Pengeroyokan terhadap Sekretaris Umum Badko HMI Jawa Tengah-DI Yogyakarta selaku Presidium Sidang Kongres HMI ke-28, Saifudin, dan pimpinan sidang lainnya terus menuai kecaman.
"Beda pendapat dan beda pilihan itu hak masing-masing peserta dan sudah menjadi hal yang wajar. Tapi kalau sudah ke ranah politis dan anarkis, ini yang perlu dihentikan," tegas Ketum Badko HMI Jateng-DI Yogyakarta Fathurahman (Senin, 15/4).
Fathurahman mengutuk aksi premanisme dalam Kongres HMI. Dia pun mendesak agar oknum kader yang melakukan tindak pidana penganiayaan kepada presidium sidang diusut dan bawa ke ranah Hukum. "Kongres HMI ke-28 di Jakarta kami nyatakan Gagal. Dan ini adalah kecelakaan sejarah dalam HMI," tekannya.
Dia beralasan, demokrasi intelektual kader HMI yang disuguhkan dalam kongres kali ini sudah tidak memunculkan nilai-nilai keislaman dan intelektual.
"Peserta kongres hari ini mengedepankan otot bukan otak. Ide dan retorika yang selalu mengihasi ruang persidangan sudah tidak nampak dalam kongres kali ini. Mereka bagaikan kader jalanan, saling melempar micropon, kursi, buku dan lain-lain," kesalnya.
Makanya, pembahasan yang menyangkut kondisi karut-marut negara pun terlupakan. Kongres HMI ke XXVIII sudah dibawa ke arah anarkhisme sampai berpindah-pindah tempat dari Hotel Borobudur ke Asrama Haji Pondok Gede, ke Graha Insan Cita, Depok dan kini berpindah lagi ke GOR Ragunan.
Itu pun masih berlarut-larut sampai sehingga menimbulkan dampak kerugian materi maupun immaterial yang sangt luar biasa besarnya yang harus ditanggung oleh institusi HMI. "Belum lagi peserta utusan sudah meninggalkan bangku kuliah selama sebulan," tandasnya.
[zul]