Berita

ilustrasi/ist

X-Files

Perkara Korupsi Kemenkes Jadi Prioritas Polisi 2012

Juga Kasus Korupsi Di Kementerian Pendidikan
SENIN, 31 DESEMBER 2012 | 09:09 WIB

.Polri menyelesaikan 626 perkara korupsi selama kurun 2012. Dari ratusan perkara tersebut, fokus penyidikan kepolisian terkuras pada dua perkara korupsi. Dua kasus itu diduga melibatkan bekas bendahara Partai Demokrat M Nazaruddin.

Direktur III Tindak Pidana Ko­rupsi (Dir III Tipikor) Bares­krim Polri Brigjen Noer Ali me­nya­takan, dua perkara korupsi be­sar yang ditangani jajarannya ada­lah kasus pengadaan alat ke­seh­atan di Kementerian Kese­ha­tan dan kasus di Kementerian Pen­didikan Nasional.

“Dua perkara korupsi itu jadi skala prioritas karena dugaan ke­ru­gian negaranya yang paling be­sar. Penghitungan kerugian ne­­ga­ra itu berdasarkan hasil audit Ba­dan Pemeriksa Ke­uangan,” katanya.

Jadi, sambungnya, pada pe­ngu­sutan perkara tersebut, pihaknya hanya menindaklanjuti temuan BPK. Oleh sebab itu, pengusutan perkara korupsi di Kemenkes dan Kemendiknas terkesan berjalan lamban. “Itu dilatari karena me­nunggu selesainya hasil audit BPK,” alasannya.

Dia menguraikan, pada kasus korupsi pengadaan peralatan vak­sin flu burung di Kemenkes ta­hun anggaran 2008-2010, pi­hak­nya telah melengkapi dan me­lim­pah­kan berkas perkara satu tersangka ke kejaksaan. Ter­sangka yang di­maksud ada­lah pejabat pembuat komitmen pro­yek (PPK) pe­nga­daan vaksin flu bu­rung berinisial TPS.

Menjawab pertanyaan, kenapa penetapan tersangka, baru me­nye­ntuh pejabat se-kelas PPK, dia memastikan, penyidikan ma­sih berjalan. Artinya, dugaan ke­terlibatan pihak lain maupun PT Anugerah Nusantara (AN), milik M Nazaruddin masih ditelusuri. Bukan tidak mungkin, jika bukti-buktinya mencukupi, pi­haknya ba­kal menetapkan ter­sangka baru.

Dia tak menjelaskan secara rinci dugaan keterlibatan pe­me­nang tender proyek, PT AN. “Ma­sih ditelusuri kesaksian dan pen­jelasan dari vendor yang bekerja sama dengan perusahaan terse­but,” ucapnya.

Disebutkan, pada kasus ini nilai kerugian negara yang dide­rita akibat korupsi di proyek mul­tiyears 2008-2010, ditaksir men­capai Rp 300 miliar.

Lebih lanjut, saat dikonfirmasi mengenai pengusutan kasus kor­upsi besar lainnya, bekas Ins­pek­torat Pengawasan Daerah (Ir­was­da) Polda Metro Jaya itu menya­ta­kan, kasus lainnya diduga ter­kait kiprah PT AN.

Dia me­nye­but, pada proyek di Ke­men­dik­nas, PT AN juga keluar sebagai pe­menang tender pro­yek pe­nga­­daan alat tahun 2007. Pro­yek itu me­nelan anggaran Rp 146.050.985.000 miliar.

Senada dengan keterangan se­belumnya, Noer menolak me­nye­butkan kiprah PT AN pada pro­yek pengadaan komputer untuk Lembaga Penjaminan Mutu Pen­didikan (LPMP) dan Pusat Pe­ngembangan dan Pem­berdayaan Pendidik dan Tenaga Ke­pen­di­dikan (P4TK) itu. “Yang jelas, berkas untuk tersangkanya sudah lengkap dan dilimpahkan ke kejaksaan.”

