Berita

aang hamid suganda/ist

Nusantara

Bupati: Warga Kuningan Hanya Ingin PHBM Dihidupkan Kembali

RABU, 05 JUNI 2013 | 14:52 WIB

Bupati Kuningan, Aang Hamid Suganda, menghargai aspirasi dari Gerakan Massa dan Pemuda Untuk Rakyat Taman Nasional Gunung Ciremai (Gempur TNGC), yang menggelar aksi massa menolak Taman Nasional Gunung Ciremai (TNGC). Hanya saja menurut dia, sebetulnya warga hanya ingin mempertahankan lahan dan hak warga untuk mengelola hutan.

"Ya, memang ada aksi terkait penetapan Taman Nasional Gunung Ciremai. Tapi aksi massa ini bukan untuk menolak, melainkan meminta fungsi PHBM (Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat) diaktifkan kembali," kata Aang, seperti dilansir javanews.co, Rabu (5/6).

Aksi massa berlangsung tadi di depan kantor Bupati Kuningan. Aang melihat tuntutan warga merupakan tuntutan yang sangat manusiawi, karena lahan hutan di lereng Gunung Ciremai tersebut merupakan garapan mereka sehari-hari.


"Mereka melakukan penggarapan lahan di lereng gunung secara turun temurun, sehingga menuntut kami Pemkab Kuningan untuk memfasilitasi ke pihak Taman Nasional agar kembali dibuka program PHBM tersebut," jelasnya.

Pemkab Kuningan sendiri secara terbuka menyambut keinginan warga tersebut karena dengan difungsikannya kembali PHBM maka fungsi hutan lindung kembali dijalankan.

" Pada intinya kami menerima, karena ini kewenangannya berada di Taman Nasional, dan kami akan berikan pemaparan secara jelas. Warga menerima dengan menunggu hasil hari ini, yang akan diajukan Pemkab ke pihak taman nasional," ujar Aang.

Penetapan Taman Nasional Gunung Ciremai dari status Hutan Lindung menjadi kawasan Taman Nasional Gunung Ciremai (TNGC) lewat SK Menteri Kehutanan RI No. 424/Menhut-II/2004 bertanggal 19 Oktober 2004 diprotes. Penetapan itu dilakukan secara sepihak sehingga bertentangan dengan prinsip-prinsip dan mekanisme Free Prior Informed and Consent (FPIC) karena tidak melibatkan persetujuan rakyat sekitar gunung Ciremai secara partisipatif.

Gempur TGNC menyebut penetapan Taman Nasional Gunung Ciremai sesuai SK Menhut 19 Oktober 2004 dibuat secara tergesa gesa karena dilakukan satu hari sebelum Menteri Kehutanan yang baru dilantik. Keputusan sepihak itu bahkan telah melanggar UU Kehutanan Nomor 41/1999 dan produk hukum lainnya seperti UU Pokok Agraria Nomor 5/1960, UU Pengelolaan Lingkungan Hidup Nomor 32/2009, dan UU Penataan Ruang Nomor  26/2007. [ald]

Populer

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

Kajari Bekasi Eddy Sumarman yang Dikaitkan OTT KPK Tak Punya Rumah dan Kendaraan

Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07

Terlibat TPPU, Gus Yazid Ditangkap dan Ditahan Kejati Jawa Tengah

Rabu, 24 Desember 2025 | 14:13

UPDATE

Kepala Daerah Dipilih DPRD Bikin Lemah Legitimasi Kepemimpinan

Jumat, 26 Desember 2025 | 01:59

Jalan Terjal Distribusi BBM

Jumat, 26 Desember 2025 | 01:39

Usulan Tanam Sawit Skala Besar di Papua Abaikan Hak Masyarakat Adat

Jumat, 26 Desember 2025 | 01:16

Peraih Adhyaksa Award 2025 Didapuk jadi Kajari Tanah Datar

Jumat, 26 Desember 2025 | 00:55

Pengesahan RUU Pengelolaan Perubahan Iklim Sangat Mendesak

Jumat, 26 Desember 2025 | 00:36

Konser Jazz Natal Dibatalkan Gegara Pemasangan Nama Trump

Jumat, 26 Desember 2025 | 00:16

ALFI Sulselbar Protes Penerbitan KBLI 2025 yang Sulitkan Pengusaha JPT

Kamis, 25 Desember 2025 | 23:58

Pengendali Pertahanan Laut di Tarakan Kini Diemban Peraih Adhi Makayasa

Kamis, 25 Desember 2025 | 23:32

Teknologi Arsinum BRIN Bantu Kebutuhan Air Bersih Korban Bencana

Kamis, 25 Desember 2025 | 23:15

35 Kajari Dimutasi, 17 Kajari hanya Pindah Wilayah

Kamis, 25 Desember 2025 | 22:52

Selengkapnya