Berita

I Wayan Koster

X-Files

KPK Belum Tetapkan Koster Sebagai Tersangka

Sampai Tutup Tahun 2012
MINGGU, 30 DESEMBER 2012 | 09:12 WIB

.Pengusutan kasus korupsi yang menyeret politisi Partai Demokrat Angelina Sondakh sebagai terdakwa, belum usai. Tahun hampir berganti, politisi PDIP I Wayan Koster yang namanya disebut dalam surat dakwaan Angelina, tak kunjung jadi tersangka.

Pihak KPK mengaku belum menemukan bukti keterlibatan Koster dalam tindak pidana korupsi bersama Angelina alias Angie. Menurut Kepala Biro Hu­mas KPK Johan Budi Sapto Pra­bowo, walau nama Koster kerap disebut dalam persidangan dan ter­tulis dalam surat dakwaan ter­ha­dap Angie, bukan berarti Kos­ter sudah terbukti melakukan ko­rupsi. “Dalam kasus ini belum ada tersangka baru. Wayan Kos­ter baru sebatas diperiksa sebagai saksi,” ujar Johan, kemarin.

Johan menambahkan, walau­pun dalam dakwaan Angie ada nama Koster, tidak lantas itu men­­jadi bukti bahwa ada tindak pi­dana korupsi yang dila­ku­kan­nya. “Dakwaan itu berdasarkan keterangan atau pengakuan saksi, jadi masih perlu dilakukan vali­dasi. Ternyata, sampai saat ini ma­sih belum cukup bukti,” ujarnya.

Johan menegaskan, dalam upaya pengusutan kasus ini, KPK tidak terjebak pada penyebutan nama orang per orang oleh para saksi, namun sebuah upaya pe­ngusutan secara menyeluruh de­ngan bukti-bukti yang akurat.

“Pengembangan kasus, bukan ke orang per orang, tetapi kepada materi kasusnya. Apakah dite­mu­kan dua alat bukti yang cukup, yang kemudian bisa disimpulkan bahwa pihak lain bisa dimintai per­tanggungjawaban secara hu­kum atau tidak,” katanya.

Terkait upaya pencegahan yang dilakukan KPK terhadap Koster, Johan menyampaikan, memang pernah dilakukan upaya cegah ke luar negeri, namun sete­lah enam bulan masa cegah dan sudah habis waktunya, KPK tidak memperpanjangnya.

“Cegahnya sudah habis sejak 3 Agustus lalu dan tidak di­per­panjang lagi. Alasannya adalah be­lum diperlukan mencegah Wayan Koster lagi,” ujarnya.

Pencegahan terhadap Wayan di­lakukan sejak Februari 2012. Se­suai ketentuan, pencegahan ber­laku enam bulan. Sehingga se­jak Agus­tus lalu, Koster sudah tidak dice­gah lagi. Dia dicegah da­lam ka­pa­sitas sebagai saksi un­tuk kasus suap terkait pe­ngang­garan di Ke­men­diknas dan Ke­menpora yang me­nyeret Ange­li­na Patricia Ping­kan Son­dakh alias Angie ke pengadilan.

Angie yang didakwa menerima suap lebih dari Rp 34 miliar ter­sebut, kini menghadapi tuntutan 12 tahun penjara di Pengadilan Tin­dak Pidana Korupsi (Tipikor) Ja­karta. Koster adalah Wakil Koordinator Kelompok Kerja (Pokja) Anggaran di Komisi X DPR. Pokja yang membawahkan para anggota Badan Anggaran di komisi X tersebut dipimpin Angie.

Johan mengatakan, status pen­cegahan terhadap Koster tidak terkait dengan posisinya dalam ka­sus Angie. ’’Yang dicegah be­lum tentu akan menjadi ter­sang­ka. Sebaliknya, yang tidak di­ce­gah belum tentu tidak bisa men­jadi tersangka,’’ ujar dia.

