Berita

Chevron

X-Files

Salah Satu Karyawan Chevron Dituntut Tujuh Tahun Penjara

Disebut Rugikan Negara Rp 96 Miliar
SABTU, 15 JUNI 2013 | 08:41 WIB

Setelah dua kali ditunda, sidang tuntutan untuk salah seorang terdakwa kasus Chevron, Widodo digelar di Pengadilan Tipikor Jakarta, kemarin.

Widodo yang dalam konteks kasus ini menjabat Team Leader Waste Sumatera Light North (SLN) PT Chevron Pasific Indonesia (CPI) di Duri, Riau, dituntut 7 tahun penjara dan denda Rp 500 juta.

Sidang pembacaan tuntutan terhadap salah seorang terdakwa perkara korupsi proyek normalisasi (bioremediasi) lahan tercemar minyak di Riau tahun 2006-2011 ini, sedianya dijadwalkan pada Senin (10/6) lalu. Namun, karena jaksa penuntut umum (JPU) terlambat 5 jam dari jadwal semula pukul 8 pagi, sidang ditunda pada Rabu (12/6).


Pada Rabu, Ketua Majelis Hakim Sudharmawatiningsih kembali menunda pembacaan tuntutan dalam sidang yang dimulai pukul 3 sore, karena khawatir waktu pembacaan tuntutan tidak mencukupi.

Kemarin, sidang pembacaan tuntutan diagendakan pukul 8 pagi. Tuntutan dibacakan bergantian oleh JPU yang diketuai Peri Ekawirya. Dalam tuntutan, Widodo dinyatakan terbukti melakukan korupsi secara bersama-sama dan berlanjut. Terdakwa dinyatakan melakukan korupsi sebagaimana diancam dalam Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 Undang Undang Tipikor jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 jo Pasal 64 ayat 1 KUHP, sebagaimana disebutkan dalam dakwaan primer.

“Menuntut menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Widodo dengan pidana penjara selama 7 tahun, dikurangi masa penahanan, dan denda Rp 500 juta subsider enam bulan kurungan,” tandas jaksa Peri.

Menurut JPU, Widodo bersama Manajer Lingkungan Sumatera Light North (SLN) dan Sumatera Light South (SLS) PT CPI Endah Rumbiyanti melakukan penyalahgunaan wewenang, yaitu menggunakan PT Green Planet Indonesia (GPI) untuk melaksanakan bioremediasi. Kemudian, melakukan pembayaran kepada PT GPI. Padahal, menurut jaksa, bioremediasi itu tidak dilaksanakan sebagaimana diatur dalam Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 128 Tahun 2003. Sehingga, negara dirugikan sebesar 9,9 juta dolar AS, atau sekitar Rp 96 miliar.

Sebelum membacakan tuntutan, jaksa Ekawirya mengemukakan hal-hal yang dijadikan pertimbangan memberatkan dan meringankan. Pertimbangan yang memberatkan, terdakwa tidak merasa bersalah dan tidak mengakui perbuatannya, merugikan penerimaan uang negara dan memperkaya orang lain atau suatu korporasi. “Hal-hal yang meringankan, terdakwa bersikap sopan dalam persidangan dan belum pernah dihukum,” ucapnya.

Menjelang JPU menyebutkan tuntutan pidana, terdakwa Widodo yang mengenakan kemeja putih, tampak serius. Sebelum itu, Widodo kadang terkantuk-kantuk. Pukul 4 sore, pembacaan tuntutan selesai.

Kuasa hukum Widodo, Maqdir Ismail menyatakan bahwa tuntutan 7 tahun penjara itu sangat tidak masuk akal. Soalnya, fakta persidangan tidak seperti yang didakwakan JPU. Apalagi, katanya, dakwaan JPU hanya berdasarkan keterangan satu saksi ahli yang punya kepentingan terkait tender proyek bioremediasi.

Kemudian, menurut Maqdir, angka kerugian negara Rp 96 miliar pun tidak berdasar. Soalnya, pokok perhitungan yang dijadikan dasar bukan dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), tapi perhitungan jaksa. “Jaksa yang menyodorkan ke BPKP. Bukan dari BPKP,” ucapnya.

