Berita

Andi Alfian Mallarangeng

X-Files

Enam Bulan Jadi Tersangka Andi Belum Ke Penuntutan

KPK Masih Lakukan Pemeriksaan Saksi
JUMAT, 07 JUNI 2013 | 09:56 WIB

Sudah setengah tahun bekas Menteri Pemuda dan Olahraga Andi Alfian Mallarangeng berstatus tersangka. Sejak awal Desember 2012. Tapi, hingga kini, Andi belum dilimpahkan KPK ke penuntutan.

Menurut Juru Bicara KPK Johan Budi Sapto Prabowo, penyidik masih berupaya menyelesaikan berkas perkara Andi. Dalam sepekan ini, KPK telah memeriksa lebih dari 10 saksi. Semua saksi itu diperiksa untuk tersangka Andi Mallarangeng.

 Pada Rabu (5/6), KPK memeriksa Wakil Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR Olly Dondokambey dan tiga staf anggota DPR sebagai saksi. Mereka adalah staf Ketua Komisi X DPR Mahyuddin bernama Nurdin, Staf Gede Pasek Suardika bernama Sures, dan Staf Deddy ‘Miing’ Gumelar bernama Rakitman. Tapi, Deddy membantah bahwa Rakitman adalah stafnya. KPK juga memeriksa Kepala Bagian Kesekretariatan Komisi X DPR bernama Agus Salim.


Ditemani dua stafnya, Olly tiba di Gedung KPK sekitar pukul 10 pagi. Olly yang mengenakan kemeja lengan pendek warna gelap hanya mengatakan, dirinya dipanggil sebagai saksi bagi tersangka Andi Mallarangeng.

“Buat saksi, saksinya pak menteri,” katanya sembari bergegas masuk Gedung KPK.
Politisi PDIP ini diperiksa sekitar 6 jam. Ditemani stafnya, Olly keluar pukul 4.35 sore.

 Dia mengaku diperiksa penyidik seputar pembahasan dana untuk Kementerian Pemuda dan Olahraga. Katanya, tidak ada dana dari Kemenpora yang mengalir ke pimpinan Banggar DPR sebagai komisi pemulusan anggaran untuk pembangunan proyek Hambalang. “Nggak ada itu,” akunya.

Dia pun membantah melakukan pertemuan di hotel untuk membahas dana Hambalang. “Nggak ada itu. Kalian yang lebih tahu,” ucapnya.

 Pada Selasa (4/6), giliran Direktur Utama PT Dutasari Citralaras Mahfud Suroso kembali dipanggil KPK. Sebelum diperiksa, Mahfud mengaku membawa dokumen untuk kelengkapan klarifikasi. “Terkait pekerjaan. Nanti saja kalau sudah selesai ya,” ujarnya.

Selasa itu, KPK juga memanggil PNS BPK Naoufal Anwar dan asisten pribadi Andi Mallarangeng, Fahrudin dan Deputi Peningkatan Prestasi Olahraga Kementerian Pemuda dan Olahraga Djoko Pekik.

Fahrudin yang mengenakan kemeja kotak-kotak lengan pendek, keluar Gedung KPK menjelang adzan maghrib. Usai diperiksa penyidik selama hampir 7 jam, Fahrudin mendapat banyak pertanyaan. Antara lain mengenai fungsi dan peran staf khusus.
Sebagai staf khusus, Fahrudin juga ditanya tentang rapat-rapat yang dihadiri Menteri Pemuda dan Olahraga Andi Mallarangeng mengenai masalah Hambalang.

“Ada beberapa kali ikut rapat. Kemudian rapat eselon I soal Hambalang, saya juga ikut. Perencanaannya ikut. Itu saja,” katanya.

Ditanya apakah pernah mengantar uang Rp 20 miliar untuk adik Andi, Zulkarnaen Mallarangeng alias Choel dari Deddy Kusdinar, Fachrudin menjawab, “Nggak Rp 20 miliar. Nggak tahu berapa jumlahnya. Yang pasti, waktu itu Deddy Kusdinar mengantarkan uang, saya ikut menemani.”

