I Wayan Koster
I Wayan Koster
Pihak KPK mengaku belum menemukan bukti keterlibatan Koster dalam tindak pidana korupsi bersama Angelina alias Angie. Menurut Kepala Biro HuÂmas KPK Johan Budi Sapto PraÂbowo, walau nama Koster kerap disebut dalam persidangan dan terÂtulis dalam surat dakwaan terÂhaÂdap Angie, bukan berarti KosÂter sudah terbukti melakukan koÂrupsi. “Dalam kasus ini belum ada tersangka baru. Wayan KosÂter baru sebatas diperiksa sebagai saksi,†ujar Johan, kemarin.
Johan menambahkan, walauÂpun dalam dakwaan Angie ada nama Koster, tidak lantas itu menÂÂjadi bukti bahwa ada tindak piÂdana korupsi yang dilaÂkuÂkanÂnya. “Dakwaan itu berdasarkan keterangan atau pengakuan saksi, jadi masih perlu dilakukan valiÂdasi. Ternyata, sampai saat ini maÂsih belum cukup bukti,†ujarnya.
Johan menegaskan, dalam upaya pengusutan kasus ini, KPK tidak terjebak pada penyebutan nama orang per orang oleh para saksi, namun sebuah upaya peÂngusutan secara menyeluruh deÂngan bukti-bukti yang akurat.
“Pengembangan kasus, bukan ke orang per orang, tetapi kepada materi kasusnya. Apakah diteÂmuÂkan dua alat bukti yang cukup, yang kemudian bisa disimpulkan bahwa pihak lain bisa dimintai perÂtanggungjawaban secara huÂkum atau tidak,†katanya.
Terkait upaya pencegahan yang dilakukan KPK terhadap Koster, Johan menyampaikan, memang pernah dilakukan upaya cegah ke luar negeri, namun seteÂlah enam bulan masa cegah dan sudah habis waktunya, KPK tidak memperpanjangnya.
“Cegahnya sudah habis sejak 3 Agustus lalu dan tidak diÂperÂpanjang lagi. Alasannya adalah beÂlum diperlukan mencegah Wayan Koster lagi,†ujarnya.
Pencegahan terhadap Wayan diÂlakukan sejak Februari 2012. SeÂsuai ketentuan, pencegahan berÂlaku enam bulan. Sehingga seÂjak AgusÂtus lalu, Koster sudah tidak diceÂgah lagi. Dia dicegah daÂlam kaÂpaÂsitas sebagai saksi unÂtuk kasus suap terkait peÂngangÂgaran di KeÂmenÂdiknas dan KeÂmenpora yang meÂnyeret AngeÂliÂna Patricia PingÂkan SonÂdakh alias Angie ke pengadilan.
Angie yang didakwa menerima suap lebih dari Rp 34 miliar terÂsebut, kini menghadapi tuntutan 12 tahun penjara di Pengadilan TinÂdak Pidana Korupsi (Tipikor) JaÂkarta. Koster adalah Wakil Koordinator Kelompok Kerja (Pokja) Anggaran di Komisi X DPR. Pokja yang membawahkan para anggota Badan Anggaran di komisi X tersebut dipimpin Angie.
Johan mengatakan, status penÂcegahan terhadap Koster tidak terkait dengan posisinya dalam kaÂsus Angie. ’’Yang dicegah beÂlum tentu akan menjadi terÂsangÂka. Sebaliknya, yang tidak diÂceÂgah belum tentu tidak bisa menÂjadi tersangka,’’ ujar dia.
Di persidangan Angie, nama Koster sering disebut. Pada 5 Mei 2010, terdapat pengeluaran uang dari kas Grup Permai Rp 2 miliar pada pagi hari dan sore Rp 3 miÂliar untuk support kepada Angie di pengurusan proyek KeÂmenÂpora. Penyerahan uang tersebut berasal dari pesan yang disamÂpaiÂkan Sesmenpora Wafid Muharam melalui pengusaha Paul Nelwan kepada Mindo Rosalina ManuÂlang, direktur pemasaran Grup Permai.
Inti pesan itu adalah tentang permintaan uang Rp 5 miliar oleh Angie dan Koster untuk penguÂruÂsan anggaran Wisma Atlet. Sebelum dilakukan penyerahan, Rosa menghubungi Angie melaÂlui BlackBerry Messenger. Uang Rp 2 miliar dibungkus kardus printer warna putih, diantar LutÂfie, kurir Grup Permai, ke ruang kerja Koster. Uang diserahkan ke Budi Supriatna yang merupakan asisten Koster. Lalu sore harinya, uang Rp 3 miliar dimasukkan daÂlam kardus rokok, diantarkan Lutfie ke ruangan kerja Koster.
Bukan hanya proyek Wisma Atlet, Koster juga disebut mÂeÂneÂrima uang terkait proyek uniÂverÂsiÂtas di Kemendiknas. Hal itu diÂsamÂpaikan Oktarina Furi saat berÂsaksi dalam sidang NaÂzaruddin di Pengadilan Tindak Pidana KoÂrupÂsi Jakarta, 27 Januari 2012.
