Mobil berpelat hitam yang dijaÂdiÂkan angkutan penumpang alias omprengan ini, mudah ditemui di JakÂarta. Layaknya angkutan umum, mereka juga ngetem meÂnunggu penumpang.
Salah lokasi ngetem ompÂreÂngan ini adalah di sekitar UKI, CaÂwang, Jakarta Timur. OmÂpreÂngan di sini melayani rute JaÂkarÂta-Bogor. Mobil-mobil pelat hiÂtam ini tak hanya beroperasi maÂlam hari—saat angkutan umum resmi sudah tidak ada. Tapi juga siang hari.
Bila malam hari, omprengan ini mangkal persis di bawah jemÂbatan penyeberangan sebelah halÂte bus Transjakarta. Mobil-mobil yang ngetem di sini hampir sÂeÂmuaÂnya jenis minibus.
Lokasi ini cukup strategis. Bila sudah penuh penumpang, sopir omprengan tinggal membelokkan mobil ke kolong interchange CaÂwang, sudah masuk tol Jagorawi.
Bagaimana di siang hari? Asep, pedagang asongan yang biasa mangÂkal di kawasan ini mengÂaÂtaÂkan, omprengan tetap ada. HaÂnya saja tempat ngetemnya berbeda.
Kata dia, kalau siang, ompreÂngan mundur sedikit ke arah KeÂbon Pala, Halim. Di sini ada temÂpat parkir “khusus†untuk omÂpreÂngan ngetem menunggu penumpang.
Lokasi mangkal omprengan seÂtelah lampu merah Halim, sebeÂlum terowongan Cawang. Tak jauh dari pool taksi. Tempat parÂkir “khusus†omprengan adalah badan jalan yang ditunggui calo penumpang.
Dua perempuan turun dari Mikrolet M26 jurusan Kampung Melayu-Kalimalang di pinggir Jalan DI Panjaitan, Jakarta Timur. Usai membayar ongkos, keduaÂnya menghampiri empat mobil yang parkir persis di depan temÂpat Mikrolet berhenti.
Seorang pria berambut gonÂdrong yang berdiri di depan moÂbil omprengan menghampiri keÂdua perempuan. Berbicara seÂbenÂtar, pria itu mengantarkan keÂduaÂnya ke arah salah satu omprengan.
Omprengan itu Daihatsu Luxio warna silky gold metalik. Dari pelat nomornya, mobil itu direÂgister sebagai kendaraan pribadi di wilayah Polda Metro Jaya. LuÂxio ini parkir di barisan kedua seÂbelah kiri. Kedua perempuan yang mengenakan seragam PNS itu lalu masuk ke dalam mobil dari pintu di bagian tengah kabin yang dibuka dengan cara digeser.
Enam orang sudah lebih dulu naik omprengan ini. Empat duÂduk di belakang. Dua duduk di tengah. Jok di samping sopir maÂsih kosong.
Menunggu sekitar 15 menit, haÂÂnya ada satu tambahan penumÂpang. Pria gondrong yang jadi calo penumpang meminta sopir berangkat. Setelah melengok ke beÂlakang dan menghitung peÂnumÂÂpang yang naik, sopir meÂmutar kunci kontak. Omprengan ini pun meninggalkan tempat ngetem.
“Ini mobil tujuan ke Bogor. BerÂhentinya di Terminal BaÂranang Siang. Daripada naik bus, lebih cepat naik mobil ini,†kata pria gondrong itu.
Berapa tarifnya? “Murah. Cuma 10 ribu untuk satu orang, sekali jalan. Langsung masuk tol dan tidak pakai ngetem lagi. DaÂripada naik bus, bisa lebih mahal. Lagipula kalau mau ke Bogor, harus ke Terminal Kampung RamÂbutan dulu,†jawabnya.
Omprengan di sini marak setelah bus angkutan kota antar provinsi (AKAP) dilarang masuk UKI. Bus-bus itu dianggap biang kemacetan di kawasan ini. Dulu, dari Terminal Kampung RambuÂtan bus-bus itu selalu mampir ke UKI untuk menarik penumpang.
Setelah bus AKAP tak boleh maÂsuk UKI, penumpang yang henÂdak ke Bogor harus ke TerÂmiÂnal Kampung Rambutan. Dari situ, baru naik bus jurusan Bogor yang langsung masuk tol Jagorawi.
Setelah 10 menit Luxio melaju, dari arah belakang terlihat mobil Carry silver berjalan pelan. DeÂngan sigap, pria gondrong tadi memberiÂkan aba-aba kepada sopir Carry agar parkir dengan carÂa mundur. Mobil ini menemÂpati tempat parkir Luxio yang suÂdah berangkat.
Dari kaca depan yang terbuka, terlihat sopir Carry ini seorang pria berusia 40 tahunan. Postur badannya tinggi dan rambutnya cepak. Pria ini mengenakan keÂmeja warna hijau, seperti seÂraÂgam harian anggota militer.
