Delapan calon terpilih itu tingÂgal menunggu dilantik. SamÂbil menunggu terbitnya surat kepuÂtuÂsan pengangkatan sebagai haÂkim agung baru, mereka pun kemÂbali ke pengadilan tempat tuÂgasnya. Apa saja yang dilakukan? Yuk kita intip.
Irfan Fachruddin tengah berÂisÂtiÂrahat ketika pintu ruang keÂrÂjaÂnya di lantai 11 gedung SeÂkÂreÂtaÂriat Mahkamah Agung (MA) JaÂlan Ahmad Yani kavling 58, JaÂkarta Pusat, diketuk. Ia pun memÂperkenankan masuk.
Dari balik pintu muncul seÂorang staf Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PT TUN) DKI Jakarta. Ia datang untuk menÂgÂuÂcapÂkan kepada Irfan atas terpilihÂnya sebagai hakim agung. Tak lama staf itu keluar.
Saat ditemui Jumat lalu, tak banyak aktivitas yang dilakukan hakim tinggi PT TUN DKI itu. “Nggak ada persidangan. Jadi bisa santai,†kata Irfan. Pada hari Jumat memang tidak ada perÂsidangan.
Irfan adalah salah satu dari delapan orang yang terpilih jadi hakim agung. Dalam pemilihan di Komisi III DPR, Rabu lalu (23/1), hakim yang sudah mengabdi selama 22 tahun itu memperoleh 48 suara. Ia akan menjadi hakim agung di kamar TUN di MA.
Ruang kerja Irfan sangat sederÂhana. Tak banyak furnitur di ruaÂngan berukuran 4x4 meter itu. HaÂnya meja kerja kayu yang dilaÂpisi kaca di bagian atasnya, dua lemari kecil dan filling cabinet untuk menyimpan berkas-berkas
Di atas mejanya terdapat dua tumpukan berkas setebal 30 cenÂtimeter. Berkas-berkas yang diÂikat dengan tali plastik diletakkan di pojok meja, menempel dengan dinding. Berkas-berkas itu adalah perÂkara yang masih harus diseleÂsaikan Irfan sebelum dirinya diÂlantik menjadi hakim agung.
“Saya masih punya utang 10 perÂkara. Mudah-mudahan sebeÂlum dilantik seluruh perkara bisa diselesaikan,†kata pria yang ramÂbutnya dan janggutnya sudah meÂmutih itu.
Lantaran masih memiliki utang perÂkara, dia pun tak mengambil cuti untuk mempersiapkan diri menghadapi pelantikan. “Saya inÂgin fokus menyelesaikan perÂkaÂra,†kata pria berusia 55 tahun itu
Dalam sebulan, Irfan mengaku hanya bisa menyelesaikan satu perkara. Ia tak sendirian memutus perkara itu, tapi bersama dua haÂkim tinggi lainnya.
“Kami saling bergantian dalam membaca dan memberikan perÂtimÂbangan,†katanya.
Bila sampai dilantik, kesepuluh perkara itu belum kelar, Irfan akan mengembalikannya ke keÂtua pengadilan. Ketua pengadilan akan menunjuk hakim tinggi yang akan mengambil alih perÂkara yang belum sempat diÂtunÂtaskan Irfan.
Irfan menuturkan ikut seleksi haÂkim agung karena didorong keÂtua PT TUN DKI tempatnya berÂtugas. Ia tak sendirian. Ada tiga hakim tinggi lainnya yang hendak meniti karier lebih tinggi dengan jadi hakim agung. “Ada empat orang yang mengikuti seleksi haÂkim agung dari PT TUN Jakarta. Tapi Alhamdulillah saya yang lulus,†katanya.
Tahap demi tahap dijalaninya keÂtika mengikuti seleksi di KoÂmisi Yudisial (KY). Sesuai biÂdangÂnya, Irfan memilih posisi haÂkim agung di kamar TUN.
“Jadi tes dan pertanyaan yang diajukan komisioner KY sesuai dengan bidang yang dilamar. KaÂlau tes sebelumnya disamaÂraÂtaÂkan dan tidak memandang pilihan haÂkim agung,†katanya.
Menjelang mengikuti tes, ia menghabiskan waktu beberapa jam untuk membaca buku yang berkaitan dengan hukum. Ia juga mengintip soal-soal tes tahun sebelumnya.
“Saya prediksi soal tesnya tiÂdak akan berbeda jauh dari seÂbeÂlumnya. Dan ternyata prediksi saya tepat, sehingga bisa mengerÂjaÂkan soal dengan lancar,†katanya.
