Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan (Jaksel) mulai menyidangkan kasus pencurian pulsa konsumen Telkomsel, kemarin. Direktur Utama PT Colibri Netwok, Nirmal Hiroo Bharwani alias HB Naveen menjadi terdakwa pertama.
Dalam sidang perdana, jaksa Arya Wicaksana membeberkan, tindakan Nirmal merugikan konsumen atau pelanggan Telkomsel sekitar Rp 19,8 miliar.
Selaku Dirut PT Colibri, Nirmal semestinya menghentikan layanan telepon yang merugikan konsumen atau pelanggan. “Pada kenyataannya, jenis layanan telepon yang menyedot pulsa pelanggan dibiarkan berjalan,†katanya.
Akibatnya, jaksa mengancam Nirmal hukuman enam tahun penjara dan denda Rp 1 miliar. “Terdakwa merugikan konsumen dalam transaksi elektronik,†tandas jaksa Arya.
Akibatnya, jaksa mengancam Nirmal hukuman enam tahun penjara dan denda Rp 1 miliar. “Terdakwa merugikan konsumen dalam transaksi elektronik,†tandas jaksa Arya.
Jaksa merinci, tindakan terdakwa berawal saat PT Colibri meneken perjanjian kerja sama jasa pesanan premium dengan PT Telkomsel. Perjanjian kerjasama itu terangkum dalam surat: PKS.302/302/LG.05/DM-01/III/2011 tanggal 1 Maret 2011.
Isi surat perjanjian kerjasama itu menyinggung tentang layanan berlangganan nada dering dan nada sela telepon. Dalam istilah telekomunikasi, kedua hal tersebut dikenal dengan nama Top Ringtone & NSP (REG IE). “Layanan tersebut merupakan layanan SMS berlangganan dengan cara tekan atau push *933*33# lalu OK/Yes,†jelas Arya.
Untuk keperluan berlangganan dengan cara tekan atau push tersebut, Colibri memasang tarif langganan Rp 3000 per tujuh hari. Selanjutnya, begitu pengguna berlangganan, ringtone akan diterima. Pada bagian ini, pelanggan akan menerima enam ringtone per bulan. Untuk keperluan ini, pelanggan kembali dikenai biaya Rp 2000 per ringtone.
Setelah berlangganan konten tersbut, tambah Arya, pelanggan akan menerima SMS push yang isinya penawaran iklan untuk ringtone, dan untuk itu pulsa pelanggan akan terpotong otomatis Rp 2.200 per SMS.
Menurut jaksa, di sinilah persoalan muncul. Sebab dari penghitungan jaksa, jumlah pelanggan yang mengikuti program *933*33# dan tidak melakukan UNREG EI sebanyak 643.583 pelanggan. Angka itu menjadi pedoman menghitung rata-rata pelanggan SMS push yang diterima pelanggan lebih dari 16 kali per bulan.
“Akibatnya, konsumen mengalami kerugian sebesar Rp 19.822.356.400,†urai Arya.
Mendengar dakwaan jaksa, terdakwa sesekali menggelengkan kepala. Tak jarang dia menyeka keringat yang membasahi keningnya. Begitu pembacaan memori dakwaan tuntas, Ketua Majelis Hakim Guzrizal menyampaikan pertanyaan kepada Nirmal. “Apakah saudara terdakwa sudah mengetahui dakwaan jaksa dengan jelas?†Nirmal menjawab, “Sudah Yang Mulia.â€
Lalu hakim melanjutkan, “Apakah terdakwa dan tim kuasa hukum akan mengajukan eksepsi atau keberatan pada sidang pekan depan?†Kali ini, terdakwa meminta kesempatan berunding dengan tim kuasa hukum. Lalu, koordinator tim penasihat hukum terdakwa, John K Azis menjawab, “Kami tidak mengajukan eksepsi.â€
Maka hakim memutuskan melanjutkan sidang pekan depan dengan agenda keterangan saksi.