Koster membantah telah meneÂrima fee dari Grup Permai terkait proyek pembangunan Wisma Atlet maupun penerimaan duit kala pembahasan anggaran untuk proyek-proyek di Kementerian Pendidikan. Bantahan itu dilonÂtarÂkannya saat menjadi saksi unÂtuk terdakwa Angelina Sondakh di Pengadilan Tipikor. “Tidak pernÂah menerima uang,†ujar Koster saat menjawab pertanyaan Hakim Ketua SudÂjatÂmiko dalam sidang pada Kamis, 22 November lalu itu.
Baik mengantongi uang dari Grup Permai secara langsung mauÂpun melalui stafnya. BantaÂhan ini bertolak belakang dengan kesakÂsian sejumlah karyawan Grup Permai sebelumnya. “Tidak perÂnah Yang Mulia,†katanya.
Reka Ulang
Dakwaan Jaksa Untuk Angie
Terdakwa kasus suap pemÂbaÂhasan anggaran Kemenpora dan Kemendiknas, Angelina Patricia Pingkan Sondakh alias Angie, diÂdakwa Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK, menerima hadiah atau janji senilai Rp 12,580 miliar dan 2.350 juta dolar AS dari PerÂmai Grup milik M Nazaruddin, dalam sidang pembacaan daÂkÂwaÂan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (6/9).
Pemberian hadiah atau janji keÂpada anggota DPR itu sebagai imÂbalan (fee) karena terdakwa seÂlaku anggota Badan Anggaran DPR dan Koordinator Kelompok Kerja (Pokja) Anggaran dari KoÂmisi X DPR, menyanggupi peÂngalokasian anggaran untuk proyek-proyek di Kemenpora dan Kemendiknas.
“Diberikan sebagai imbalan yang telah dijanjikan sebeÂlumnya karena terdakwa menyanggupi akan mengusahakan supaya angÂgaran untuk proyek di KeÂmenÂpora dan Kemendiknas dapat diÂsesuaikan dengan permintaan PerÂmai Grup. Karena nantinya proÂyek-proyek tersebut akan diÂkerjan Permai Grup ataupun piÂhak lain yang telah diÂkoorÂdiÂnaÂsikan Permai Grup,†ucap Ketua JPU KPK Agus Salim saat memÂbacakan surat dakwaan.
Menurut JPU, pemberian fee keÂpada Angelina dilakukan seÂcara bertahap. Direktur MaÂrÂkeÂting Permai Group Mindo RoÂsaÂlina Manullang (Rosa) yang menÂjadi jembatan pemberian uang tersebut. “Atau setidak-tidaknya seÂkitar jumlah itu yang telah diteÂrima terdakwa secara bertahap dari Permai Grup,†jelas Agus.
Dalam penjelasan JPU, pemÂbeÂrian hadiah atau janji itu berawal saat pemilik Permai Grup, M NaÂzaruddin mengenalkan terdakwa Angelina dengan Rosa di ResÂtauÂran Nipon Kan di Hotel Sultan JaÂkarta Selatan.
Selain Rosa, ada juga sejumlah pengusaha dan karÂyawan dari Permai Grup seperti Gerhana SiaÂniÂpar, Clara, Mauren, Silvy dan Bayu Wijokongko.
Pada pertemuan tersebut, NaÂzaÂruddin menjelaskan kepada terÂdakwa Angelina bahwa koorÂdinasi untuk memperoleh proyek-proyek di dua kementerian teÂrÂseÂbut dengan Rosa. Sebab, posisi NaÂzaruddin sebagai anggota DPR tak memungkinkan untuk melakukan hal tersebut.
Setelah perkenalan tersebut, terÂdakwa dan Mindo Rosalina Manulang saling bertukar nomor HP dan PIN BlackBerry. KeduaÂnya pun saling berkoordinasi. Tak berselang lama, keduanya kemÂbali melakukan pertemuan. “TerÂdakwa mempersilakan Mindo Rosalina Manulang menemuinya kembali di Apartemen Belleza depan ITC Permata Hijau Jakarta SeÂlatan,†papar Jaksa.
Pada pertemuan itu, Mindo Rosalina Manulang menanyakan kesediaan terdakwa untuk mengÂgiring anggaran di Kemendiknas dan di Kemenpora, dan itu diÂsangÂgupi Angie dan meminta agar proyek pada kegiatan yang diusulkan Permai grup dibuatkan daftar (list)-nya lalu diserahkan kepada terdakwa.
Setelah proses berjalan, sekitar bulan Maret 2010 terdakwa meÂngaÂdakan pertemuan kembali deÂngan Rosa di Plaza FX Senayan. Dalam pertemuan kali ini terÂdakÂwa menyanggupi permintaan pengÂgiringan anggaran yang diÂinginkan permai grup dengan meÂminta imbalan uang (fee) sebasar 7 persen dari nilai proyek sekitar Rp 300 miliar.