Irfan merasa beruntung, ketua PT TUN DKI memberi keÂlongÂgaran untuk menjalani setiap taÂhap seleksi hakim agung. Ia kerap meninggalkan kantor untuk keÂperÂluan itu.
“Saya bisa keluar kantor jam beÂrapapun pada saat jam kerja,†kataÂnya. Jam kerja hakim tinggi dari 8 pagi sampai setengah lima sore.
Lolos semua seleksi di KY, naÂmaÂnya disodorkan untuk meÂngiÂkuti uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test) di DPR. SeÂteÂlah menjalani serangkaian tes, mulai dari tes membuat makalah sampai wawancara, Irfan menyeÂrahkan sepenuhnya hasilnya keÂpada para anggota Dewan.
Ia tak berupaya melobi agar dipilih. “Saya pasrah saja. TerÂpilih AlhamÂdÂulillah, nggak terÂpilih ya tetap mengabdi di hakim TUN,†katanya.
Irfan terpilih jadi hakim agung. Tak ada pesta atau selamatan atas posisi barunya. “Saya malah rajin shalat malam dan merenung seteÂlah mendapat jabatan baru. Saya selalu berdoa semoga dimÂuÂdahÂkan dalam menjalankan amanah ini dengan baik dan tidak mudah tergoda oleh apapun,†kata pria yang pernah menjadi hakim TUN di Medan.
Sambil menunggu terbitnya surat keputusan pengangkatan dirinya sebagai hakim agung, IrÂfan memilih menyelesaikan utang perkaranya. “Paling lama sebulan lagi keluarnya (Keppres peÂngangÂkatan),†katanya.
Di sela-sela kesibukannya seÂbaÂgai hakim tinggi, Irgan meÂnyempatkan diri mengajar di dua kampus: Universitas Islam JakarÂta (UIJ) dan Universitas Nasional. “Ngajarnya malam hari usai kerja. Atau Sabtu atau Minggu,†kata pria yang menggondol gelar doktor dari Universitas PadjaÂjaÂran Bandung ini.
Ia belum tahu apakah akan teÂrus mengajar setelah duduk di MA. “Saya masih berpikir. Kalau nggak mengganggu kerja hakim agung, ya ngajarnya tetap lanÂjut,†katanya.
Irfan pun bakal menerapkan prinÂsip bila sudah duduk di MA nanti. Apa itu? Menolak bertemu orang yang berperkara di manaÂpun tempatnya. Kalau ada orang yang berperkara di acara yang sama, dia bakal menghindar. “PrinÂsip itu sudah saya terapkan sejak menjadi hakim di tingkat pertama,†katanya.
Arif Nurdu’a, hakim tinggi di PT TUN Jakarta menilai Irfan cocok jadi hakim agung. Menurut Arif, koleganya itu rajin memÂbaca buku dan sangat paham meÂngenai hukum tata usaha negara. “Lebih dari 20 tahun ia berÂkeÂcimpung di Pengadilan TUN dan tidak pernah berbuat yang aneh-aneh,†katanya.
Ia juga mengenai Irfan sebagai sosok ramah dan mudah bergaul dengan rekan sesama hakim tingÂgi. “Ia tidak pernah memÂbeda-beÂdakan antara teman satu deÂngan lainnya dan nada bicaranya yang lembut,†katanya.
Namun yang paling menonjol dari sosok Irfan, kata Arif, adalah sisi religisiusitasnya. “Ia sangat alim dan hampir selalu shalat berÂjamaah bila sedang di kantor,†katanya.
Marzuki: DPR Bukan Lembaga Ahli Penilai Kualitas Hakim Agung
Ketua DPR Marzuki Alie tidak mau disalahkan bila delapan hakim agung yang dipilih Komisi III ternyata tidak sesuai harapan publik.
“DPR itu lembaga politik, buÂkan lembaga yang ahli dalam meÂnilai bahwa seseorang itu berÂkuaÂlitas secara substantif komÂpeÂtenÂsinya. Yang memang menilai kaÂpasitas yang bersangkutan (calon hakim agung) adalah KY. Dan KY adalah lembaga yang diperÂcaya oleh undang-undang untuk menyeleksi calon hakim agung,†kata Marzuki.
Lantaran itu, Marzuki meÂngaÂtaÂkan telah menyampaikan keÂpada pimpinan KY agar siapapun calon yang diusulkan ke DPR itu adalah orang yang benar-benar layak. Jadi ketika DPR melaÂkuÂkan pemilihan, siapapun orangÂnya memang layak jadi hakim agung.
“Jadi kalau ada komentar dari anggota Komisi III, ya sah-sah saja (calon dinilai tidak baik seÂmua). Itu kan opini politik. Tapi seÂcara substantif yang menilai itu adalah KY,†katanya.