Di persidangan Angie, nama Koster sering disebut. Pada 5 Mei 2010, terdapat pengeluaran uang dari kas Grup Permai Rp 2 miliar pada pagi hari dan sore Rp 3 mi­liar untuk support kepada Angie di pengurusan proyek Ke­men­pora. Penyerahan uang tersebut berasal dari pesan yang disam­pai­kan Sesmenpora Wafid Muharam melalui pengusaha Paul Nelwan kepada Mindo Rosalina Manu­lang, direktur pemasaran Grup Permai.

Inti pesan itu adalah tentang permintaan uang Rp 5 miliar oleh Angie dan Koster untuk pengu­ru­san anggaran Wisma Atlet. Sebelum dilakukan penyerahan, Rosa menghubungi Angie mela­lui BlackBerry Messenger. Uang Rp 2 miliar dibungkus kardus printer warna putih, diantar Lut­fie, kurir Grup Permai, ke ruang kerja Koster. Uang diserahkan ke Budi Supriatna yang merupakan asisten Koster. Lalu sore harinya, uang Rp 3 miliar dimasukkan da­lam kardus rokok, diantarkan Lutfie ke ruangan kerja Koster.

Bukan hanya proyek Wisma Atlet, Koster juga disebut m­e­ne­rima uang terkait proyek uni­ver­si­tas di Kemendiknas. Hal itu di­sam­paikan Oktarina Furi saat ber­saksi dalam sidang Na­zaruddin di Pengadilan Tindak Pidana Ko­rup­si Jakarta, 27 Januari 2012.

Koster membantah telah mene­rima fee dari Grup Permai terkait proyek pembangunan Wisma Atlet maupun penerimaan duit kala pembahasan anggaran untuk proyek-proyek di Kementerian Pendidikan. Bantahan itu dilon­tar­kannya saat menjadi saksi un­tuk terdakwa Angelina Sondakh di Pengadilan Tipikor. “Tidak pern­ah menerima uang,” ujar Koster saat menjawab pertanyaan Hakim Ketua Sud­jat­miko dalam sidang pada Kamis, 22 November lalu itu.

Baik mengantongi uang dari Grup Permai secara langsung mau­pun melalui stafnya. Banta­han ini bertolak belakang dengan kesak­sian sejumlah karyawan Grup Permai sebelumnya. “Tidak per­nah Yang Mulia,” katanya.

Reka Ulang

Dakwaan Jaksa Untuk Angie

Terdakwa kasus suap pem­ba­hasan anggaran Kemenpora dan Kemendiknas, Angelina Patricia Pingkan Sondakh alias Angie, di­dakwa Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK, menerima hadiah atau janji senilai Rp 12,580 miliar dan 2.350 juta dolar AS dari Per­mai Grup milik M Nazaruddin, dalam sidang pembacaan da­k­wa­an di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (6/9).

Pemberian hadiah atau janji ke­pada anggota DPR itu sebagai im­balan (fee) karena terdakwa se­laku anggota Badan Anggaran DPR dan Koordinator Kelompok Kerja (Pokja) Anggaran dari Ko­misi X DPR, menyanggupi pe­ngalokasian anggaran untuk proyek-proyek di Kemenpora dan Kemendiknas.

“Diberikan sebagai imbalan yang telah dijanjikan sebe­lumnya karena terdakwa menyanggupi akan mengusahakan supaya ang­garan untuk proyek di Ke­men­pora dan Kemendiknas dapat di­sesuaikan dengan permintaan Per­mai Grup. Karena nantinya pro­yek-proyek tersebut akan di­kerjan Permai Grup ataupun pi­hak lain yang telah di­koor­di­na­sikan Permai Grup,” ucap Ketua JPU KPK Agus Salim saat mem­bacakan surat dakwaan.

Menurut JPU, pemberian fee ke­pada Angelina dilakukan se­cara bertahap. Direktur Ma­r­ke­ting Permai Group Mindo Ro­sa­lina Manullang (Rosa) yang men­jadi jembatan pemberian uang tersebut. “Atau setidak-tidaknya se­kitar jumlah itu yang telah dite­rima terdakwa secara bertahap dari Permai Grup,” jelas Agus.

