Berita

Johan Budi

X-Files

KPK Kumpulkan Bahan Dan Keterangan Soal Haji

Sembari Jalankan Fungsi Pencegahan Korupsi
RABU, 02 JANUARI 2013 | 09:48 WIB

Pasca kasus dugaan korupsi proyek pengadaan kitab suci dan laboratorium komputer tsanawiyah di Kementerian Agama, kini KPK menganalisis biaya haji.

Keterangan mengenai hal tersebut disampaikan Kepala Biro Humas Komisi Pembe­ran­tasan Korupsi Johan Budi Sapto Prabowo. Dia mengatakan, KPK dan Kementerian Agama m­e­la­kukan kerjasama pengusutan di ke­menterian tersebut.

“Kita su­dah bertemu dengan ja­jaran Ke­menag. Sudah ada ke­sepakatan untuk mencegah dan me­nangani kasus korupsi di Ke­menag,” katanya.

Fokus koordinasi dengan Ke­menterian Agama, kata dia, di­arahkan pada anggaran haji. Artinya, seluruh rangkaian proses pembiayaan haji, dikaji oleh tim KPK dan Kemenag. Dita­mb­ah­kan, informasi mengenai dugaan be­rikut upaya mencegah kebo­coran di sektor ini disampaikan oleh Kemenag.

Jadi, untuk merespon hal ter­sebut, KPK berupaya mengirim tim ke Madinah, Arab Saudi. Dia tak menyebutkan, identitas ang­gota tim KPK tersebut. Tapi, me­nurutnya, penghitungan anggaran haji dilaksanakan secara kom­pre­hensif. Dia menyebutkan, peng­hitungan anggaran pelaksanaan haji mencapai Rp 4 triliun.

“Jumlah itu diperoleh dari se­to­ran peserta haji. Jumlahnya sa­ngat besar,” tandasnya. Tapi, Jo­han belum berani menyimpulkan, dimana letak kebocoran terbesar dalam penyelenggaraan haji.

Persoalannya, urusan haji sa­ngat kompleks. Dari mulai pen­daftaran, pengecekan kesehatan, as­uransi, pembuatan dokumen pas­­por dan visa, tiket pener­ba­ngan, asuransi, catering dan pe­ngi­napan, perlu dicek satu per satu. Hal ini me­merlukan waktu panjang.

Johan sangat berhati-hati mem­berikan keterangan seputar hal ini. “Tahapannya baru masuk pe­ngum­pulan bahan dan keterangan atau pulbaket. Belum sampai ting­kat penyelidikan dan penyi­di­kan,” tuturnya.

Dalam tataran pulbaket, tim KPK sudah mem­peroleh data, do­kumen dan sej­um­l­ah ke­te­ra­ngan pihak-pihak tertentu.

Namun lagi-lagi, Johan belum mau menginformasikan jenis dokumen dan keterangan siapa saja yang sudah dihimpun. Dia memastikan, bila data dan ke­te­rangan mengenai ini sudah cu­kup, pasti tim KPK akan me­ning­katkan status penanganannya ke tingkat penyelidikan.

Dia juga tidak bisa me­nar­get­kan kapan peningkatan status pe­ny­e­lidikan dilakukan. Selanjut­nya, ia menepis anggapan, bila re­ko­mendasi Kementerian Agama se­putar pemberian sanksi 10 pe­gawai Kemenag beberapa waktu lalu, terkait penyelenggaraan haji.

Disebutkan, rekomendasi pe­me­catan 10 pegawai Kemenag ter­sebut dilakukan oleh internal Ke­menterian Agama. “Belum sam­pai ke KPK. Penindakannya dilaksanakan internal Kemenag,” ujarnya. Yang jelas, ia meng­ap­re­siasi Kementerian Agama yang mendukung kinerja tim KPK secara optimal.