Marzuki berharap, delapan hakim agung yang terpilih dapat menunjukkan kiprahnya yang membanggakan. Sebab, peneÂgakan hukum menjadi sorotan masyarakat.
“Kita tahu lembaga penegakan huÂkum ini ada sisi penyelidikan dan penyidikan, dari sisi penunÂtuÂtan, dan dari segi pemberi huÂkuÂÂman atau vonis. Nah ini kan ada beberapa lembaga yang kita tahu bahwa publik kan juga meÂrasa prihatin. Apalagi banyak kaÂsus atau mafia-mafia. Jadi HaÂraÂpan kita mereka yang terpilih daÂlam proses terakhir ini mampu memenuhi harapan masyarakat,†tuturnya.
Wakil Ketua DPR Priyo Budi SanÂtoso juga kurang puas delapan orang yang dipilih jadi hakim agung. “Saya yang termasuk seÂdiÂkit agak kurang begitu puas atas hasil kemarin dengan nama-nama (hakim agung) itu,†katanya.
“Kami melihat, kemarin itu deÂngan segala catatan kekuÂraÂnganÂnya, itu adalah hasil maksimal yang telah dilakukan DPR seperti itu,†katanya.
Menurut Priyo, sejak Komisi Yudisial (KY) menyerahkan 24 nama calon hakim agung, pimÂpiÂnan DPR sudah mewanti-wanti KY agar memberikan calon haÂkim agung yang terbaik.
“Ketika akhirnya kami adakan raÂpat konsultasi khusus atas permintaan KY, saya undang, saya terima ketua KY didampingi pimpinan dan Sekjen lengkap dan kami undang Komisi III, poksi-poksi, untuk membahas rencana KY memberikan suratnya kepada pimpinan DPR,†jelasnya.
Dalam pertemuan itu, Priyo sudah sarankan kepada KY bahÂwa DPR tidak punya peluang apa-apa kecuali mata dan telinga DPR tertuju pada nama-nama yang diajukan. Sehingga kalau kuaÂlifikasi, kemampuan dan deÂrajat dari calon hakim yang dipiÂlih itu biasa-biasa saja maka yang perlu disalahkan adalah KY.
“Karena DPR bergerak dari nama-nama yang diajukan. Tidak mungkin kami kasih nama kalau tidak lolos seleksi KY. Saat itu Ketua KY memastikan yang kami kirim orang terbaik sejauh kami periksa lewat KY,†katanya.
“Tapi saya menaruh harapan miÂnimal 5 sampai 6 nama (dari 8 orang yang terpilih) akan memÂbeÂrikan terobosan,†tutupnya.
Daming Nihil, Nommy Bisa Masuk Peringkat 9
Mereka Yang Disorot
Dari 24 calon hakim agung yang mengikuti fit and proper test, ada dua nama yang menÂdapat sorotan masyarakat. KoÂmisi III DPR pun tak memilih mereka.
Nama pertama yakni Daming Sunusi. Saat uji kelayakan dan keÂpatutan Ketua Pengadilan Tinggi Kalimantan Selatan itu melontarkan pendapat yang memicu antipati masyarakat keÂpadanya. Pendapat itu beÂrÂhuÂbungan dengan hukuman bagi peÂlaku pemerkosaan.
Daming keberatan jika peÂlaku pemerkosaan dijatuhi huÂkuÂman mati. Kata dia, dalam kaÂsus itu yang memerkosa dan diÂperkosa sama-sama menikmati.
“Jadi harus pikir-pikir terÂhaÂdap hukuman mati,†kata DaÂming menjawab pertanyaan yang diajukan anggota Komisi III Andi Azhar.
Pendapat itu menuai kecaman deras dari masyarakat. Daming pun meminta maaf kepada maÂsyarakat dan datang ke MA Dan KY untuk mengklarifikasi perÂnyataannya saat di DPR. NaÂmun itu sia-sia. Anggota Komisi III sepakat untuk tak memilihÂnya. Dalam pemilihan Rabu lalu, Damin tak mendapatkan suara sama sekali.
Sementara penolakan terÂhaÂdap calon Nommy HT Siahaan daÂtang dari Baharuddin SapuÂnan. Ia mengirim surat ke KY pada 16 Januari 2013. Dalam suratnya, Baharuddin menyebut Nommy tak bersih.
KY lalu meneruskan surat BaÂharuddin ke DPR. Sebab, keÂtika menerima surat itu proses seleksi calon hakim agung sudah tak lagi di KY. Tapi sudah di DPR.