Sekadar mengingatkan, Deddy Kusdinar adalah Kepala Biro Keuangan dan Rumah Tangga Kemenpora yang juga menjadi tersangka kasus ini. Fahrudin menegaskan, uang tersebut diantar Deddy. “Saya hanya menemani. Waktu penyerahan pun saya nggak tahu, karena saya dan dia nggak datang bersamaan. Deddy datang duluan,” akunya.

Pada Senin (3/6), KPK memeriksa tiga saksi. Mereka adalah sekretaris pribadi Andi Mallarangeng, Iim Rohimah, Deputi Kemenpora Lalu Wildan dan staf Kemenpora Andi Farid Akbar. Seusai diperiksa, ketiga saksi itu tidak mau bicara.

KILAS BALIK
Anak Buah Andi Duluan Jadi Tersangka


Menteri Pemuda dan Olahraga Andi Alfian Mallarangeng (AAM) ditetapkan sebagai tersangka berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Nomor Sprin.Dik-46/01/12/2012 tertanggal 3 Desember.

Andi disangka melanggar Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 Undang Undang Nomor 31 tahun 1999, sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Pasal-pasal itu menyangkut perbuatan memperkaya diri sendiri, orang lain atau korporasi yang dapat merugikan keuangan negara.

Karena kasus ini, bekas Kepala Biro Rumah Tangga dan Keuangan Kemenpora Deddy Kusdinar (DK) juga ditetapkan sebagai tersangka. Deddy ditetapkan sebagai tersangka pada 19 Juli 2012. Lebih dahulu dari penetapan Andi sebagai tersangka.

“Dari hasil pengembangan kasus tersangka DK, ditemukan fakta-fakta hukum yang bisa disimpulkan bahwa KPK menetapkan AAM selaku Menpora atau selaku Pengguna Anggaran pada Kemenpora sebagai tersangka,” kata Ketua KPK Abraham Samad di Gedung KPK, Jumat, 7 Desember 2012.

KPK mulai menyelidiki kasus Hambalang pada Agustus 2011. Setidaknya, ada dua peristiwa yang terindikasi korupsi dalam proyek Hambalang. Pertama, pada proses penerbitan sertifikat tanah Hambalang di Jawa Barat.

Kedua, pengadaan proyek Hambalang yang dilakukan secara multi years. Pengadaan proyek Hambalang ditangani kerja sama operasi (KSO) PT Adhi Karya dan PT Wijaya Karya.

Kasus ini semakin jelas setelah Ketua BPK Hadi Purnomo pada Kamis, 31 Oktober 2012 menyampaikan nilai kerugian negara karena proyek Hambalang adalah Rp 243,6 miliar. Rinciannya, selisih pembayaran uang muka senilai Rp 116,9 miliar ditambah pemahalan harga pelaksanaan konstruksi Rp 126,7 miliar, yang terdiri atas mekanikal elektrikal sebesar Rp 75,7 miliar dan pekerjaan struktur sebesar Rp 51 miliar.

Dalam laporannya, BPK menyatakan Menpora diduga membiarkan Sekretaris Kemenpora melaksanakan wewenang Menpora. Kemudian, tidak melakukan pengendalian dan pengawasan terhadap tindakan Sesmenpora. Tindakan Sesmenpora itu menandatangani surat permohonan persetujuan kontrak tahun jamak tanpa memperoleh pendelegasian dari Menpora.

Pembiaran Menpora, menurut laporan itu, juga diduga terjadi pada tahap pelelangan, yaitu ketika Sesmenpora menetapkan pemenang lelang konstruksi dengan nilai kontrak di atas Rp 50 miliar tanpa memperoleh pendelegasian dari Menpora.

Sesmenpora juga diduga melakukan penyimpangan  terhadap Revisi Anggaran Kementerian/Lembaga (RKA-KL) tahun anggaran 2010, dengan mengajukan permohonan revisi 2010 berupa volume keluaran yang berbeda dari seharusnya.

