Berita

James Gunaryo

X-Files

Hakim Nilai Keterangan James Tak Masuk Akal

Kasus Suap Petugas Pajak Tommy Hindratno
KAMIS, 03 JANUARI 2013 | 09:16 WIB

Hakim menolak permohonan terpidana James Gunaryo agar tak jadi saksi bagi terdakwa Tommy Hindratno. Hakim pun menilai, kesaksian James tak masuk akal.

Anggota majelis hakim kasus suap restitusi pajak PT Bhakti In­vestama sebesar Rp 340 juta, me­ra­gukan kesaksian James. Hakim me­nilai, keterangan saksi jang­gal. Pasalnya, James mengaku mem­beri uang kepada pegawai Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Sidoardjo, Jawa Timur, Tommy Hindratno se­bagai pembayaran utang.

Padahal dalam surat dakwaan, jelas disebutkan bahwa uang ter­sebut diberikan sebagai fee. Ko­misi disampaikan karena Tommy membantu James mencairkan restitusi (kelebihan pembayaran) pajak PT Bhakti Investama.

Tapi pada sidang beragenda men­dengar keterangan saksi, ke­marin, James  bersikukuh. Me­nu­rut­nya, uang itu bukan sebagai bentuk suap pengurusan restitusi pajak PT Bhakti. Hakim pun lang­sung mencecar James.

Ang­gota Majelis Hakim An­war me­minta James me­nun­juk­kan bukti-bukti bila uang itu ada­lah uang pem­bayaran utang pada Tommy. Soalnya hakim menilai, sejak awal tidak ada korelasi utang-pi­u­tang antara Tommy dan James.

James yang diberi kesempatan membuktikan utang-piutang itu, tidak bisa menunjukkan bukti-buk­ti utang tersebut. “Tidak ada kuitansinya,” jawab James. Lalu hakim meminta James men­je­las­kan, kapan utang-piutang dengan Tommy terjadi. Akan tetapi, Ja­mes mengaku lupa.

Masalahnya, sebut James, dirinya seringkali meminta utang dari Tommy. “Baik benar itu, di bank saja ada bukti-buktinya,” timpal hakim Anwar.

Hakim juga mencecar James se­putar asal-usul uang untuk mem­beli mobil Toyota Harier miliknya. Menurut James, uang pembelian mobil itu berasal dari utang juga. Tapi tak berapa lama, pria berkemeja putih ini menye­but, dana yang digunakan mem­beli mobil berasal dari penjualan rumah seluas 200 meter.

Hasil penjualan rumah itu, katanya, nominalnya mencapai Rp 350 juta. Uang itulah yang kemudian dipakai untuk mencicil utang dan tambahan membeli mobil. Akan tetapi, ketika hakim menanyakan, “Berapa NJOP ru­mah yang dijual?” James tak bisa menjelaskan. “Wah saya lupa,” alasannya “Mana ada luas rumah segitu harganya Rp 350 juta. Sem­­ba­ra­ngan saja jawabnya,” cetus hakim Anwar. Tak kalah sengit, James me­nimpali, “Ada.”

James kemudian tertunduk. Ke­tua Majelis Hakim Dharma­wati Ningsih meminta saksi mem­beri keterangan yang benar dan masuk akal. Dharmawati me­ngancam, jika James terus-teru­san memberikan kesaksian bo­hong, majelis hakim tidak segan-segan mengenakan saksi se­ka­li­gus terpidana ini, pasal mem­be­rikan keterangan palsu.

Dia menduga, keterangan Ja­mes yang tidak masuk akal di­la­tari penolakan hakim atas per­mohonan James agar tak dija­di­kan saksi kasus ini. Majelis ha­kim pun beranggapan, berkas perkara James berbeda dengan berkas perkara Tommy. Karena itu, hakim punya alasan menolak permohonan James.

Dharmawati menambahkan, undang-undang mengatur, hanya orangtua, istri dan suami yang di­perbolehkan mengundurkan diri jadi saksi. “Sesuai peraturan per­undangan, mereka mendapat pe­ngecualian. Lagipula, berkas per­­kara saksi dengan terdakwa juga berbeda.”

