RMOL. Mahasiswa dan masyarakat yang tergabung dalam Aliansi Rakyat dan Mahasiswa Sulawesi Tenggara (ARMIST) terlibat bentrok dengan polisi di Kendari kemarin. Akibatnya, tiga mobil plat merah terbakar dan 15 mahasiswa dan warga ditangkap.
Bentrok berawal saat gabungan mahasiswa dan masyarakat menggelar unjuk rasa menolak pelantikan Gubernur dan Wakil Gubernur, H. Nur Alam-Saleh Lasata.
Menurut Ketua BEM Universitas Haluoleo Kendari, Syawal Riyaman, pukul 08.00 Wita sebanyak 724 warga berkumpul di Bundaran Mandonga. Di saat bersamaan mahasiswa bersiap di depan gerbang satu Universitas Haluoleo. Selang 30 menit, massa dari arah kampus Haluoleo bergerak menuju Stadion Lakidende dan bergabung dengan warga yang sudah ada di sana 15 menit sebelumnya.
Sekitar 3000-an massa ditambah 213 angkutan kota bergerak menuju Gedung DPRD Provinsi Sulawesi Tenggara. Pukul 9.45 massa sampai di Simpang Empat ex MTQ Kota Kendari. Massa dihadang oleh penjagaan kepolisian dari satuan Dalmas dan Brimob dengan memblokade jalan. Di barisan paling belakang blokade terdapat personil kesatuan TNI.
"Di sini massa melakukan orasi hampir dua jam tetapi tidak ditanggapi anggota Dewan. Diketahui bahwa jam 10.30 diagendakan ada pelantikan gubernur Sultra," jelas Syawal melalui keterangan persnya yang diterima redaksi, dini hari tadi (Selasa, 19/2).
Dia melanjutkan, emosi massa tersulut karena aksi mereka tidak direspon. Unjuk rasa yang awalnya berlangsung damai berubah menjadi rusuh. Bentrokan pertama bisa ditangani oleh pihak kepolisian. Kapolres Kota Kendari langsung menemui dan berusaha menenangkan massa.
Setelah diberi waktu untuk berkordinasi dengan pihak DPRD, Kapolres hanya mampu menghadirkan Humas DPRD dan ditolak oleh massa. Karena pada aksi sebelumnya, Wakil Ketua DPRD Muhammad Endang berjanji bahwa pada hari Senin akan dilakukan rapat dengar pendapat umum yang melibatkan gubernur untuk membicarakan masalah pungutan liar (Pungli) dengan kedok Sumbangan Pihak Ketiga (SPK), yang dinilai massa jadi ladang korupsi Gubernur Nur Alam.
"Tak kunjung datang, massa memaksa masuk dan kemudian dipaksa mundur oleh aparat sampai depan TK pertiwi," imbuh Syawal.
Massa terus mundur sampai mendekati Lippo Plaza. Dalam perjalanan massa mendapat informasi bahwa jadwal pelantikan gubernur-wakil gubernur dimajukan pukul 09.00. Merasa ditipu massa pun marah.
Pada pukul 13.00 ada informasi dari pihak DPRD bahwa rombongan menteri mengarah ke bandara. 15 menit kemudian terlihat rombongan mobil melaju menuju arah bandara dengan kecepatan tinggi. Massa yang terpancing menghadang satu mobil yang kebetulan terpisah dari rombongan.
"Satu mobil Avansa dihancurkan dan terjadi pembakaran di depan Lippo Plaza," katanya.
Massa yang beringas, lanjut dia, sudah tidak mampu dikendalikan perangkat aksi dan bergabung dengan warga di sekitar lokasi, sehingga terjadi insiden kedua di mana sebuah mobil dirusak. Mobil tidak sempat terbakar karena sejumlah mahasiswa sempat melindungi mobil dan belakangan petugas polisi datang dan membubarkan massa. Namun beberapa orang terluka dalam kejadian ini.
Setelah beberapa saat bentrok, massa bisa digiring mengarah pulang ke kampus. Mendekati kampus mendadak sekelompok massa mulai memecahkan diri dari barisan. Sementara dari arah berlawanan muncul mobil plat merah (mobil Puskesmas). Massa meminta mobil balik arah tapi sopir menolak dengan alasan membawa pasien.
"Sejumlah orang kemudian memeriksa mobil dan saat mengetahui tidak ada pasien di dalamnya, sopir diminta keluar lalu terjadi lagi pembakaran," papar dia dan memastikan pukul 15.30 sebagian besar mahasiswa yang melakukan aksi sudah kembali ke kampus.
Sementara itu, polisi langsung melakukan penyisiran dan penangkapan di sepanjang jalan sehingga menyebabkan 15 orang mahasiswa dan warga ditahan.
"Seluruh mahasiswa yang ditahan bukan massa yang terlibat dalam aksi pembakaran maupun perusakan," pungkas Syawal.
[dem]