Dia mengharapkan, trans­pa­ran­si Kementerian Agama dapat di­ikuti departemen lain. Tran­s­pa­ransi itu, lanjutnya, sangat pen­ting. Soalnya, dana yang diduga di­se­le­wengkan itu merupakan dana yang bersumber dari masyarakat.

Lebih jauh, saat disinggung me­ngenai dugaan pungli Rp 1,2 tril­iun di Kantor Urusan Agama (KUA) Johan menyatakan, hal itu juga masih ditindaklanjuti oleh Inspektorat Jenderal (Itjen) Ke­menterian Agama. Jadi, sejauh ini koordinasi KPK belum masuk area tersebut. Oleh sebab itu, KPK  menunggu hasil analisis internal Kemenag yang sudah berkoordinasi dengan Pusat Pe­laporan dan Analisis Transaksi Ke­uangan (PPATK).

“Fokus kita untuk Kemenag ini masih seputar menghimpun ba­han-bahan dan keterangan pada ka­sus penyelenggaraan haji. Itu di luar penanganan kasus korupsi proyek kitab suci dan lab­o­ra­to­rium komputer,” imbuhnya.

REKA ULANG

Dari Laporan Soal Haji Hingga Zulkarnaen

Sejak tahun 2009, LSM Indo­ne­sia Coruption Watch (ICW) su­dah melaporkan dugaan korupsi penyelenggaraan ibadah haji. Na­mun, laporan itu tidak di­tin­dak­lanjuti Komisi Pemberantasan Ko­rupsi. KPK malah melakukan kajian yang hasilnya, dalam ben­tuk rekomendasi.

Pada 2010, ICW juga mel­a­por­kan kasus serupa ke KPK. ICW menduga ada  korupsi biaya pe­nye­lenggaraan haji. ICW mene­mu­kan adanya kenaikan ongkos haji yang tidak masuk akal, yaitu dari 3844 dolar Amerika Se­rikat menjadi 4043 dolar Ame­rika Se­rikat.

“Ini baru dugaan, makanya kami harap KPK lebih serius. Ja­ngan sampai karena menyangkut kekuatan politik tidak dipriori­tas­kan,” kata aktivis ICW Ade Irawan.

Pada 2011, ICW kembali me­nyambangi KPK untuk me­nye­rahkan laporan dugaan korupsi penyelenggaraan haji. Namun, dari laporan tersebut, KPK hanya menindaklanjutinya dengan membuat kajian dan memberikan re­komendasi kepada Ke­men­terian Agama. Padahal, menurut Ade, laporan-laporan ICW yang dilengkapi laporan keuangan tersebut, semestinya ditingkatkan ke penyelidikan.

Ketika laporan tentang dugaan korupsi dalam penyelenggaraan haji itu tak kunjung naik ke tahap pe­nyelidikan, KPK mengendus kasus lain di Kementerian Aga­ma. Yakni, perkara korupsi pe­nga­daan Alquran dan komputer untuk tsanawiyah. Dalam kasus ini, KPK telah menetapkan ang­gota Komisi VIII DPR Zu­lkar­naen Djabar dan anaknya, Dendy Prasetya sebagai tersangka.

Sang ayah, Zulkarnaen adalah Wakil Ketua MKGR, organ sayap Partai Golkar. Sebelum ditetap­kan sebagai tersangka, Zul­kar­naen juga menjabat Bendahara Umum Partai Golkar. Sedangkan Dendy, Wakil Ketua Gema MKGR.

Keduanya disangka menerima suap dalam pembahasan ang­ga­ran dua proyek tersebut. Kedua ter­sangka diduga mengarahkan pihak Kementerian Agama untuk me­menangkan perusahaan ter­ten­tu sebagai pelaksana proyek.

