. Pemerintah dinilai tidak memiliki strategi dan kebijakan yang jelas di sektor pangan, sehingga harga bahan pangan meroket.
“Terjadinya krisis bawang dan pangan lainnya kerena sistem kuota impor yang tidak transÂparan,’’ tegas bekas Menteri KoorÂÂdinator Perekonomian Rizal Ramli kepada’Rakyat Merdeka, kemarin.
Seperti diketahui, meroketnya harga pangan berimbas terhadap keberlangsungan hidup masyaraÂkat. Selain meroketnya harga baÂwang, harga bibit bawang di paÂsaran juga tinggi. Kondisi terseÂbut menyebabkan petani teranÂcam kesulitan melakukan tanam, kareÂna tidak adanya bibit bawang.
Rizal Ramli selanjutnya meÂngatakan, kuota impor yang tidak transparan seperti ini memicu terjadinya pat gulipat antara pejaÂbat dan pengusaha penerima liÂsenÂsi kuota impor.
“Cara-cara seperti ini yang merugikan rakyat,†ungkap bekas Kepala Badan Urusan Logisitik (Bulog) itu.
Berikut kutipan selengkapnya:Anda tidak setuju adanya sistem kuota impor seperti sekarang ini?Ya. Sebenarnya kalau sistem kuota dihapuskan dan diganti dengan sistem tarif, dipastikan impor kita akan lebih kompetitif. Harga bahan pangan akan lebih murah dan terjangkau oleh rakyat kecil.
Sistem impor sekarang meÂmang kenapa?Dengan sistem kuota impor saat ini, pada kenyataannya yang terjadi bukan kenaikan harga, tapi adalah lompatan harga, sehingga harga-harga kebutuhan pangan meroket tinggi dan membuat rakyat menjerit.
Misalnya saja. Dalam beberapa waktu terakhir sejumlah kebutuÂhan pangan mengalami lompatan harga. Daging misalnya, hargaÂnya berkisar Rp 80.000-90.000 per kilogram, atau dua kali lebih mahal dibandingkan harga di luar negeri.
Begitu juga dengan gula, kedeÂlai, beras, dan lainnya. Bahkan harga bawang putih dan bawang merah sempat menembus Rp 100.000 per kilogram.
Kondisi ini tidak hanya memÂbuat pusing ibu rumah tangga seÂlaku konsumen. Tapi juga para peÂdagang di pasar karena sulit meÂnjual akibat terlalu mahal.
Dampaknya apa?Seperti sekarang ini. Pada prakÂÂtiknya, pembagian kuota imÂpor ini juga terjadi karena
pat guÂlipat antara pejabat dan penguÂsaÂha. Hal ini menjadi sumber penÂdaÂpatan untuk kepentingan partai politik. Akibatnya negara dirugiÂkan karena tidak memperoleh penerimaan yang semestinya. SeÂdangkan rakyat dirugikan karena harus membayar harga pangan lebih mahal dari harga di luar negeri.
Bukankah kita memiliki kebijakan pengendalian pasoÂkan pangan?Kebijakan pengendalian pasok (demand management) yang selama ini diterapkan pemerintah kita saat ini terbukti tidak efektif. Sebaiknya digantikan dengan sistem pengendalian pasokan (
supply management). Selain itu, pemerintah harus
all out memÂberikan insentif untuk menaikkan produksi.
Apa perlu pemerintah meÂngÂuÂmumkan secara trasparan peÂnerima kuota itu?Itu sebuah keharusan yang diÂlaÂkukan pemerintah, dalam hal ini Menteri Perdagangan untuk mengumumkan secara transparan para penerima kuota impor, beÂsarÂnya kuota yang diterima, dan keuntungan yang mereka peroÂleh, yang selama ini dijadikan bancakan para pejabat dan para politisi.
Menteri Perdagangan harusnya juga menjelaskan mengapa harga pangan di dalam negeri dua kali lebih mahal dibandingkan harga di luar negeri. Yang tidak kalah penÂtingnya, Mendag juga harus mengganti sistem kuota yang merugikan negara dan rakyat, deÂngan sistem tarif yang lebih transÂparan dan efisien. Saya juga menÂduga ada yang tidak sehat dalam pengelolaan kuota impor itu.
Apakah perlu ditelusuri juga mengenai adanya masalah persaingan usaha dalam kuota impor itu?Ya. Komisi Pengawas PersaiÂngan Usaha (KPPU) tentunya haÂrus melakukan investigasi dugaan adanya praktik kartel. Hal ini bisa dimulai dari penelusuran sistem pengalokasian kuota impor paÂngan yang telah merugikan rakÂyat. Jika memang terbukti ada praktik kartel, maka KPPU harus menjatuhkan sanksi tegas kepada para pengusaha yang terlibat. SeÂdangkan bagi pejabat yang terÂbukti melakukan pat gulipat daÂlam alokasi kuota, harus diproses sesuai hukum yang berlaku.
Apa masalah pangan ini hanya menjadi tanggung jawab Mendag saja?Tidak. Menteri Pertanian tidak kalah penting bertanggung jawab atas pangan ini. Saya justru minta Kementan segera mempertangÂgungjawabkan anggaran sektor pertanian yang dari tahun ke taÂhun terus naik. Tapi tidak diikuti dengan kenaikan produksi paÂngan. Mentan juga harus segera mengumumkan rencana tiga taÂhunan agar Indonesia bisa memeÂnuhi kebutuhan pangan secara swasembada.
Rencana swasemÂbada itu harus disertai dengan tarÂget-target kuantitatif dan jadwal pencapaian yang jelas.
Apa lagi yang perlu dibeÂnahi?Saya juga minta Kementan mengganti para penyuluh pertaÂnian yang bergaya birokrat dan politisi, dengan petugas penyuluh pertanian profesional. [Harian Rakyat Merdeka]