Disebutkan, kasus dugaan korupsi di Kemendiknas terjadi pada proyek pengadaan pening­katan mutu belajar mengajar ta­hun anggaran (TA) 2007. Proyek tersebut dilangsungkan di ling­ku­ngan Direktorat Jenderal Pe­ningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan (PMPTK). Total proyek ditaksir lebih dari Rp 400 miliar.

Sekalipun dua kasus korupsi tersebut mengakibatkan kerugian negara paling besar, Noer meng­garisbawahi, bukan berarti pe­ngusutan perkara korupsi lainnya tidak diprioritaskan.

“Kita ta­ngani semua perkara, korupsi khu­susnya secara pro­por­sional. Kita terus bersinergi de­ngan polda-polda,” imbuhnya.

Reka Ulang

Vonis Untuk Sesmenko Kesra Hingga Kesaksian Wamendiknas

Dugaan korupsi pada proyek pe­ngadaan peralatan pemb­an­gu­nan fasilitas produksi riset dan alih teknologi produksi vaksin flu bu­rung dan manusia di Ditjen Pe­ngendalian Penyakit dan Ke­se­hatan periode 2008-2010, bukan kasus korupsi pertama dalam pe­ngadaan alat kesehatan.

Sebelumnya, Sekretaris Men­teri Koordinator Kesejahteraan Rakyat Sutedjo Yuwono divonis ber­salah oleh majelis hakim Pe­ngadilan Tipikor Jakarta dalam ka­sus korupsi pengadaan alat ke­sehatan penanganan vaksin wa­bah flu burung tahun 2006.

Lalu, bekas Kepala Pusat Pe­nang­gulangan Masalah K­e­se­hatan Kementerian Kesehatan Mulya Hasjmy juga berstatus ter­sangka kasus pengadaan vaksin flu burung Kemenkes. Selain itu, polisi yang menangani perkara pengadaan alat bantu dokter spe­sialis di 17 rumah sakit di 12 pro­vinsi juga menetapkan tersangka Syamsul Bahri.

Kepala Bagian Program dan Informasi Sekretariat Badan Pe­ngembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia (PPSDM) Ke­menkes tersebut diduga me­nyim­pangkan anggaran tahun 2009. Dari total anggaran Rp 498 miliar, diduga Rp 15 miliar di­selewengkan.

Untuk kasus dengan tersangka TPS, Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Polri Brigjen Boy Rafli Amar menga­ta­kan, TPS diduga berperan da­lam pemenangan tender untuk perusahaan tertentu.

Dalam menyingkap kasus ini, Bareskrim memeriksa sejumlah saksi. Saksi-saksi  terdiri dari 15 pa­nitia pengadaan barang dan jasa, 15 panitia penerima barang, 11 orang dari tim teknis penerima barang dari PT Biofarma dan Universitas Airlangga, dan tiga orang rekanan.

Penyidik juga menggeledah PT Biofarma di Bandung dan Cisa­rua, laboratorium sebuah un­i­ver­si­tas di Surabaya, Jawa Timur serta sebuah gudang di Bandung, Jawa Barat. Lalu, penyidik telah menyita peralatan produksi vak­sin flu burung. Turut disita pula uang senilai Rp 224 juta dan 31.200 dolar Amerika Serikat.

Terakhir, pada pengusutan du­gaan korupsi di Kemendiknas, Po­lri memeriksa Wakil Menteri Pen­didikan Fasli Djalal sebagai saksi. Pemeriksaan dilaksanakan, karena Fasli sebelumnya pernah menjabat sebagai Direktur Jen­de­ral pada Direktorat Jenderal Pe­ning­katan Mutu Pendidik dan Te­na­ga K­e­pen­didikan (PMPTK) Ke­mendiknas. Dia diduga me­nge­tahui seluk beluk pelaksanaan proyek. Saat dikon­fir­masi, Fasli menegaskan, ka­pa­si­tasnya dalam kasus ini sebagai saksi. “Status saya dalam kasus ini se­bagai saksi,” tuturnya.