Soalnya, volume keluaran dinaikkan dari 108.553 meter persegi menjadi 121.097 meter persegi. Padahal, volume itu turun menjadi 100.398 meter persegi.

Sesmenpora pada 2010 dijabat Wafid Muharram. Dia telah divonis tiga tahun penjara dalam kasus korupsi pembangunan Wisma Atlet SEA Games. Hukuman Wafid diperberat menjadi lima tahun penjara oleh putusan kasasi Mahkamah Agung.

Terkait kontrak tahun jamak Hambalang, Menteri Keuangan disebut menyetujui kontrak tahun jamak dan Dirjen Anggaran menyelesaikan proses persetujuannya, setelah melalui proses penelaah secara berjenjang secara bersama-sama.

Padahal, kontrak tahun jamak itu diduga melanggar PMK 56/PMK 02/2010. Dirjen Anggaran juga menetapkan RKA-KL Kemenpora 2011 dengan skema tahun jamak sebelum penetapan proyek tahun jamak disetujui.

Cari Dalang Multi Years
Hifdzil Alim, Peneliti PUKAT UGM

Peneliti senior Pusat Kajian Antikorupsi Universitas Gadjah Mada (PUKAT UGM) Hifdzil Alim berharap, KPK bisa mengungkap semua yang terlibat dalam kasus korupsi proyek pembangunan pusat olahraga Hambalang. Baik dari pihak eksekutif, pengembang maupun dari pihak legislatif.

“Jika KPK menyangka ada pelanggaran dalam proses penganggaran dari single year menjadi multi years oleh DPR, maka KPK harus bisa mengungkap siapa dalang di balik itu. Saya meminta KPK terus mengintensifkan pemeriksaan anggota DPR.” kata Hifdzil.

Dia mengingatkan, korupsi adalah kejahatan yang tidak bisa dilakukan sendiri. Selain pihak eksekutif dan pengembang, patut diduga ada pihak-pihak lain yang ikut terlibat. Sebab itu, kata Hifdzil, kejelian dan ketelitian KPK dalam melakukan penyidikan sangat dibutuhkan.

Menurut Hifdzil, kasus korupsi mark up anggaran berbeda dengan kasus suap yang pelakunya tertangkap tangan. Dalam kasus Hambalang, kemampuan KPK untuk menelusuri dan mengungkap pihak-pihak yang terlibat diuji.

“Kalau tertangkap tangan cepat karena relatif lebih mudah. Tapi kalau kasus seperti Hambalang, sangat dibutuhkan keprofesionalan,” tandasnya.

Mengenai kesan bahwa penyidikan kasus Hambalang lama, Hifdzil menyatakan, hal itu merupakan strategi KPK. Menurutnya, pertama KPK akan melimpahkan berkas perkara mantan Menpora Andi Alfian Mallarangeng (AAM) ke penuntutan. “Bekas menterinya dulu naik, baru yang lain menyusul,” katanya.

Mengenai KPK yang belum menahan para tersangka kasus ini, Hifdzil menyebut itu hanya soal waktu. “Jika KPK merasa sudah waktunya menahan, tersangka pasti akan dipanggil dan ditahan,” ucapnya.

Kasus Hambalang Kesannya Lambat
Taslim Chaniago,  Anggota Komisi III DPR

Anggota Komisi III DPR Taslim Chaniago berharap, KPK segera menyelesaikan berkas perkara tersangka Andi Alfian Mallarangeng dalam kasus korupsi proyek pembangunan pusat olahraga Hambalang.

Taslim mengaku heran, kenapa KPK terkesan lambat dalam mengusut kasus tersebut. Padahal, banyak kasus yang tersangkanya ditetapkan belakangan, sudah sampai ke tahap penuntutan.

Makanya dia bertanya, apakah KPK terlalu cepat menetapkan Andi sebagai tersangka. “Kalau memang belum cukup bukti, KPK harus mematangkan dan melengkapkan bukti terlebih dahulu baru menetapkan seorang menjadi tersangka,” ujarnya.