Tidak puas pada tanggapan ha­kim, James pun menolak diambil sumpah. Geregetan melihat polah James, hakim anggota Sudjat­mi­ko pun menekankan, semua saksi wajib diambil sumpah.

Alhasil, James tidak bisa mem­bantah lagi. Dengan berat hati, pria yang ter­tang­kap tangan tim KPK saat mem­berikan uang ke­pada Tom­my di rumah makan di kawa­san Te­bet, Jakarta Selatan itu pun me­nuruti pendapat hakim.

REKA ULANG

“Kalau Berhasil, Ada lah...”

Senin (29/10), Petugas Ditjen Pajak Tommy Hindratno ditetap­kan sebagai tersangka kasus pe­ne­rimaan suap dari staf pembu­kuan/advicer PT Agis Electronik James Gunaryo. Suap diduga un­tuk pengurusan restitusi pajak PT Bhakti Investama.

Pengacara Tommy, Tito Ha­nan­ta Kusuma mengatakan, tim jaksa KPK mendakwa Tommy dengan pasal-pasal penerimaan suap. Namun, menurut Tito, dak­waan jaksa KPK salah alamat. Menurutnya, Tommy tidak me­ne­rima suap, melainkan mendapat gratifikasi atau pemberian berupa uang Rp 280 juta. Pemberian itu pun, m­e­nu­rut­nya, sudah dilapor­kan ke KPK da­lam waktu kurang dari 30 hari se­telah Tommy dan Ja­mes ter­tang­kap tangan penyi­dik bebe­rapa waktu lalu.

Dalam kasus ini, James sudah di­nyatakan bersalah dan divonis tiga tahun enam bulan penjara oleh Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta. James, menurut hakim, bersama-sama Komisaris Inde­pen­den PT Bhakti Investama Antonius Z Tonbeng menyuap Tommy.

Kasus suap pengurusan res­titusi pajak PT Bhakti ini, diduga melibatkan pegawai pajak lain. Dalam surat dakwaan James Gu­naryo, terungkap bahwa Tommy menghubungkan pihak PT Bhakti dengan tiga pegawai pajak yang bertugas sebagai pemeriksa pajak perusahaan tersebut.

Dakwaan yang disampaikan jaksa KPK Agus Salim, Medi Iskandar dan Sigit Waseso itu menyebutkan bahwa James alias Jimy, baik bertindak sendiri-sen­diri atau bersama-sama de­ngan Antonius Z Tonbeng memberikan sesuatu berupa uang Rp 280 juta kepada Tommy.

Pemberian tersebut dilakukan karena Tommy telah memberikan data atau informasi hasil peme­rik­saan Direktorat Jenderal Pajak atas klaim Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) lebih bayar pajak (res­titusi) PT Bhakti. “Sehingga diterbitkannya Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB) dan dilakukan pembayaran kepada PT Bhakti Investama,” kata jaksa Medi Iskandar.

Tommy diyakini mengetahui bah­wa membocorkan informasi hasil pemeriksaan Ditjen Pajak ke pihak luar, melanggar peraturan. Dijelaskan dalam surat dakwaan tersebut, pada Januari 2012, An­to­nius bersama James melakukan per­temuan dengan Tommy di kan­tin MNC Tower, Kebon Sirih, Ja­karta Pusat. Dalam pertemuan ter­se­but, Ja­mes dan Antonius me­minta Tom­my membantu penye­lesaian klaim SPT lebih bayar pa­jak PT Bhakti. Saat itu, Antonius me­nyam­­paikan kepada Tommy, “Ka­lau ber­hasil, ada lah,” dan dijawab Tommy dengan kalimat “Saya lihat dulu.”

Adapun SPT lebih bayar pajak PT Bhakti Investama yang di­aju­kan itu terdiri dari Pajak Pe­ng­hasilan (PPh) Badan 2010 sebesar Rp 517 juta, dan Pajak Per­tam­bahan Nilai (PPn) dari tahun 2003 sampai dengan 2010 sebe­sar Rp 3,2 miliar.