Kilas Balik
Dilaporkan Konsumen Awal Oktober 2011Kasus ini bermula saat konsumen Telkomsel, Feri Kuntoro melaporkan kehilangan pulsa setelah registrasi undian berhadiah lewat layanan SMS konten dengan code 9133.
Belakangan diketahui, layanan itu disediakan content provider PT Colibri Networks. PT Colibri pun dilaporkan pada 5 Oktober 2011 ke Polda Metro Jaya dengan nomor laporan LP/3409/X/2011/PMJ/ Ditreskrimsus. Kasus ini memasuki proses penyidikan pada awal Maret 2012.
Atas kasus ini, skandal pencurian pulsa di berbagai operator seluler terungkap. Setelah melewati pembahasan sengit di Panitia Kerja (Panja) DPR, pemerintah akhirnya menyetop berbagai layanan premium dan layanan pelanggan lainnya.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Setia Untung Arimuladi menjelaskan, pelimpahan berkas perkara Dirut PT Colibri Nirmal Hiro Barwani (NHB) alias HB Naveen dilaksanakaan Senin (27/5) lalu.
Dalam perkara ini, Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan menugaskan enam jaksa untuk mengawal persidangan kasus tersebut. Jaksa-jaksa itu adalah Tatang Sutarna, Dede Herdiana, Eka Kurnia, Donna Mailova, Arya Wicaksana dan Defid Tri Rizki.
Dia menambahkan, dua berkas perkara atas nama tersangka KP (Wakil Direktur PT Telkomsel) dan WMH (Dirut PT Mediaplay) sampai saat ini masih dilengkapi penyidik. Diketahui, KP adalah Krisnawan Pribadi. WMH adalah Windra Mai Harianto.
Kejaksaan pun berharap, dua berkas perkara tersebut dapat segera menyusul dilimpahkan ke pengadilan. Sebab, menurutnya, berkas perkara dua tersangka itu sudah sering bolak-balik Kejagung-Mabes Polri.
“Kami harap bisa segera lengkap, sehingga bisa segera disidangkan,†ujar Untung.
Kasus Mafia Pulsa Kenapa Sangat LamaIwan Gunawan, Sekjen PMHISekjen Perhimpunan Magister Hukum Indonesia (PMHI) Iwan Gunawan meminta pengusutan kasus mafia pulsa diintensifkan. Mengingat kasus ini sudah sangat lama dilaporkan ke kepolisian. “Sudah ada laporan serta sudah ada rekomendasi dari Panitia Kerja DPR,†katanya, kemarin.
Artinya, penegak hukum tinggal menindaklanjuti rekomendasi-rekomendasi dari DPR tersebut. Sejauh rekomendasi itu berkaitan dengan masalah hukum yang ada, idealnya segera ditindaklanjuti secara proporsional.
Apalagi, sifat dari rekomendasi ini berkaitan dengan temuan-temuan atau fakta di lapangan. “Kesesuaian inilah yang bisa menjadi pintu masuk untuk menindaklanjuti persoalan yang ada,†ucapnya.
Dia menambahkan, persoalan kerugian konsumen di sini hendaknya menjadi pelajaran yang berarti. Jadi, setiap perusahaan penyedia content provider semestinya berhati-hati dalam memasarkan produknya. Tidak sembarangan atau hanya mengeruk keuntungan berlipat dari produk yang tidak bisa dipertanggungjawabkan.
Iwan menegaskan, pengusutan perkara ini perlu difokuskan lagi. Sebab, dua tersangka kasus ini belum selesai penyidikannya. “Jangan sampai dari tiga tersangka, hanya satu berkas perkara tersangka saja yang masuk persidangan,†wanti-wantinya.
Dia meminta, kepolisian dan kejaksaan transparan dalam mengusut perkara ini.
Sehingga, jelas bagi masyarakat kenapa berkas perkara para tersangka kasus ini sering bolak-balik Mabes Polri-Kejagung.
Dengan begitu, masyarakat bisa mengukur keseriusan kepolisian dan kejaksaan menyelesaikan perkara yang berkaitan dengan kepentingan masyarakat banyak. [Harian Rakyat Merdeka]