Komitmen Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) mewujudkan pemilu 2014 berkualitas kembali diuji. DKPP diminta dapat memberikan putusan tegas dan adil atas pengaduan partai politik mengenai dugaan pelanggaran kode etik Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Ketua Pendiri Indonesian Audit Watch (IAW), Junisab Akbar mengatakan, idealnya dewan yang dipimpin Prof Jimly Asshiddiqie itu memutuskan tidak hanya memberi teguran terhadap komisioner KPU. Tapi, harus dengan tegas merehabilitasi partai politik yang jadi pengadu karena mereka sudah dirugikan akibat kesalahan KPU.
"Itu adalah putusan yang bisa menjadi garda terdepan menciptakan pemilu yang bersih, jujur dan adil. Jika tidak, bukan tidak mungkin pemilu 2014 bermuara sama seperti 2009 dan dengan begitu DKPP yang harus diminta publik ikut bertanggung jawab," kata dia dalam pesan elektronik yang diterima Rakyat Merdeka Online, Senin (20/5).
Junisab mengingatkan DKPP putusan mereka yang hanya memberikan teguran dalam kasus perlawanan KPU atas putusan Bawaslu mengenai kepesertaan PKPI beberapa waktu lalu sebagai putusan yang 'mandul'. Padahal seperti dinyatakan, ada kesalahan dan ada yang bersalah terkait kasus tersebut sehingga DKPP harusnya memberikan sanksi paling keras terhadap KPU. Hal ini menandakan DKPP sangat toleran terhadap KPU.
"Sangat sulit meyakini pemilu 2014 akan berkualitas sebab pemikiran terhadap terciptanya keadilan terkait pemilu sudah tidak ada lagi. Jika parpol yang bersalah tidak bisa memenuhi aturan KPU maka parpol tidak akan bisa menjadi peserta pemilu. Lantas bagaimana kalau KPU yang salah dan mengakibatkan parpol tidak ikut pemilu?" tanya Junisab.
Lebih lanjut mantan anggota DPR RI dari Partai Bintang Reformasi (PBR) ini berpendapat, putusan DKPP yang sudah menyatakan ada kesalahan dan menunjuk nama tujuh Komisioner KPU bisa menjadi bukti permulaan untuk menelisik dari sisi hukum pidana dan meminta fatwa ke Mahkamah Agung (MA). Pasalnya hasil sidang DKPP adalah final dan mengikat.
"Artinya sudah telak. Alat bukti yang telak, sudah tidak bisa ditawar-tawar lagi. Itu bisa menjadi pintu masuk menelisik kesalahan KPU dari sisi hukum," pungkasnya.
Sebelumnya, Direktur Esksekutif Lingkar Madani Untuk Indonesia (LIMA) Ray Rangkuti mengatakan, bila keputusan DKPP yang akan dibacakan lusa hanya memberi sanksi teguran terhadap tujuh Komisioner KPU, maka hal itu sebagai kisah terulangnya penyelematan KPU. Setidaknya sudah dua kali Komisioner KPU diselamatkan DKPP. Pertama saat mengalihkan sanksi yang sejatinya diemban Komisioner KPU terhadap Sekretariat KPU atas semerawutnya verifikasi adminstratif. Kedua, karena memang murni merupakan kesalahan KPU, DKPP 'berbaikhati' untuk memberi sanksi teguran terhadap KPU atas kecongkakan mereka menyikapi putusan sengekata PKPI oleh Bawaslu.
Sekalipun sanksi yang demikian merupakan kompromi DKPP agar pelaksanaan pemilu tidak terguncang, tapi hendaknya Komisioner KPU tidak melihatnya dengan enteng. Lebih-lebih membangun asumsi bahwa mereka akan selalu lolos di sidang-sidang DKPP.
"Dua kali sidang di DKPP dan dua kali juga KPU dipermalukan. Ini semestinya membuat Komisioner KPU lebih berhati-hati, transparan, jujur dan adil dalam setiap pengelolaan tahapan pemilu," demikian Ray Rangkuti.
[dem]