Usai memarkirkan kenÂdaÂraÂanÂnya, sopir itu membuka kemeja hiÂjau. Menggantinya dengan keÂmeja merah garis-garis yang diambilnya dari tas hitam yang dibawanya.
“Ya. Seperti yang Mas lihat. MeÂmang sopir mobil omprengan ini macam-macam. Ada yang meÂmang kerjaannya cuma sopir, tapi ada yang pegawai,†kata peÂmilik warung kelontong tidak jauh dari tempat omprengan ngetem.
Mobil yang dipakai buat meÂngompreng ini pun, kata dia, berÂmacam. Ada yang memang milik sopir omprengannya. Tapi ada juga yang disewa dari orang lain. BahÂkan yang memakai mobil kantor untuk mengangkut peÂnumpang.
“Mirip angkutan aja. Banyak soÂpir omprengan ini yang mobilÂnya boleh sewa dari seseorang deÂngan sistem setoran. Tapi saya nggak tahu berapa setorannya,†jelasnya.
Ini dibenarkan Hadi, sopir omÂprengan yang biasa mangkal di kawasan UKI ini. Pria yang sudah jadi sopir omprengan sejak dua taÂhun lalu ini, menggunakan moÂbil pribadinya buat mengangkut penumpang.
“Biar bekas, mobil saya ini maÂsih terlihat bagus karena tahun keÂlÂuarannya masih baru. Saya memÂbeliÂnya dengan cara kredit di showroom jual-beli dekat rumah di daerah Bekasi sana,†katanya sambil menunjuk pada Toyota Avanza hitam.
“Uang dari usaha omprengan inilah yang kemudian saya kumÂpulkan buat bayar cicilan mobil setiap bulannya. Tidak ada setoÂran, nantinya mobil jadi milik kita,†tambahnya.
Berapa penghasilan dari omprengan ini? Hadi mengatakan setiap hari dia bisa mengantongi uang Rp 400 ribu. Penghasilan itu sudah bersih setelah dipotong buat bensin, bayar tol dan calo.
“Mobil ini sekali jalan kapasiÂtasnya 10 orang dengan tarif Rp 10 ribu. Itu sudah ketahuan, satu rit (bolak-balik) bisa dapat Rp 200 ribu,†terangnya.
“Biasanya di Bogor sana, saya angkut penumpang lagi untuk ke Jakarta. Tiga shift saja saya narik pada malam hari. Hasilnya cukup lumayan,†katanya sambil terÂsenyum.
“Gimana Mau Nutup Setoran Kalau Penumpangnya Diambilâ€
Keluhan Sopir Angkutan Resmi
Dulu omprengan beroperasi untuk menggantikan angkutan umum resmi pada malam hari. BeÂlakangan, mobil-mobil berpÂeÂlat hitam yang dipakai buat meÂngangkut penumpang ini juga berÂoperasi pada siang hari.
Ini terjadi di daerah-daerah pingÂgiran Jakarta. Omprengan itu bersaing dengan angkutan resmi seperti KWK. Sejak trayek bus reguler dihapus karena bersingÂguÂngan dengan Koridor IX busÂway, omprengan bermunculan meÂlayani rute Tomang-Pluit.
Sopir angkutan resmi pun reÂsah. Sebab, penghasilan mereka berkurang karena omprengan berÂoperasi siang hari. Para sopir kemudian mengadukan hal ini ke Dinas Perhubungan. Dinas PerÂhuÂÂbungan bekerja sama dengan keÂpolisian lalu melakukan penerÂtiban. Namun omprengan muncul lagi dan mengangkut penumpang.
Tak hanya di Tomang, ompreÂngan ini beroperasi di Jalan CaÂkung-Cilincing menuju Tanjung Priok. Setiap pagi dan sore, mobil berpelat hitam ini bersaing deÂngan KWK untuk menarik peÂnumÂpang yang umumnya buruh pabrik.
Kepala Operasional KWK JaÂkarta Utara, Farid Efendi meÂngaÂdakan, keberadaan omprengan ini meresahkan para sopir angkot. Pendapatan sopir angkot menjadi berkurang, karena penumÂpangÂnya diambil omprengan.
“Kami sering berselisih paham dengan sopir omprengan karena rebutan penumpang. Saya harap petugas dapat menindak tegas omprengan, karena mereka tidak resmi,â€
katanya. Bahkan waktu operasi angkutan gelap ini bersamaan dengan angkot, yakni pagi hingga malam hari. “Gimana mau nutup setoran kalau penumpangnya diÂambil. Omprengan itu enak tidak pakai setoran, sedangkan kita kan pakai,†keluhnya.