Kejaksaan, menurut Maqdir, juga tidak konsisten dalam menetapkan angka kerugian negara. Soalnya, kerugian negara yang dilansir kejaksaan berubah-ubah.

Untuk menentukan angka kerugian negara dalam kasus ini, pihak Kejagung menyatakan menggunakan hasil audit BPKP. “Hampir seratus miliar nilai kerugian negaranya,” kata Adi Toegarisman, Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung saat kasus ini masih tahap penyidikan. Sebelumnya, kerugian negara dalam kasus ini disebut Rp 200 miliar.

Kasus ini berawal dari perjanjian antara Badan Pelaksana Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP Migas) dan PT CPI. Salah satu poin perjanjian itu, mengatur tentang biaya pemulihan lingkungan (cost recovery) bekas lahan eskplorasi minyak PT CPI dengan cara bioremediasi.

Bioremediasi adalah teknik penormalan tanah setelah terkena limbah minyak. Chevron telah menunjuk dua perusahaan untuk melakukan bioremediasi itu pada 2006 sampai 2011, yaitu PT Green Planet Indonesia (GPI) dan PT Sumigita Jaya (SJ). Tapi, menurut Adi, dua perusahaan itu tidak memiliki kemampuan melakukan bioremediasi. Padahal, lanjutnya, anggaran sebesar 23,361 juta dolar AS telah dicairkan BP Migas untuk bioremediasi itu.

Kilas Balik
Ada Yang Sudah Divonis Hakim

Kejaksaan Agung menetapkan 7 tersangka kasus Chevron. Lima di antaranya berasal dari Chevron, yakni Endah Rubiyanti, Widodo, Kukuh, Bachtiar Abdul Fatah dan Alexiat Tirtawijaya. Dua tersangka lainnya dari kelompok kerja sama operasi (KSO), yakni yakni Herland selaku Dirut PT Sumigita Jaya dan Ricksy Prematuri dari PT Green Planet Indonesia.

Semua tersangka telah menjalani persidangan, kecuali Alexiat yang keburu pergi ke Amerika Serikat dengan alasan menemani suaminya yang sakit di negeri paman sam itu. Alexiat bahkan belum pernah diperiksa sebagai tersangka oleh penyidik Kejagung.

Manajer Lingkungan Sumatera Light North (SLN) dan Sumatera Light South (SLS) PT Chevron Pasific Indonesia (CPI) Endah Rumbiyanti dituntut pidana penjara 4 tahun dan denda Rp 500 juta subsider enam bulan kurungan. Ketua Tim Penanganan Isu Sosial Lingkungan SLS PT CPI Kukuh Kertasafari dituntut pidana penjara 5 tahun dan denda Rp 500 juta subsider enam bulan kurungan. Terdakwa Bachtiar masih menjalani sidang pemeriksaan saksi-saksi.

Dua petinggi perusahaan pelaksana proyek bioremediasi, yaitu Direktur Utama PT Sumigita Jaya, Herland bin Ompo dan Direktur PT Green Planet Indonesia (GPI) Ricksy Prematuri juga didakwa korupsi dalam kasus ini.

Ricksy yang merupakan pelaksana teknis dalam proyek normalisasi lahan tercemar minyak atau bioremediasi PT CPI, divonis hukuman lima tahun penjara dan denda Rp 200 juta subsider dua bulan kurungan.

Majelis hakim menyatakan, Ricksy terbukti melakukan tindak pidana korupsi dalam kasus proyek bioremediasi PT CPI di Duri, Riau, tahun 2006-2011, sehingga menyebabkan kerugian negara 3.089 dolar Amerika Serikat.

Sedangkan Herland, divonis 6 tahun penjara dan denda Rp 250 juta subsider 3 bulan kurungan. Dia juga diharuskan membayar uang pengganti sebesar 6,9 juta dolar AS.

