Tampaknya ada pihak-pihak yang gerah dengan melejitnya elektabilitas Joko Widodo sebagai calon presiden berdasarkan hasil survei sejumlah lembaga belakangan ini. Karena itu, nama Gubernur Jakarta itu dicabut dari bursa kandidat capres.
"Dengan tidak memasukkan nama Jokowi sebagai capres, menunjukkan ada 'ketakutan dan kegamangan' elit di tingkat nasional. Dan ini mempertegas betapa kuatnya Jokowi sebagai figur capres," ujar peneliti Maarif Institute Endang Tirtana pagi ini (Senin, 18/3).
Endang mengungkapkan itu saat diminta pendapat atas hasil survei Lingkaran Survei Indonesia (LSI) yang dirilis kemarin. LSI tak memasukkan nama Jokowi sebagai figur capres karena belum menyatakan kesedian untuk maju di Pemilihan Presiden 2014 dan partainya, PDI Perjuangan, belum menyatakan dukungan.
Padahal, merujuk pada hasil survei sejumlah lembaga sebelum LSI ini, menurut Endang, nama Jokowi sudah menguat. Menguatnya nama Jokowi ini adalah fenomena politik yang luar biasa, mengingat mantan Walikota Solo itu sosok baru dalam panggung politik nasional.
Akan tetapi variabel rentang waktu tidak menjadi masalah bagi Jokowi untuk dapat mengartikulasikan ide-ide perubahannya dan juga tidak kikuk dengan para elit politik nasional.
Bahkan, dengan kemampuannya melakukan penyesuaian baik itu mendekatkan diri dengan masyarakat menengah ke bawah di Jakarta, pun juga dengan kalangan menengah ke atas, Jokowi mampu menaklukkan ibukota.
Tidak hanya itu, sambung Endang, Jokowi juga diakui prestasinya sebagai pemenang ketiga penghargaan walikota terbaik tingkat dunia yang diselenggarakan oleh City Mayor Foundation. Hal ini sudah bisa menjadi bukti bahwa belum berstatus Presiden saja Jokowi sudah mampu mendapatkan perhatian pihak internasional.
"Dalam diskusi-diskusi akademik di negara lain pun juga nama Jokowi mendapatkan respon positif dari para akademisi. Misalnya Dr Marcus Mietzner yang mengatakan Jokowi berpeluang memenangkan Pilpres 2014," tandas Endang, intelektual muda Muhammadiyah ini.
[zul]