Sehingga, kata Taslim, dalam waktu yang tidak lama berkas pemeriksaan bisa diajukan KPK ke Pengadilan Tipikor. “Itu akan memperlihatkan profesionalisme kerja KPK,” ucap politisi PAN ini.

Menurutnya, KPK lamban menangani kasus Hambalang karena tidak fokus. “Akibat penyelidikan yang tidak matang, maka saat penyidikan menjadi terlambat dan bahkan terkesan bingung untuk melakukan penututan,” nilainya.

Dia berharap, KPK mampu menjawab rasa penasaran masyarakat dengan melimpahkan kasus tersebut ke persidangan.

“Saya harap KPK bisa menjawab semua rasa penasaran publik itu dengan segera melimpahkan kasus tersebut ke tahap penuntutan,” katanya.

Menurut Taslim, kasus Hambalang adalah kasus yang mendapat perhatian besar dari masyarakat. Sehingga, masyarakat menunggu bagaimana duduk perkara kasus tersebut sebenarnya.

Mengenai dugaan ada anggota DPR yang terlibat kasus tersebut, Taslim meminta KPK tetap bersandar pada alat bukti.

“Jika sudah menemukan pelanggaran anggota DPR dalam penganggaran proyek pembangunan sport center yang awalnya single year menjadi multi years, KPK harus segera melakukan penyidikan baru,” tegas Taslim. [Harian Rakyat Merdeka]

Populer

Mantan Jubir KPK Tessa Mahardhika Lolos Tiga Besar Calon Direktur Penyelidikan KPK

Rabu, 24 Desember 2025 | 07:26

Mantan Wamenaker Noel Ebenezer Rayakan Natal Bersama Istri di Rutan KPK

Kamis, 25 Desember 2025 | 15:01

Sarjan Diduga Terima Proyek Ratusan Miliar dari Bupati Bekasi Sebelum Ade Kuswara

Jumat, 26 Desember 2025 | 14:06

Kejagung Copot Kajari Kabupaten Tangerang Afrillyanna Purba, Diganti Fajar Gurindro

Kamis, 25 Desember 2025 | 21:48

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

8 Jenderal TNI AD Pensiun Jelang Pergantian Tahun 2026, Ini Daftarnya

Rabu, 24 Desember 2025 | 21:17

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

UPDATE

Investigasi Kecelakaan Jeju Air Mandek, Keluarga Korban Geram ? ?

Sabtu, 27 Desember 2025 | 17:52

Legislator Nasdem Dukung Pengembalian Dana Korupsi untuk Kesejahteraan Rakyat

Sabtu, 27 Desember 2025 | 17:43

Ledakan Masjid di Suriah Tuai Kecaman PBB

Sabtu, 27 Desember 2025 | 16:32

Presiden Partai Buruh: Tidak Mungkin Biaya Hidup Jakarta Lebih Rendah dari Karawang

Sabtu, 27 Desember 2025 | 16:13

Dunia Usaha Diharapkan Terapkan Upah Sesuai Produktivitas

Sabtu, 27 Desember 2025 | 15:26

Rehabilitasi Hutan: Strategi Mitigasi Bencana di Sumatera dan Wilayah Lain

Sabtu, 27 Desember 2025 | 15:07

Pergub dan Perda APBD DKI 2026 Disahkan, Ini Alokasinya

Sabtu, 27 Desember 2025 | 14:52

Gebrakan Sony-Honda: Ciptakan Mobil untuk Main PlayStation

Sabtu, 27 Desember 2025 | 14:24

Kebijakan Purbaya Tak Jauh Beda dengan Sri Mulyani, Reshuffle Menkeu Hanya Ganti Figur

Sabtu, 27 Desember 2025 | 14:07

PAN Dorong Perlindungan dan Kesejahteraan Tenaga Administratif Sekolah

Sabtu, 27 Desember 2025 | 13:41

Selengkapnya