Kedatangannya ke Mabes Polri ditujukan untuk memenuhi pang­gilan kepolisian. Menurut Fasli, kehadirannya memenuhi ke­wa­ji­ban sebagai saksi, diketahui dan atas seizin Menteri Pendidikan.

Menurutnya, selain menjawab pertanyaan penyidik, dia juga menyerahkan dokumen penting menyangkut teknis pelaksanaan pengadaan barang dalam proyek di bawah direktoratnya. Namun, bagaimana pelaksanaan dan akhir dari proyek tersebut, dia me­nga­ku tidak mengetahui secara pe­r­sis. Soalnya, saat proyek berjalan, dia dimutasi dari jabatannya.

Perkara Korupsi Seperti Disembunyikan

Hifdzil Alim, Aktivis Pukat UGM

Peneliti Pusat Kajian Anti Korupsi Universitas Gadjah Mada (Pukat UGM) Hifdzil Alim menyayangkan langkah kepolisian yang lamban dalam menangani perkara korupsi.

Dia membandingkan, kenapa kepolisian sigap dalam mena­ngani perkara teroris, namun cenderung lemot dalam me­nye­lesaikan perkara korupsi. “Ideal­nya semua pengusutan perkara harus berjalan balance. Ada ke­seimbangan,” katanya.

Sejak ada KPK,  menurut Hifd­zil, peran kepolisian me­ngung­kap korupsi besar nyaris tak terdengar. Seringkali, ni­lai­nya, pengusutan kasus-ka­sus korupsi itu seperti disem­bu­nyi­kan. Padahal, penanganan kasus korupsi, apapun bentuk dan berapapun nilai kerugian ne­ga­ranya, saat ini sangat vital. Oleh sebab itu, pesannya, tidak perlu disembunyikan.

“Sampaikan secara trans­pa­ran bagaimana pengusutannya kepada publik. Dari situ, ma­syarakat akan tahu. Dengan sen­dirinya, publik akan mem­be­rikan apresiasi atau penilaian pada kepolisian,” sarannya.

Ia membandingkan, pengu­su­tan kasus korupsi di KPK ter­lihat transparan. Sejak pel­a­poran, pemeriksaan, pen­e­ta­pan tersangka sampai pe­lim­pahan ke pengadilan, semua ter­buka. Hal itu sepatutnya, men­jadi con­­toh bagi kepolisian mau­pun ke­­jaksaan agar men­da­pat ap­re­siasi positif dari masyarakat.

Jadi, sambung dia, ma­sya­ra­kat tidak hanya disuguhi angka bahwa kepolisian telah me­ram­pungkan ratusan perkara korup­si. Sementara, jenis-jenis per­kara korupsinya apa, berapa ke­rugian negaranya, siapa ter­sang­kanya, bagaimana berkas perkaranya, serta teknis pe­ngem­balian kerugian negaranya tidak jelas.

“Masyarakat kita sudah se­makin kritis. Mereka saat ini membutuhkan perubahan pa­ra­digma dan prilaku para penegak hu­kum,” katanya.

Hal itulah yang menurutnya menjadi peluang bagi kepo­li­sian untuk membuktikan bahwa mereka benar-benar melayani, mengayomi dan melindungi ma­syarakat. Dia optimistis, jika situasi itu tercapai, masyarakat akan sukarela membantu ke­po­lisian menyingkap kasus-kasus korupsi besar. Bukan meng­hin­dari polisi.