Mereka diduga menjadi peran­tara untuk memenangkan PT Abadhi Aksara Indonesia dalam proyek pengadaan Alquran pada 2011 dengan anggaran Rp 22,8 miliar, dan proyek serupa pada 2012 dengan anggaran Rp 110 miliar. Untuk proyek pengadaan laboratorium komputer, Dendi dan ayahnya juga diduga sebagai perantara yang membantu PT BKM memenangkan proyek se­nilai Rp 31 miliar pada 2010-2011. Kedua tersangka itu membantah sangkaan KPK tersebut.

Kemudian muncul masalah du­gaan pungli di Kemenag yang di­lontarkan Irjen Kemenag Moc­ham­mad Jasin. Menurutnya, pung­li di KUA bisa mencapai Rp 1,2 triliun. Jasin mengatakan, pungli kebanyakan terjadi ketika penghulu meminta “ongkos” menikahkan pasangan yang telah mendaftar ke KUA.

Mereka, lanjut Jasin, meminta Rp 500 ribu untuk setiap pernika­han. Padahal, biaya sebenarnya hanya Rp 30 ribu. “Setahun itu 2,5 juta peristiwa nikah, itu belum termasuk yang cerai, jumlahnya sama. Misalnya rata-rata 2,5 juta di­kalikan Rp 500 ribu, itu bisa sampai Rp 1,2 triliun,” katanya di Kantor Pusat Pelaporan dan Ana­lisis Transaksi Keuangan (PPATK), Rabu (26/12).

Perlu Dorongan Dan Dukungan Sangat Kuat

Andi W Syahputra, Koordinator LSM Gowa

Koordinator LSM Gover­ment Watch (Gowa) Andi W Syahputra mengingatkan, Ko­mi­si Pemberantasan Korupsi me­miliki peran strategis dalam me­nertibkan penyelewengan ang­garan di kementerian. Ter­ma­suk di Kementerian Agama.

“KPK punya tugas ekstra berat. Seluruh kasus korupsi di ke­menterian maupun institusi pemerintah, jadi persoalan yang harus dituntaskan mereka. Ter­masuk dari sisi pen­ce­ga­han­nya,” kata dia.

Lantaran itu, Andi ragu, apa­kah KPK mampu me­lak­sa­na­kan tugas dan tanggung jawab yang sangat berat tersebut. Lan­taran itu, lanjutnya, di­per­lu­kan do­rongan dan dukungan yang sangat kuat dari masyarakat. Se­lain itu, sangat diperlukan ke­ter­bukaan dari pihak ke­men­te­rian dan lembaga negara lain­nya dalam mendukung tugas KPK.

Persoalannya, sebut Andi, perkara korupsi atau penye­le­we­ngan anggaran negara, bia­sa­nya dilakukan secara kon­s­truktif dan tersembunyi. De­ngan kata lain, melibatkan ok­num intelektual serta dukungan pi­hak lain atau korporasi.

Maka, tanpa dorongan dan dukungan yang amat kuat dari masyarakat, KPK tidak akan mampu menuntaskan perkara-perkara besar. Tidak akan mam­­pu pula menjalankan fung­s­i pen­cegahan. Karena itu, dia juga mewanti-wanti Ko­mi­si Pem­berantasan Korupsi agar tidak bersikap superior atau angkuh.

“KPK lahir karena penegak hukum lain membutuhkan ins­titusi yang punya kewe­nangan ekstra. Jadi idealnya, koordinasi dengan penegak hukum lain tetap harus dikedepankan,” sarannya.

Andi menambahkan, upaya KPK menangani sederet per­kara korupsi, sejauh ini sudah cu­kup signifikan. “Jangan sam­pai ke depannya justru menjadi le­mah,” ucapnya.

Bukan Sekadar Rekomendasi Untuk Kemenag

Yahdil Abdi Harahap, Anggota Komisi III DPR

Politisi PAN Yahdil Abdi Ha­rahap menyatakan, perlu lang­kah sistematis dalam me­nye­lesaikan masalah penye­leng­garaan ibadah haji.