Dalam penjelasan JPU, pem­be­rian hadiah atau janji itu berawal saat pemilik Permai Grup, M Na­zaruddin mengenalkan terdakwa Angelina dengan Rosa di Res­tau­ran Nipon Kan di Hotel Sultan Ja­karta Selatan.

Selain Rosa, ada juga sejumlah pengusaha dan kar­yawan dari Permai Grup seperti Gerhana Sia­ni­par, Clara, Mauren, Silvy dan Bayu Wijokongko.

Pada pertemuan tersebut, Na­za­ruddin menjelaskan kepada ter­dakwa Angelina bahwa koor­dinasi untuk memperoleh proyek-proyek di dua kementerian te­r­se­but dengan Rosa. Sebab, posisi Na­zaruddin sebagai anggota DPR tak memungkinkan untuk melakukan hal tersebut.

Setelah perkenalan tersebut, ter­dakwa dan Mindo Rosalina Manulang saling bertukar nomor HP dan PIN BlackBerry. Kedua­nya pun saling berkoordinasi. Tak berselang lama, keduanya kem­bali melakukan pertemuan. “Ter­dakwa mempersilakan Mindo Rosalina Manulang menemuinya kembali di Apartemen Belleza depan ITC Permata Hijau Jakarta Se­latan,” papar Jaksa.

Pada pertemuan itu, Mindo Rosalina Manulang menanyakan kesediaan terdakwa untuk meng­giring anggaran di Kemendiknas dan di Kemenpora, dan itu di­sang­gupi Angie dan meminta agar proyek pada kegiatan yang diusulkan Permai grup dibuatkan daftar (list)-nya lalu diserahkan kepada terdakwa.

Setelah proses berjalan, sekitar bulan Maret 2010 terdakwa me­nga­dakan pertemuan kembali de­ngan Rosa di Plaza FX Senayan. Dalam pertemuan kali ini ter­dak­wa menyanggupi permintaan peng­giringan anggaran yang di­inginkan permai grup dengan me­minta imbalan uang (fee) sebasar 7 persen dari nilai proyek sekitar Rp 300 miliar.

Adalah Kewajiban KPK Mencari Bukti-bukti

Yahdil Abdi Harahap, Anggota Komisi III DPR

Anggota Komisi III DPR Yahdil Abdi Harahap menyam­paikan, penyebutan nama sese­orang di dalam dakwaan dan kesaksian para saksi di muka per­sidangan, tidak serta merta dapat disimpulkan bahwa sese­orang itu memang melakukan tindak pidana korupsi.

“Walau namanya sering di­sebut, bukan berarti dia ber­sa­lah. Tentu harus dibuktikan, apa­kah ada bukti-bukti kuat yang meyakinkan dan dite­mu­kan penyidik untuk menetapkan dia sebagai tersangka? Itu yang perlu ditelusuri,” ujar Yahdil, kemarin.

Politisi PAN itu menyebut, de­ngan adanya sejumlah kete­ra­ngan di muka persidangan, dan juga hal-hal yang dituliskan di dalam dakwaan, hal itu yang harus menjadi tanggung jawab penyidik untuk membuktikan. “Ya kalau ternyata tidak ter­bukti, tentu dilepas dong,” ujar Yahdil.

Karena itu, Yahdil meminta KPK mengevaluasi semua fakta persidangan dan pengem­ba­ngan penyidikan yang mereka lakukan dalam perkara ini.

“Saya kira, sudah menjadi kewajiban KPK untuk mencari bukti-bukti, tetapi belum tentu seseorang yang disebut-sebut di persidangan itu dapat dibukti­kan. Itu belum tentu, dan itulah yang ingin buat terang,” ujarnya.