Berjalan Lambat Di Kepolisian

Syarifuddin Suding, Anggota Komisi III DPR

Politisi Partai Hanura Sya­ri­fud­din Suding menyatakan, pe­ngusutan kasus dugaan korupsi di Kemenkes dan Kemendiknas berjalan sangat lamban. Dia me­nilai, kelambanan tersebut bisa mempengaruhi kredibiltas Polri. “Kedua perkara tersebut su­dah ditangani kepolisian se­jak lama. Sekitar tahun 2010. Aneh apabila kasus ini tidak segera tuntas,” katanya.

Dia tak menyangsikan k­e­mam­puan penyidik Polri dalam mengusut perkara. Akan tetapi, Suding mempertanyakan, me­nga­pa tersangka dalam dua ka­sus yang menjadi prioritas Ma­bes Polri itu hanya menyentuh pe­jabat pembuat komitmen (PPK). Di sini, sambungnya, ter­dapat kejanggalan yang mes­ti segera diluruskan.

Apalagi saat ini, penyidik Polri memiliki kapabilitas dan du­kungan dari DPR untuk me­ngentaskan perkara korupsi. Maksud dia, jangan sampai bentuk dukungan dan motivasi DPR disia-siakan kepolisian.

“DPR sangat memahami kendala-kendala yang dialami kepolisian. Maka itu, kita me­ning­katkan anggaran penyi­di­kan bagi kepolisian,” tegasnya. Namun dia tak mau bila reali­sasi peningkatan anggaran pe­nyidikan itu, tak diimbangi de­ngan prestasi Polri.

Diingatkan, faktor-faktor se­perti keengganan penyidik me­nyelesaikan perkara besar hen­daknya dikesampingkan. Ar­ti­nya, profesionalisme dan ind­e­pendensi penyidik idealnya di­tun­jukkan dalam menyikapi suatu persoalan. Dengan begitu, beragam intervensi yang biasa­nya muncul dalam proses pe­nye­lidikan dan penyidikan akan dapat ditanggulangi secara dini.

Terlebih kasus korupsi yang ditangani itu, berdampak lang­sung pada hajat hidup orang ba­nyak. “Dengan alasan apa­pun. Hal Ini tidak bisa ditunda-tunda pe­nuntasannya.” [Harian Rakyat Merdeka]


Populer

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

Kajari Bekasi Eddy Sumarman yang Dikaitkan OTT KPK Tak Punya Rumah dan Kendaraan

Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

Terlibat TPPU, Gus Yazid Ditangkap dan Ditahan Kejati Jawa Tengah

Rabu, 24 Desember 2025 | 14:13

UPDATE

Ekonom: Pertumbuhan Ekonomi Akhir Tahun 2025 Tidak Alamiah

Jumat, 26 Desember 2025 | 22:08

Lagu Natal Abadi, Mariah Carey Pecahkan Rekor Billboard

Jumat, 26 Desember 2025 | 21:46

Wakapolri Kirim 1.500 Personel Tambahan ke Lokasi Bencana Sumatera

Jumat, 26 Desember 2025 | 21:45

BNPB: 92,5 Persen Jalan Nasional Terdampak Bencana Sumatera Sudah Diperbaiki

Jumat, 26 Desember 2025 | 21:09

Penerapan KUHP Baru Menuntut Kesiapan Aparat Penegak Hukum

Jumat, 26 Desember 2025 | 20:37

Ancol dan TMII Diserbu Ribuan Pengunjung Selama Libur Nataru

Jumat, 26 Desember 2025 | 20:26

Kebijakan WFA Sukses Dongkrak Sektor Ritel

Jumat, 26 Desember 2025 | 19:56

Dua Warga Pendatang Yahukimo Dianiaya OTK saat Natal, Satu Tewas

Jumat, 26 Desember 2025 | 19:42

21 Wilayah Bencana Sumatera Berstatus Transisi Darurat

Jumat, 26 Desember 2025 | 19:32

Jangan Sampai Aceh jadi Daerah Operasi Militer Gegara Bendera GAM

Jumat, 26 Desember 2025 | 18:59

Selengkapnya