Menurut dia, langkah koor­di­nasi Kementerian Agama de­ngan KPK sudah cukup sig­ni­fi­kan. Hal itu menunjukkan ada­nya sikap terbuka atau trans­paran dari Kemenag. Hanya, dia meminta koordinasi itu ti­dak berujung pada rekomendasi semata-mata.

“Jika ada temuan pelang­ga­ran hukum, hendaknya di­tin­daklanjuti dengan langkah hu­kum pula. Bukan rek­o­men­dasi,” katanya.

Dengan kepastian hukum itu, maka dugaan-dugaan pe­nyi­m­pangan dana haji men­da­pat ke­jelasan hukum. Bisa mem­be­ri­kan titik terang ke­mana saja ang­garan tersebut me­ngalir. Jika hal tersebut bisa di­­sam­paikan kepada ma­sya­rakat, ten­tu kecurigaan-ke­cu­ri­gaan itu de­ngan sendirinya akan ter­bendung.

“Persoalannya sekarang ini masyarakat tidak tahu, apakah ada dana haji yang mengalir ke luar kepentingan penyeleng­ga­raan ibadah haji,” tandasnya.

Lantaran itu, dia meminta Komisi Pemberantasan Korupsi tidak tinggal diam. Idealnya, sekalipun sudah memberi reko­mendasi pada Kementerian Agama, KPK juga harus menin­daklanjuti dugaan pe­nyim­pa­ngan melalui mekanisme hu­kum. Dengan begitu, usaha-usa­ha yang diduga terkait pe­nyimpangan dana haji bisa tun­tas secara signifikan.

Yang jelas, upaya Kemenag me­nindak oknum-oknum pega­wai­nya, harus ditindaklanjuti juga dengan langkah konkret KPK. Apabila pegawai-pega­wai itu terbukti melakukan tin­dak pidana korupsi, idealnya ti­dak sekadar diberi sanksi ad­mi­nistratif. “Laporkan kepada KPK agar pengusutan huk­um­nya berjalan,” katanya. [Harian Rakyat Merdeka]


Populer

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

Kajari Bekasi Eddy Sumarman yang Dikaitkan OTT KPK Tak Punya Rumah dan Kendaraan

Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

Terlibat TPPU, Gus Yazid Ditangkap dan Ditahan Kejati Jawa Tengah

Rabu, 24 Desember 2025 | 14:13

UPDATE

Bank Mandiri Berikan Relaksasi Kredit Nasabah Terdampak Bencana Sumatera

Jumat, 26 Desember 2025 | 12:12

UMP Jakarta 2026 Naik Jadi Rp5,72 Juta, Begini Respon Pengusaha

Jumat, 26 Desember 2025 | 12:05

Pemerintah Imbau Warga Pantau Peringatan BMKG Selama Nataru

Jumat, 26 Desember 2025 | 11:56

PMI Jaksel Salurkan Bantuan untuk Korban Bencana di Sumatera

Jumat, 26 Desember 2025 | 11:54

Trump Selipkan Sindiran untuk Oposisi dalam Pesan Natal

Jumat, 26 Desember 2025 | 11:48

Pemerintah Kejar Pembangunan Huntara dan Huntap bagi Korban Bencana di Aceh

Jumat, 26 Desember 2025 | 11:15

Akhir Pelarian Tigran Denre, Suami Selebgram Donna Fabiola yang Terjerat Kasus Narkoba

Jumat, 26 Desember 2025 | 11:00

Puan Serukan Natal dan Tahun Baru Penuh Empati bagi Korban Bencana

Jumat, 26 Desember 2025 | 10:49

Emas Antam Naik, Buyback Nyaris Tembus Rp2,5 Juta per Gram

Jumat, 26 Desember 2025 | 10:35

Sekolah di Sumut dan Sumbar Pulih 90 Persen, Aceh Menyusul

Jumat, 26 Desember 2025 | 10:30

Selengkapnya