Sebagai tindak lanjut perte­mu­an di kantin MNC Tower ter­se­but, Tommy yang menjabat Ke­pa­la Seksi dan Pengawasan Kan­tor Pelayanan Pajak (KPP) Pra­tama Sidoarjo itu menghubungi rekannya, Ferry Syarifuddin yang berkerja di KPP Perusahaan Ma­suk Bursa di Jakarta. Kepada Ferry, dia meminta informasi soal perkembangan proses peme­rik­saan klaim lebih bayar pajak yang diajukan PT Bhakti.

Kemudian Tommy bertemu de­ngan Agus Totong, selaku ke­tua tim pemeriksa klaim PT Bhakti. Lalu pada 24 April 2004, diter­bit­kanlah Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB) atas SPT PPn PT Bhakti senilai Rp 517 juta dan SPT PPn sebesar Rp 2,9 mi­liar. SKPLB tersebut ditin­dak­lanjuti dengan diterbitkannya Su­rat Perintah Membayar Ke­le­bi­han Pajak (SPMKP) terhadap wa­jib pajak PT Bhakti dengan nilai to­tal Rp 3,4 miliar.

Setelah pengembalian pajak se­­besar Rp 3,4 miliar itu masuk ke re­kening PT Bhakti di BCA, An­to­nius menyampaikan kepada Ja­mes akan dikeluarkan uang Rp 350 juta sebagai imbalan untuk Tommy dan pegawai pajak lain.

“Terdakwa James atas per­min­taan Antonius Tonbeng pada 5 Juni sekitar jam empat sore, da­tang ke MNC Tower dengan mengendarai Toyota Harrier untuk menerima uang Rp 340 juta,” kata jaksa Sigit.

Setelah menerima uang terse­but, James menyerahkan Rp 280 juta kepada Tommy, sedangkan Rp 60 juta sisanya diambil James. Saat penyerahan uang di Restoran Sederhana, Te­bet, Jaksel, James dan Tommy ditangkap KPK.

Hakim Bisa Menilai Tingkat Kebenaran Keterangan Saksi

Eva Kusuma Sundari, Anggota Komisi III DPR

Anggota Komisi III DPR Eva Kusuma Sundari menye­butkan, upaya saksi menga­bur­kan keterangan bisa berakibat fatal. Sekalipun demikian, dia yakin bahwa hakim bisa me­ni­lai tingkat kebenaran atas ke­terangan saksi.

“Saksi yang terlibat dalam suatu perkara biasanya ingkar. Dia akan berupaya menutup-nu­tupi keterlibatannya di dalam perkara. Hal tersebut meru­pa­kan hal lumrah dalam per­si­da­ngan,” katanya.

Akan tetapi, sebutnya, kete­rangan saksi yang tidak benar memiliki risiko tersendiri. Jika ha­kim atau jaksa tidak puas, sak­si bisa dikenai pasal mem­be­rikan keterangan palsu. Maka itu, dia menyarankan agar saksi-saksi memberikan keterangan yang jujur. Sehingga tidak me­ngesankan, mengaburkan fakta persidangan. Menurut Eva, ke­te­rangan saksi idealnya mem­bantu penegak hukum dalam mencari kebenaran. “Bukan ma­lah sebaliknya,” ucap dia.

Lebih jauh, menanggapi ke­sak­­sian James ini, Eva meya­kini bahwa hakim memiliki pe­doman dalam menilai ke­te­ra­ngan saksi. “Saya rasa hakim sudah punya pedoman dalam menentukan sikapnya,” kata politisi PDIP ini.

Dengan begitu, Eva juga ya­kin, dugaan kebohongan saksi bisa dibongkar hakim. Apalagi, saksi yang dimintai keterangan ini adalah terpidana dalam ka­sus yang sama. Jadi, dari hasil persidangan sebelumnya, ha­kim maupun jaksa sudah me­miliki pegangan dalam menilai kebenaran keterangan saksi ter­sebut. Kalaupun belakangan sak­si ini ingkar, hakim mem­pu­nyai kompetensi untuk mem­berikan tindakan hukum kepada saksi tersebut.