Adalah Kewajiban KPK Mencari Bukti-bukti
Yahdil Abdi Harahap, Anggota Komisi III DPR
Anggota Komisi III DPR Yahdil Abdi Harahap menyamÂpaikan, penyebutan nama seseÂorang di dalam dakwaan dan kesaksian para saksi di muka perÂsidangan, tidak serta merta dapat disimpulkan bahwa seseÂorang itu memang melakukan tindak pidana korupsi.
“Walau namanya sering diÂsebut, bukan berarti dia berÂsaÂlah. Tentu harus dibuktikan, apaÂkah ada bukti-bukti kuat yang meyakinkan dan diteÂmuÂkan penyidik untuk menetapkan dia sebagai tersangka? Itu yang perlu ditelusuri,†ujar Yahdil, kemarin.
Politisi PAN itu menyebut, deÂngan adanya sejumlah keteÂraÂngan di muka persidangan, dan juga hal-hal yang dituliskan di dalam dakwaan, hal itu yang harus menjadi tanggung jawab penyidik untuk membuktikan. “Ya kalau ternyata tidak terÂbukti, tentu dilepas dong,†ujar Yahdil.
Karena itu, Yahdil meminta KPK mengevaluasi semua fakta persidangan dan pengemÂbaÂngan penyidikan yang mereka lakukan dalam perkara ini.
“Saya kira, sudah menjadi kewajiban KPK untuk mencari bukti-bukti, tetapi belum tentu seseorang yang disebut-sebut di persidangan itu dapat dibuktiÂkan. Itu belum tentu, dan itulah yang ingin buat terang,†ujarnya.
Terkait upaya pencegahan ke luar negeri, Yahdil setuju bahwa pencegahan terhadap seseorang ketika sudah dijalankan selama enam bulan dan tidak ada apa-apa, bahkan tak ada perkemÂbangan penyidikan, maka wajar tidak dilakukan perpanjangan. “Ya memang tidak bisa diperÂpanjang lagi cegah seperti itu,†ujarnya.
Membuat Dakwaan Tidak Boleh Asal-asalan
Nikson Gans Lalu, Pengajar Ilmu Hukum
Pengajar Ilmu Hukum UniÂversitas Kristen Indonesia (UKI) Nikson Gans Lalu meÂnyamÂpaikan, penyidik seharusÂnya segera bergerak melakukan penelusuran begitu mendapat informasi dan keterangan yang menyebutkan seseorang disebut turut terlibat dalam dugaan tindak pidana korupsi.
“Apalagi bila nama-nama itu sudah dituangkan dalam dakÂwaÂan, dan disebut-sebut di muka persidangan. Sebab, memÂbuat dakwaan bukanlah hal yang muÂdah dan bukan asal-asalan,†ujar Nikson, kemarin.
Fakta-fakta persidangan yang memaparkan adanya informasi dan keterangan, kata Nikson, menÂjadi dasar dari penyidik unÂtuk memastikan apakah ada temuan bukti yang mendukung keterangan itu atau tidak.
Jika dalam fakta persidangan dipaparkan sebegitu banyak inÂformasi, kata Nikson, namun peÂnÂyidik tidak bergerak melaÂkuÂkan penelusuran, maka haÂkim bisa memerintahkan peÂnyiÂdik untuk segera melakukan penelusuran dan mencari bukti jika ada.
“Hakim bisa memerintaÂhÂkan, sebab tindak pidana koÂrupsi berÂbeda dari tindak pidaÂna konÂvensional lain, jadi tidak semÂbarangan melakukan peÂmeÂrikÂsaannya.â€
Jika memang sudah diteÂmuÂkan bukti kuat dari pengemÂbaÂngan fakta persidangan, lanjut dia, maka dengan segera status seseorang yang diduga terlibat dapat ditingkatkan.
“Misalnya tadinya hanya sakÂsi, bisa segera ditingkatkan menÂÂjÂadi tersangka dan seterusÂnya. Tentu dengan bukti-bukti kuat yang ada,†ujarnya. [Harian Rakyat Merdeka]
Populer
Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16
Senin, 22 Desember 2025 | 17:57
Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33
Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07
Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10
Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37
Rabu, 24 Desember 2025 | 14:13
UPDATE
Jumat, 26 Desember 2025 | 22:08
Jumat, 26 Desember 2025 | 21:46
Jumat, 26 Desember 2025 | 21:45
Jumat, 26 Desember 2025 | 21:09
Jumat, 26 Desember 2025 | 20:37
Jumat, 26 Desember 2025 | 20:26
Jumat, 26 Desember 2025 | 19:56
Jumat, 26 Desember 2025 | 19:42
Jumat, 26 Desember 2025 | 19:32
Jumat, 26 Desember 2025 | 18:59