Terkait upaya pencegahan ke luar negeri, Yahdil setuju bahwa pencegahan terhadap seseorang ketika sudah dijalankan selama enam bulan dan tidak ada apa-apa, bahkan tak ada perkem­bangan penyidikan, maka wajar tidak dilakukan perpanjangan. “Ya memang tidak bisa diper­panjang lagi cegah seperti itu,” ujarnya.

Membuat Dakwaan Tidak Boleh Asal-asalan

Nikson Gans Lalu, Pengajar Ilmu Hukum

Pengajar Ilmu Hukum Uni­versitas Kristen Indonesia (UKI) Nikson Gans Lalu me­nyam­paikan, penyidik seharus­nya segera bergerak melakukan penelusuran begitu mendapat informasi dan keterangan yang menyebutkan seseorang disebut turut terlibat dalam dugaan tindak pidana korupsi.

“Apalagi bila nama-nama itu sudah dituangkan dalam dak­wa­an, dan disebut-sebut di muka persidangan. Sebab, mem­buat dakwaan bukanlah hal yang mu­dah dan bukan asal-asalan,” ujar Nikson, kemarin.

Fakta-fakta persidangan yang memaparkan adanya informasi dan keterangan, kata Nikson, men­jadi dasar dari penyidik un­tuk memastikan apakah ada temuan bukti yang mendukung keterangan itu atau tidak.

Jika dalam fakta persidangan dipaparkan sebegitu banyak in­formasi, kata Nikson, namun pe­n­yidik tidak bergerak mela­ku­kan penelusuran, maka ha­kim bisa memerintahkan pe­nyi­dik untuk segera melakukan penelusuran dan mencari bukti jika ada.

“Hakim bisa memerinta­h­kan, sebab tindak pidana ko­rupsi ber­beda dari tindak pida­na kon­vensional lain, jadi tidak sem­barangan melakukan pe­me­rik­saannya.”

Jika memang sudah dite­mu­kan bukti kuat dari pengem­ba­ngan fakta persidangan, lanjut dia, maka dengan segera status seseorang yang diduga terlibat dapat ditingkatkan.

“Misalnya tadinya hanya sak­si, bisa segera ditingkatkan men­­j­adi tersangka dan seterus­nya. Tentu dengan bukti-bukti kuat yang ada,” ujarnya. [Harian Rakyat Merdeka]


Populer

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

Kajari Bekasi Eddy Sumarman yang Dikaitkan OTT KPK Tak Punya Rumah dan Kendaraan

Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

Terlibat TPPU, Gus Yazid Ditangkap dan Ditahan Kejati Jawa Tengah

Rabu, 24 Desember 2025 | 14:13

UPDATE

Ekonom: Pertumbuhan Ekonomi Akhir Tahun 2025 Tidak Alamiah

Jumat, 26 Desember 2025 | 22:08

Lagu Natal Abadi, Mariah Carey Pecahkan Rekor Billboard

Jumat, 26 Desember 2025 | 21:46

Wakapolri Kirim 1.500 Personel Tambahan ke Lokasi Bencana Sumatera

Jumat, 26 Desember 2025 | 21:45

BNPB: 92,5 Persen Jalan Nasional Terdampak Bencana Sumatera Sudah Diperbaiki

Jumat, 26 Desember 2025 | 21:09

Penerapan KUHP Baru Menuntut Kesiapan Aparat Penegak Hukum

Jumat, 26 Desember 2025 | 20:37

Ancol dan TMII Diserbu Ribuan Pengunjung Selama Libur Nataru

Jumat, 26 Desember 2025 | 20:26

Kebijakan WFA Sukses Dongkrak Sektor Ritel

Jumat, 26 Desember 2025 | 19:56

Dua Warga Pendatang Yahukimo Dianiaya OTK saat Natal, Satu Tewas

Jumat, 26 Desember 2025 | 19:42

21 Wilayah Bencana Sumatera Berstatus Transisi Darurat

Jumat, 26 Desember 2025 | 19:32

Jangan Sampai Aceh jadi Daerah Operasi Militer Gegara Bendera GAM

Jumat, 26 Desember 2025 | 18:59

Selengkapnya