Walaupun ada surat dari KY, Nommy HT Siahaan tetap diÂikutkan dalam pemilihan. Ia pun memperoleh 21 suara dan beÂrada di peringkat 9. Namun haÂnya Komisi III hanya memilih delapan hakim agung, Nommy yang kini ketua Pengadilan TingÂgi Riau itu tersingkir.
Juru Bicara Komisi Yudisial (KY) Asep Rahmat Fajar meÂngaÂtakan, surat dari masyarakat yang dikirimkan KY ke Komisi III DPR mengenai keberatan terÂhadap Nommy HT Siahaan merupakan informasi tambahan.
“Surat yang dikirimkan oleh KY ke DPR sekitar satu minggu sebelum pemilihan itu seÂbeÂnarÂnya merupakan prosedur biasa dan sudah dilakukan berkali-kali oleh KY,†katanya.
Asep mengatakan, surat terÂseÂbut bukanlah sebagai peÂrintah untuk meloloskan atau tidak meloloskan calon hakim agung. “Mungkin bisa menjadi bahan pertimbangan DPR,†katanya.
“Rekam Jejak Mereka Bagusâ€
MA Dan KY Puas
Berbeda dengan DPR, MahÂkaÂmah Agung (MA) merasa puas dengan dipilihnya delapan hakim agung yang baru.
Kepala Biro Hukum dan HuÂmas MA, Ridwan Mansyur meÂngatakan, delapan orang itu akan mengisi posisi hakim agung yang selama ini kosong.
“Alhamdulillah para hakim agung tersebut sudah terpilih. Yang sudah terpilih itu mÂeÂruÂpaÂkan pilihan yang terbaik. Dan rekam jejak mereka juga bagus-bagus,†katanya.
Ridwan berharap surat keÂpuÂtusan mengenai pengangkatan delapan hakim agung terpilih itu segera terbit. “Semoga meÂreka cepat dilantik dan segera menempati pos di Mahkamah Agung, karena banyak pekerÂjaan menunggu dan mÂeÂnyeÂleÂsaiÂkan beberapa perkara yang suÂdah ada karena ditinggalkan hakim-hakim sebelumnya yang telah pensiun,†katanya.
Mengenai tidak adanya angÂgota DPR yang memilih DaÂming Sunusi, Ridwan tak mau berkomentar banyak.
“Kalau soal itu kita sudah seÂrahkan ke Komisi Yudisial. Kita masih tetap menunggu, tenÂtuÂnya kita menunggu proses dari KY,†katanya.
Wakil Ketua KY Bidang RekÂrutmen Hakim, Imam Anshori Saleh yang menyambut baik pemilihan hakim agung di KoÂmisi III DPR. “KY menyambut baik hasil fit and proper test terÂhadap calon Hakim Agung yang diajukan KY,†katanya.
KY berharap agar Komisi III segera menindaklanjuti hasil pemilihan itu ke rapat paripurna DPR. Setelah disetujui di rapat paripurna, nama calon terpilih diÂseÂrahkan ke presiden. PreÂsiÂden yang akan menerbitkan suÂrat keputusan pengangkatan meÂreka sebagai hakim agung.
Imam menilai delapan hakim karier yang dipilih Komisi III meÂrupakan orang-orang yang tepat untuk duduk sebagai haÂkim agung di MA. “Itu sudah pilihan terbaik dari calon yang ada,†katanya.
Mengenai sikap Komisi III yang tidak memilih Daming Sunusi, Imam menilai itu sudah tepat. Sebab, sebagian masyaÂraÂkat tak menghendaki Daming jadi hakim agung setelah meÂlontarkan pendapat konÂtroÂverÂsial mengenai kasus peÂmerÂkoÂsaan. “Ya DPR realistis mengÂhaÂdapi publik,†katanya. [Harian Rakyat Merdeka]
Populer
Selasa, 08 Oktober 2024 | 10:03
Senin, 07 Oktober 2024 | 04:21
Senin, 30 September 2024 | 05:26
Sabtu, 05 Oktober 2024 | 03:45
Minggu, 29 September 2024 | 23:46
Senin, 07 Oktober 2024 | 14:01
Senin, 07 Oktober 2024 | 16:58
UPDATE
Rabu, 09 Oktober 2024 | 22:05
Rabu, 09 Oktober 2024 | 22:00
Rabu, 09 Oktober 2024 | 21:46
Rabu, 09 Oktober 2024 | 21:34
Rabu, 09 Oktober 2024 | 21:24
Rabu, 09 Oktober 2024 | 21:15
Rabu, 09 Oktober 2024 | 20:59
Rabu, 09 Oktober 2024 | 20:54
Rabu, 09 Oktober 2024 | 20:43
Rabu, 09 Oktober 2024 | 20:22