Kejagung pernah menaksir kerugian negara dalam kasus ini sekitar Rp 200 miliar. Tapi, Vice President Policy Government and Public Affair PT CPI Yanto Sianipar mengaku tak mengerti, kenapa Kejagung menaksir kerugian negara dalam kasus ini sebesar Rp 200 miliar. “Saya tidak tahu menahu angka yang dikeluarkan Kejagung. Yang pasti, kami memiliki seluruh data proyek bioremediasi, dan akan kami jelaskan selama berjalannya pemeriksaan,” katanya.

Perkara dugaan proyek fiktif pemulihan lingkungan ini, berawal dari perjanjian antara Badan Pelaksana Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP Migas) dan PT Chevron. Salah satu poin perjanjian itu, mengatur tentang biaya pemulihan lingkungan (cost recovery) bekas lahan eskpolrasi minyak Chevron dengan cara bioremediasi.

Bioremediasi adalah teknik penormalan tanah setelah terkena limbah minyak. Chevron telah menunjuk dua perusahaan untuk melakukan bioremediasi pada 2006 sampai 2011, yaitu PT Green Planet Indonesia (GPI) dan PT Sumigita Jaya (SJ). Tapi, menurut Kapuspenkum Kejagung, bioremediasi yang seharusnya dilakukan selama perjanjian berlangsung, tidak dilaksanakan dua perusahaan yang ditunjuk Chevron itu.
Padahal, kata Kapuspenkum Kjagung Adi Toegarisman, untuk melakukan bioremediasi, anggaran sebesar 23,361 juta Dolar Amerika Serikat telah diajukan ke BP Migas. Anggaran itu pun sudah dicairkan. Namun, tak ada kegiatan bioremediasi.

Proses Hukum Tidak Bisa Diintervensi
Syarifuddin Suding, Anggota Komisi III DPR

Keluarga para tersangka kasus Chevron mengadu ke Komisi III DPR karena menilai ada kriminalisasi dalam penanganan perkara ini di kejaksaan.

Namun, menurut anggota Komisi III DPR Syarifuddin Suding, pengaduan para keluarga tersangka itu tidak bisa menghalangi atau mengintervensi aparat penegak hukum dalam melakukan tugasnya.

“Pengaduannya kita terima, bahwa ada keberatan-keberatan dari keluarga korban kepada kejaksaan dalam penyidikan kasus tersebut. Kita sampaikan keberatan itu kepada kejaksaan. Namun, kita tidak bisa mengintervensi kejaksaan,” ujarnya.

Kata Suding, kewenangan Komisi III DPR hanya menindaklanjuti pengaduan itu kepada kejaksaan. Terutama tentang apa yang dianggap tidak sesuai hukum oleh keluarga para tersangka.

“Kita tindaklanjuti. Bahwa kemudian kejaksaan tetap membawa kasus ini ke pengadilan, itu hal lain. Kita tidak bisa melakukan intervensi,” ucapnya.

Mengenai masih ada tersangka yang belum menjalani proses peradilan, masih disidik atau pergi ke luar negeri, Suding menilai bahwa kejaksaan akan melakukan proses hukum secara menyeluruh dalam kasus ini.

“Bahwa masih ada yang belum sempat diproses, ke luar negeri atau masih dalam penyidikan, tentunya itu masih berproses,” ucapnya.

Suding menyerahkan sepenuhnya penyelesaian kasus ini kepada proses peradilan. Soal terbukti atau tidak, majelis hakim yang akan menentukan.

Masih Ada Tersangka Yang Di Luar Negeri
Alex Sato Bya, Bekas Jamdatun

Bekas Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara Alex Sato Bya menilai, perkara dugaan proyek biomerediasi fiktif ini adalah kasus pidana yang merugikan keuangan negara dalam jumlah tidak sedikit.

“Ini bukan kasus perdata, tapi pidana karena ada keuangan negara yang dirugikan dan ada pihak atau perusahaan yang diuntungkan dari proyek fiktif tersebut,” kata Alex, kemarin.

Alex mengingatkan agar Kejaksaan Agung terus mengusut kasus ini sampai tuntas. Kata dia, kejaksaan tidak boleh mundur. Dia mengingatkan, jangan sampai kejaksaan terjebak pada nama PT Chevron sebagai perusahaan asing. “Jangan dilihat dari perusahaan asing atau bukan. Yang terlibat itu pun orang pribumi,” ujarnya.

