Agum Gumelar
Agum Gumelar
“Pepabri selalu amati perkembangan bangsa dan dinamikanya. Hasil pengamatan itu langsung kami sampaikan kepada Presiden SBY,†kata Ketua Umum Pepabri, Agum Gumelar, kepada Rakyat Merdeka, kemarin.
Berikut kutipan selengkapnya:
Apa yang diamati Pepabri selama pemerintahan SBY?
Tentunya perbaikan kehidupan rakyat banyak. Orientasi kita selalu terhadap rakyat. Tapi kami selalu menjauhi rasa kebencian. Sebab, kalau dasarnya rasa benci, apa yang kita lihat bisa salah semua. Kebencian nanti akan dibalas dengan kebencian juga. Kalau ini terus berkembang, yang kasihan rakyat.
Pepabri itu memiliki watak pejuang. Artinya sikap, perilaku dan tindakan didedikasikan untuk bangsa dan negara.
Bagaimana penilaian Pepabri terhadap negara saat ini?
Pepabri melihat situasi bangsa sekarang ini memang banyak yang benar. Tapi banyak juga yang tidak benar.
Saya sadari selama era reformasi menghasilkan hal yang positif, tapi ada juga tidak positif. Arah reformasi ingin menuju Indonesia yang kita dambakan, yakni jauh lebih demokratis, transparan, taat hukum, dan mengangkat harkat dan martabat manusia. Itu arah bangsa yang kita tuju dengan spirit reformasi.
Tapi ada juga yang salah menafsirkan pengertian reformasi. Seolah-olah apa yang dilakukan benar atas nama reformasi. Contohnya melawan aparat, membakar pos polisi, menghakimi sendiri para pelaku kejahatan atau membakar hidup-hidup pelaku kejahatan.
Apa begitu saja tindakan orang yang salah memahami arti reformasi?
Yang parah lagi, ada kalangan yang berupaya pecah belah bangsa kita dengan alasan reformasi.
Makanya Pepabri dalam melihat reformasi ada tiga hal. Pertama, tinggalkan jauh-jauh nilai lama yang sudah tidak sesuai dengan perjuangan reformasi, seperti nilai-nilai yang berbau arogansi, kemunafikan, dan KKN.
Kedua, tidak semua nilai lama tidak benar. Ada nilai lama yang bisa dilanjutkan karena dirasa baik. Reformasi juga bukan berarti bongkar semua. Kalau kita mau bongkar pagar, kita harus tahu dulu kenapa pagar itu dibuang. Jangan main bongkar begitu saja.
Ketiga, kita harus bisa menemukan nilai-nilai baru agar bisa menciptakan Indonesia yang kita dambakan.
Anda menilai sistem ketatanegaraan saat ini kurang pas?
Sistim ketatanegaraan sekarang menimbulkan kerancuan. Kewenangan Presiden ditipiskan dan kewenangan DPR dipertebal. Saya kira perlu dikaji ulang hasil amandemen UUD 1945. Tapi harus dibuat grand design terlebih dulu.
Siapa yang membuatnya?
Panitia negara independen yang terbebas dari tekanan-tekanan. Di dalamnya tentu ada ahli politik, tata negara, hukum, ekonomi dan lainnya. Saya setuju GBHN dihidupkan lagi. Kewenangan DPR dikurangi.
Kalau reformasi TNI bagaimana?
Reformasi ABRI atau TNI bergulir. Kalau TNI dikritisi dan dihujat, tidak boleh kebakaran jenggot atau sakit gigi. Tapi segera ambil kaca dan melihat kenapa dicaci-maki dan dihujat. Maka dengan kejujuran, kita bisa lihat pantas tidak perlakuan seperti itu.
Di masa yang lalu banyak sikap ABRI di luar koridor jati dirinya. ABRI menyakiti rakyat, main sikat, libas, culik dan ABRI berjaket kuning.
Oknum TNI dan oknum Polri sering berseteru, ini bagaimana?
Dua institusi ini memiliki tugasnya masing-masing. TNI tugas utamanya mempertahankan kedaulatan dari ancaman luar. Kalau Polri tugasnya keamanan dan ketertiban masyarakat. Perlu saling pengertian dan sinergi.
Mayoritas masyarakat menginginkan NKRI utuh. Tapi yang minoritas ingin adanya perpecahan. Mereka ini cerdik dan licik, dengan kepintarannya situasi euforia reformasi dimanfaatkan. Dengan TNI dan Polri pecah, mereka akan senang.Kami melihat dan punya keyakinan kalau TNI-Polri harus solid. Karena dengan itu akan membuat NKRI tetap tegak.
Apa Pepabri memberikan masukan itu ke Presiden?
Ya. Kami sering member masukan. Tidak ada presiden yang menginginkan rakyatnya sengsara. Yang ada seni seorang presiden dalam menangani permasalahan di masyarakat dan menemukan solusi dengan bijak dan benar.
Makanya, jangan dikira karena istri saya (Linda Gumelar) jadi menteri, saya tidak berani mengkritik.Saya tetap mengkritik, tapi dengan cara yang baik beserta solusinya. Bukan mencaci maki dan berkoar-koar.
Dengan suasana santai, saya sering mengkritik. Tidak ada rasa takut. Semuanya demi bangsa dan negara, bukan karena kebencian. Kritikan disampaikan dengan etika yang baik. [Harian Rakyat Merdeka]
Populer
Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16
Senin, 22 Desember 2025 | 17:57
Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33
Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07
Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10
Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37
Rabu, 24 Desember 2025 | 14:13
UPDATE
Jumat, 26 Desember 2025 | 22:08
Jumat, 26 Desember 2025 | 21:46
Jumat, 26 Desember 2025 | 21:45
Jumat, 26 Desember 2025 | 21:09
Jumat, 26 Desember 2025 | 20:37
Jumat, 26 Desember 2025 | 20:26
Jumat, 26 Desember 2025 | 19:56
Jumat, 26 Desember 2025 | 19:42
Jumat, 26 Desember 2025 | 19:32
Jumat, 26 Desember 2025 | 18:59