Agar Saksi Tidak Seenaknya Beri Keterangan

Iwan Gunawan, Sekjen PMHI

Sekjen Perhimpunan Magis­ter Hukum Indonesia (PMHI) Iwan Gunawan meminta hakim tidak ragu-ragu memberi sanksi tambahan pada saksi.

Hal itu di­tu­jukan agar saksi ti­dak see­nak­nya dalam me­nyam­paikan ke­te­rangan di per­sidangan. “Me­nyi­mak ke­sak­sian James, ini sangat terkesan main-main,” katanya.

Bagaimana mungkin, ke­sak­sian seseorang yang terlibat per­kara yang disidangkan tersebut, minim temuan-temuan baru. Kua­litas kesaksian saksi kali ini, nilainya, bisa dikategorikan sebagai orang yang meng­hin­dari tanggungjawab hukum.

Hal itu dilakukan saksi, de­ngan tujuan beragam. Per­tama sebut dia, untuk me­nye­la­mat­kan diri sendiri. Kedua, lanjut Iwan, kemungkinan untuk me­nutupi dugaan keterlibatan pi­hak lain. Terlebih, sebutnya, dalam kasus ini masih ada pihak petinggi PT Bhakti Investama yang diduga terlibat.

“Kemungkinan saksi lebih cen­derung ingin melindungi pihak lain yang diduga terlibat. Ka­rena itu, dia memberikan kesaksian yang tidak masuk akal alias terkesan main-main,” katanya.

Atas kesaksian yang tidak ber­kualitas tersebut, dia berha­rap, hakim mampu menelaah perkara ini secara  kom­pre­hen­sif. Sehingga, siapa pun yang terlibat perkara suap pajak ini bisa diseret ke pengadilan.

“Bisa dimintai per­tang­gung­ja­waban secara hukum. Untuk hal ini, hakim tidak perlu ragu-ragu mengambil tindakan te­gas,” tandasnya.

Menurut Iwan, ketegasan si­kap hakim sangat penting. Se­tidaknya bisa memberikan gam­baran agar saksi tidak main-main dalam memberikan kete­ra­ngannya. Apalagi kete­ra­ngan tersebut disampaikan pada per­sidangan. [Harian Rakyat Merdeka]


Populer

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

Kajari Bekasi Eddy Sumarman yang Dikaitkan OTT KPK Tak Punya Rumah dan Kendaraan

Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

Terlibat TPPU, Gus Yazid Ditangkap dan Ditahan Kejati Jawa Tengah

Rabu, 24 Desember 2025 | 14:13

UPDATE

Ekonom: Pertumbuhan Ekonomi Akhir Tahun 2025 Tidak Alamiah

Jumat, 26 Desember 2025 | 22:08

Lagu Natal Abadi, Mariah Carey Pecahkan Rekor Billboard

Jumat, 26 Desember 2025 | 21:46

Wakapolri Kirim 1.500 Personel Tambahan ke Lokasi Bencana Sumatera

Jumat, 26 Desember 2025 | 21:45

BNPB: 92,5 Persen Jalan Nasional Terdampak Bencana Sumatera Sudah Diperbaiki

Jumat, 26 Desember 2025 | 21:09

Penerapan KUHP Baru Menuntut Kesiapan Aparat Penegak Hukum

Jumat, 26 Desember 2025 | 20:37

Ancol dan TMII Diserbu Ribuan Pengunjung Selama Libur Nataru

Jumat, 26 Desember 2025 | 20:26

Kebijakan WFA Sukses Dongkrak Sektor Ritel

Jumat, 26 Desember 2025 | 19:56

Dua Warga Pendatang Yahukimo Dianiaya OTK saat Natal, Satu Tewas

Jumat, 26 Desember 2025 | 19:42

21 Wilayah Bencana Sumatera Berstatus Transisi Darurat

Jumat, 26 Desember 2025 | 19:32

Jangan Sampai Aceh jadi Daerah Operasi Militer Gegara Bendera GAM

Jumat, 26 Desember 2025 | 18:59

Selengkapnya