Dia juga berharap kejaksaan membawa salah seorang tersangka kasus ini yang masih berada di Amerika Serikat ke Indonesia. Setidaknya, jika kejaksaan serius, maka tersangka itu bisa saja diperiksa dengan bantuan kedutaan besar Indonesia di negara tersebut.

“Jika sudah ada alamat yang jelas tempat tinggalnya, kejaksaan bisa meminta bantuan kedutaan,” ucapnya.

Kejagung telah menetapkan tujuh tersangka kasus ini. Lima diantaranya berasal dari PT Chevron Pasific Indonesia, yakni Endah Rubiyanti, Widodo, Kukuh, Bachtiar Abdul Fatah dan Alexiat. Dua tersangka lainnya dari kelompok kerja sama operasi (KSO), yakni yakni Herland selaku Dirut PT Sumigita Jaya dan Ricksy Prematuri dari PT Green Planet Indonesia. Semua tersangka telah ditahan, kecuali Alexiat yang keburu pergi ke Amerika Serikat dengan alasan menemani suaminya yang sakit di negeri paman sam itu.

Alex menduga, masih banyak kasus kasus bioremediasi fiktif di perusahaan lain yang harus diusut kejaksaan. Dia berharap, semestinya kasus serupa dibongkar dan diusut sampai tuntas. “Terlalu banyak kasus yang belum dibongkar. Jangan bangga dulu, jika ini pun tak tuntas, maka akan kian kecewalah masyarakat,” tandasnya.

Terbukti atau tidak, lanjut dia, biarlah proses pengadilan yang menentukannya. 

Populer

Mantan Jubir KPK Tessa Mahardhika Lolos Tiga Besar Calon Direktur Penyelidikan KPK

Rabu, 24 Desember 2025 | 07:26

Mantan Wamenaker Noel Ebenezer Rayakan Natal Bersama Istri di Rutan KPK

Kamis, 25 Desember 2025 | 15:01

Sarjan Diduga Terima Proyek Ratusan Miliar dari Bupati Bekasi Sebelum Ade Kuswara

Jumat, 26 Desember 2025 | 14:06

Kejagung Copot Kajari Kabupaten Tangerang Afrillyanna Purba, Diganti Fajar Gurindro

Kamis, 25 Desember 2025 | 21:48

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

8 Jenderal TNI AD Pensiun Jelang Pergantian Tahun 2026, Ini Daftarnya

Rabu, 24 Desember 2025 | 21:17

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

UPDATE

Investigasi Kecelakaan Jeju Air Mandek, Keluarga Korban Geram ? ?

Sabtu, 27 Desember 2025 | 17:52

Legislator Nasdem Dukung Pengembalian Dana Korupsi untuk Kesejahteraan Rakyat

Sabtu, 27 Desember 2025 | 17:43

Ledakan Masjid di Suriah Tuai Kecaman PBB

Sabtu, 27 Desember 2025 | 16:32

Presiden Partai Buruh: Tidak Mungkin Biaya Hidup Jakarta Lebih Rendah dari Karawang

Sabtu, 27 Desember 2025 | 16:13

Dunia Usaha Diharapkan Terapkan Upah Sesuai Produktivitas

Sabtu, 27 Desember 2025 | 15:26

Rehabilitasi Hutan: Strategi Mitigasi Bencana di Sumatera dan Wilayah Lain

Sabtu, 27 Desember 2025 | 15:07

Pergub dan Perda APBD DKI 2026 Disahkan, Ini Alokasinya

Sabtu, 27 Desember 2025 | 14:52

Gebrakan Sony-Honda: Ciptakan Mobil untuk Main PlayStation

Sabtu, 27 Desember 2025 | 14:24

Kebijakan Purbaya Tak Jauh Beda dengan Sri Mulyani, Reshuffle Menkeu Hanya Ganti Figur

Sabtu, 27 Desember 2025 | 14:07

PAN Dorong Perlindungan dan Kesejahteraan Tenaga Administratif Sekolah

Sabtu, 27 Desember 2025 | 13:41

Selengkapnya