-RISI. Dirut PT Netway ini juga dinyatakan
off side dalam proyek Distribusi PLN Jawa Timur (Disjatim).
Jaksa Asyrul menyatakan, proyek yang ditangani terdakwa adalah proyek alih daya Pengelolaan Sistem Manajemen Pelanggan (Customer Management System/CMS) berbasis teknologi informasi di PT PLN (Persero) Distribusi Jawa Timur (Disjatim) pada 2004 sampai 2008.
Dalam perkara itu, Gani didakwa bersama-sama dengan Manajer Utama PT PLN (persero) Disjatim Hariadi Sadono, memperkaya diri sendiri, atau orang lain, atau suatu korporasi secara melawan hukum.
“Dalam proyek CMS PLN Disjatim, terdakwa memperkaya diri sendiri sebesar Rp 68,5 miliar dan Hariadi Rp 560 juta,†ujarnya.
Selain itu, dalam proyek CMS PLN Disjatimitu, jaksa juga mendakwa Gani memperkaya 41 pihak lain. Rentang dana yang disawer ke pihak lainnya berkisar Rp 300 juta sampai Rp 500 ribu.
“Total kerugian negara dalam proyek itu mencapai Rp 69,97 miliar,†jelasnya.
Dalam proyek CMS tersebut, jaksa merinci, Hariadi juga menunjuk langsung PT Netway Utama sebagai pelaksana. Tetapi, PLN Disjatim juga membebankan biaya operasional sistem CMS kepada para pelanggan di beberapa Area Pelayanan seperti Madiun, Kediri, Ponorogo, dan Bojonegoro.
Sebelumnya, pada penyidikan kasus CIS-RISI, KPK pernah memeriksa bekas Menteri BUMN Laksamana Sukardi. “Yang bersangkutan dipanggil sebagai saksi dari tersangka GAG,†ujar Kabag Pemberitaan KPK Priharsa Nugraha. GAG yang dimaksud adalah Gani Abdul Gani.
Namun, Laksamana tak mau berkomentar mengenai pemeriksaan. KPK juga minta kesaksian bekas Menteri Negara BUMN Sofyan Djalil.
“Yang besangkutan diperiksa untuk kasus CIS-RISI dengan tersangka GAG,†tandas Priharsa.
“Iya kasusnya lanjutan dari CIS-RISI. Kan dulu ada tersangka Pak Eddie Widiono. Ini masih ada tersangka lain,†kata Sofyan setibanya di KPK.
Menurut Sofyan, dirinya diperiksa karena dugaan korupsi terjadi tahun 2004 untuk proyek yang diproses sejak tahun 2002. Di mana, dirinya waktu itu menjabat sebagai komisaris PLN.
Dalam kesaksiannya di persidangan terdakwa Eddie Widiono, Sofyan menyebutkan, selaku bekas Dewan Komisaris PT PLN Disjaya, dirinya tidak pernah mengetahui adanya persetujuan penunjukkan langsung PT Netway Utama sebagai out- sourcing proyek CIS-RISI oleh Dewan Komisaris.
Tetapi dia mengakui, ada surat permintaan kepada Dewan Direksi dari Komisaris PT PLN Disjaya. Isinya, mengenai permohonan izin penunjukan langsung.
“Terdakwa meminta persetujuan dewan komisaris untuk bisa menunjuk langsung PT Netway Utama dengan harga seingat saya sebesar Rp 700 miliar,†jelas Sofyan.
Sofyan menambahkan, permintaan tersebut tidak disetujui. Dimana, melalui surat dewan komisaris meminta penjelasan mengenai penunjukan langsung, keberatan mengenai harga Rp 700 miliar dan mengenai copyright dari proyek tersebut.
Setelah itu, Sofyan mengaku terus terjadi surat menyurat antara Dewan Komisaris dan Komisaris PT PLN Disjaya. Bahkan, terjadi rapat negosiasi.
Hanya saja, Sofyan mengaku tidak mengetahui kelanjutan dari permintaan penunjukan langsung tersebut. Sebab, dirinya keluar dari PLN Disjaya sejak tahun 2002.
Dipastikan, sampai tahun 2002, program tersebut belum dilakukan dengan mekanisme penunjukan langsung.