Di daerah Kalideres dan KamÂpung Rambutan, angkot berpelat hitam juga mudah ditemui. ApaÂlagi saat malam hari. Rute omÂprengan ini pun berbeda-beda. Di Kalideres, omprengan itu melaÂyani rute Tangerang, Bitung, CiÂkupa sampai Balaraja. SemenÂtara, omprengan yang mangkal di Kampung Rambutan ada yang meÂlayani rute sampai Depok mauÂpun Bogor.
Dishub: Hindari Naik Angkutan Yang Tak Punya Izin Trayek
Dinas Perhubungan DKI Jakarta mengimbau masyarakat hati-hati dalam memilih angÂkutan untuk bepergian. Hindari naik angkutan yang tidak meÂmiliki izin trayek maupun tak sesuai rutenya.
Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Udar Pristono meÂngatakan, kasus kecelakaan maut di tol Jagorawi yang meÂnimpa omprengan Daihatsu LuÂxio cukup menjadi pelajaran penÂting bagi masyarakat.
“Angkot berpelat hitam itu melanggar peraturan. Dia nyeÂwa, bawa-bawa orang jelas saÂlah, itu omprengan gelap. Yang punya mobil jadi harus berÂtangÂgung jawab penuh,†ujarnya.
“Warga yang menggunakan angkot gelap pun dinilai salah. Jika terjadi kecelakaan begini siapa yang mau tanggung jaÂwab. Masyarakat juga harusnya memberikan pelajaran yang baik, ada angkutan resmi keÂnapa harus naik angkot gelap,†tambahnya.
Menurut Udar, musibah terÂÂsebut tidak akan terjadi jika penumpang mengikuti peÂratuÂran yang ada. Bahkan unÂtuk angÂkutan resmi saja, kata dia, peÂnumpang juga harus wasÂpada.
“Jangan naik angkot yang sopirnya tidak pakai seragam. Yang angkotnya ilegal. Kalau warganya saja tidak perhatikan hal itu yah mereka (sopir) nggak akan kapok-kapok,†jelasnya.
Beberapa penumpang yang menjadi korban perampokan, pemerkosaan dan percobaan pemerkosaan karena menaiki angkutan umum yang bukan rutenya. Aksi kejahatan itu diÂakukan sopir tembak dan komÂplotannya.
Kemenhub Tak Bisa Menindak
Omprengan Berpelat Hitam
Kementerian PerhubuÂngan tak bisa menindak ompreÂngan yang banyak beroperasi di jalan. Alasannya, mobil yang diÂjadikan omprengan itu berÂpeÂlat hitam, bukan kuning.
“Yang di bawah koordinasi kami adalah angkutan yang berÂpelat kuning,†kata Bambang S Ervan, Juru Bicara Kementerian Perhubungan.
Menurut dia, penertiban moÂbil-mobil berpelat hitam adalah kewenangan polisi, bukan KeÂmenterian Perhubungan ataÂuÂpun Dinas Perhubungan.
“Kendaraan pribadi yang dijadikan angkutan umum, jelas melanggar. Ini tugas kepolisian untuk menindaknya. Karena sudah mengalihfungsikan kenÂdaraannya secara ilegal,†kata Bambang.
Kementerian Perhubungan hanya bisa menindak angkutan umum yang memiliki izin traÂyek. “Kita yang mengeluarkan izin trayek. Kita pula yang berÂhak untuk mencabutnya. MaÂkaÂnya kalau angkutan resmi, kita bisa tertibkan. Tapi kalau yang pelat hitam, itu bukan keÂweÂnangan kami,†katanya lagi.
Walaupun tak bisa menindak, Kementerian Perhubungan atauÂpun Dinas Perhubungan bisa membantu mengurangi meÂrajalelanya omprengan. Asalkan sopir angkutan umum yang merasa dirugikan dengan keberadaan omprengan ini meÂlaporkannya ke Dinas PerÂhubungan.
“Nanti Dinas Perhubungan bisa bekerja sama dengan pihak kepolisian untuk melakukan penertiban. Jadi, harus bekerja sama dengan polisi untuk mÂeÂnertibkan pelat hitam ini,†teÂgasnya. [Harian Rakyat Merdeka]
Populer
Selasa, 08 Oktober 2024 | 10:03
Senin, 07 Oktober 2024 | 04:21
Senin, 30 September 2024 | 05:26
Sabtu, 05 Oktober 2024 | 03:45
Minggu, 29 September 2024 | 23:46
Rabu, 09 Oktober 2024 | 06:46
Senin, 07 Oktober 2024 | 14:01
UPDATE
Rabu, 09 Oktober 2024 | 22:05
Rabu, 09 Oktober 2024 | 22:00
Rabu, 09 Oktober 2024 | 21:46
Rabu, 09 Oktober 2024 | 21:34
Rabu, 09 Oktober 2024 | 21:24
Rabu, 09 Oktober 2024 | 21:15
Rabu, 09 Oktober 2024 | 20:59
Rabu, 09 Oktober 2024 | 20:54
Rabu, 09 Oktober 2024 | 20:43
Rabu, 09 Oktober 2024 | 20:22