Yang jelas, penetapan Gani Abdul Gani sebagai tersangka merupakan hasil pengembangan kasus korupsi CIS-RISI yang sebelumnya menjerat bekas Dirut PLN Eddie Widiono. Dalam kasus ini, Eddie telah divonis lima tahun penjara.
KPK Jangan Cuma Berani Seret Pihak Swasta Saja...
Syarifuddin Suding, Anggota Komisi III DPR
Anggota Komisi III DPR Syarifuddin Suding menyatakan, pihak-pihak yang disebut dalam dakwaan kasus proyek pengadaan
Outsourcing Roll Out-Customer Information System/Rencana Induk sistem Informasi (CIS-RISI) PLN tahun anggaran 2004-2008 wajib dihadirkan ke persidangan.
“Hal tersebut bertujuan agar keterangannya bisa dijadikan sebagai klarifikasi,†katanya.
Sebab, menurutnya, tidak jarang para pihak yang namanya terkait perkara menjadi tersandera oleh dakwaan yang belum tentu benar.
Dia berharap, jaksa penuntut umum KPK juga tidak tebang pilih dalam pemanggilan saksi dalam kasus ini. Jika dalam surat dakwaan kasus menunjukkan dugaan adanya beberapa pihak dan korporasi yang diuntungkan, maka pihak-pihak tersebut sebaiknya segera dihadirkan di persidangan.
Begitu juga jika dalam surat dakwaan disebut masih ada pejabat PLN yang diduga terlibat. “Agar tak ada kesan bahwa ada pihak yang dikorbankan dan yang mengorbankan,†ucap politisi Partai Hanura ini.
Lagi-lagi, dia meminta KPK segera menelusuri data dan fakta yang terungkap di persidangan. Jangan sampai ada kesan KPK tebang pilih dalam melakukan pengusutan sebuah kasus.
Suding menilai, jika kasus ini berhenti pada Gani Abdul Gani, mungkin masyarakat akan beranggapan bahwa KPK hanya berani menyeret pihak swasta saja. Sementara pihak yang mempunyai jabatan tinggi tidak tersentuh. “Padahal siapapun sama kedudukannya di muka hukum,†lanjut Suding.
Menurut dia, apa yang tertulis dalam surat dakwaan, tentunya menjadi modal untuk mengungkap keterlibatan pihak lain dalam kasus ini. “Jika sudah ada alat bukti yang cukup, jangan segan menetapkan tersangka baru,†ujarnya.
Biar Cepat Kelar, Saksi-saksi Kunci Harus Dihadirkan
Boyamin Saiman, Koordinator MAKI
Koordinator LSM Masyarakat Antikorupsi (MAKI) Boyamin Saiman menilai, kasus ini adalah kasus yang cukup lama berada di meja penyidik. Dia pun mengapresiasi positif persidangan kasus ini.
Boyamin berharap, Jaksa Penuntut Umum (JPU) segera menghadirkan saksi-saksi kunci dalam kasus ini. Tujuannya, agar kasus ini bisa cepat selesai. “Jika merujuk dakwaan, dugaan terkait peran setiap pihak dalam kasus ini sudah tampak jelas,†katanya, kemarin.
Oleh sebab itu, ia meminta KPK siap-siap mengembangkan penyidikan kasus ini. “Dalam persidangan ini, KPK bisa saja mendapatkan informasi penting untuk menelusuri pihak-pihak lain yang terlibat,†terang Bonyamin.
Boyamin menegaskan, dakwaan jaksa yang menyatakan bahwa bekas Dirut PLN Eddie Widiono melakukan penunjukan langsung dalam pelaksanaan proyek, harus dikembangkan.
“Pengadilan menjadi tempat untuk menguji kebenaran secara terbuka. Ini kesempatan emas yang tidak boleh disia-siakan,†ucapnya.
Boyamin menilai, keterangan saksi-saksi dalam persidangan kasus tersebut idealnya bisa digunakan KPK untuk mengungkap keterlibatan pihak lain.
Menurutnya, adalah kewajiban KPK untuk menelusuri setiap informasi sekecil apapun. Apalagi informasi tersebut muncul di persidangan.
“KPK diberi amanah untuk menindaklanjuti seluruh fakta dan bukti-bukti, termasuk di dalamnya fakta yang terungkap di persidangan,†katanya seraya berharap, para saksi yang dipanggil bersikap kooperatif. [Harian Rakyat Merdeka]