Berita

Sutiyoso

Wawancara

Sutiyoso: Sistem Ganjil-Genap Belum Saatnya Diterapkan

MINGGU, 30 DESEMBER 2012 | 08:45 WIB

.Macet dan banjir terus menghantui Ibukota Negara,Jakarta. Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo dan Wagub Basuki Tahaja Purnama atau Ahok yang diharapkan bisa mengatasi dua persoalan itu, belum menunjukkan langkah brilian. Padahal, blue print penanganan macet dan banjir sudah dirancang sejak lama.

Bekas Gubernur DKI Jakarta, Sutiyoso mengakui, blue print penanganan banjir dan macet sudah dirancang sejak dirinya me­mimpin Jakarta.

“Masalah krusial di DKI Ja­karta memang banjir dan ke­macetan. Sebenarnya dua-duanya sudah ada blueprintnya di zaman saya, tinggal diteruskan saja,” ka­ta Sutiyoso kepada Rakyat Mer­deka, kemarin.

Pria yang akrab disapa Bang Yos ini juga yakin, jika poin-poin yang ada dalam blue print ter­sebut dijalankan dengan baik oleh Joko­wi-Ahok, mereka akan dike­nang oleh masayarakat sepanjang masa.

“Kalau Jokowi-Ahok bisa sele­saikan masalah-masalah DKI Ja­karta, mereka akan menjadi kepala daerah Ibukota legenda­ris,” ujarnya.

Berikut kutipan selengkapnya:

Apa saja sih sisi blue print itu?

Di dalamnya ada penanganan ban­jir di Jakarta seperti bagaima­na menangani 13 sungai, bagai­mana penanggulangan 40 persen air di permukaan laut dan bagai­mana mengurangi rob, itu semua sudah ada. Artinya tinggal meng­eksekusi saja.

Apa sempat dijalankan di zaman anda?

Ya. Dulu ada rencana pembua­tan deep panel dan sudah saya tawarkan ke Menteri PU dan pe­me­rintah waktu itu. Hanya saja saya tidak sempat meninjau ke Malaysia.

Kenapa?

Karena saat mau dijalankan, saya keburu turun jabatan. Kabar terbaru saya dengar Jokowi akan te­ruskan itu. Cuma yang saya ma­sih belum terpikirkan adalah jika terowongan dipakai untuk aliri air dan dibuka lagi untuk jalur ken­daraan, tentunya akan banyak ko­to­ran bekas banjir. Lalu bagai­mana membersihkannya? Berapa lama perawatannya?

Apa yang anda sarankan?

Kalau mau dilanjutkan, saya sarankan sebelum membuat tero­wongan untuk atasi banjir, Joko­wi harus buat tim kecil untuk tin­jau ke Malaysia masalah deep pa­nel itu. Termasuk sistem buka tu­tup untuk kendaraannya juga.

Kalau masalah macet bagai­mana?

Nah, kalau macet juga ada blueprintnya. Di zaman saya di­se­but Pola Transportasi Makro (PTM), di dalamnya ada busway, monorel, MRT, water way yang te­rintegrasi, termasuk dalam meng­akses kepada kota tetangga Jakarta.

Sudah jalan semua saat itu?

Semuanya sudah berjalan dan di­mulai, bus way sudah jalan 10 ko­ridor dan ditambah di zaman pak Fauzi Bowo menjadi 11 kori­dor, tinggal empat koridor lagi yang belum.

Untuk monorel sudah mema­suki tahap pencanangan dan kaji, tinggal diteruskan. MRT juga me­mang harus dibangun tahun de­pan tepatnya bulan maret 2013.

Masalah ganjil-genap yang rencananya diterapkan tahun depan bagaimana?

Wacana genap ganjil itu sebe­narnya saya yang utarakan di ta­hun 2003, yakni sepulang kun­ju­ngan saya ke Amerika Latin, te­pat­nya dari Bogota dan Mexico Ci­ty. Karena di sana ada peratu­ran gan­jil-genap. Tetapi setelah sampai di Jakarta, saya undang pakar-pakar transportasi, lalu sa­ya cari apa perbedaannya dengan kita.

Apa yang anda dapatkan?

Jawabannya, mereka (Bogota dan Mexico City) sudah memiliki ja­ringan transportasi yang bagus dan jumlah yang cukup, semen­tara kita belum.

Oleh karena itu, aturan genap ganjil di sana bisa jalan dan ma­sya­rakat pindah dari penggunaan kendaraan pribadi ke transportasi umum. Sedangkan 2003 sampai saat ini menurut saya, transpotasi umum DKI Jakarta masih sangat ku­rang dan buruk. Sehingga ka­lau ganjil-genap diterapkan akan sangat sulit dan berat, bukan itu saja masyarakat pindah ke trans­portasi umum bisa dilakukan, tapi saya yakin itu tidak akan signifi­kan hasilnya. Akhirnya orang akan mengakali aturan saja.

Maksudnya mengakali itu seperti apa?

Misalnya ada masyarakat yang akan membeli dua nomor dan lainnya. Kalau kita cermati, seka­rang yang punya mobil ada tiga kelompok. Yakni kelompok atas seperti orang yang tinggal di Pon­dok Indah, Kapuk Indah dan daerah mewah lainnya. Mobilnya bukan dua, tapi bisa ada enam bah­kan lebih, dan peraturan ini tidak berpengaruh bagi mereka, karena dia tinggal tukar-tukar mobil saja.

Kelompok menengah saat ini juga paling tidak memiliki dua mo­bil, mobil tidak harus baru. Ka­lau memiliki nomor genap se­mua tentu akan tukar dengan yang nomornya ganjil.

Nah kalau yang kelas bawah atau memiliki satu mobil pasti nga­kalin, karena dia belum bisa pindah ke transportasi umum dan setahu saya saat ini dua persen Jakarta dipadati  mobil umum dan 98 persennya mobil pribadi. Jadi, masih belum saatnya diterapkan ganjil-genap ini.

Jadi harusnya bagaimana?

Mau tidak mau Jokowi harus fokus melanjutkan blueprint. Yak­ni dengan menambah bus way sehingga genap menjadi 14 koridor, monorel dilanjutkan, MRT mulai dibangun juga, baru peraturan apapun seperti system Electronic Road Pricing (ERP), ganjil-genap, three  in one dan tarif parkir dimahalkan tidak ma­salah, karena itu akan mudah.

Saat ini 750.000 kendaraan se­kitar Bodetabek masuk Jakarta pa­gi hari dan keluar Jakarta sore ini terjadi setiap hari. Itu bukan salah mereka karena transportasi be­lum baik. Kalau aksesnya baik tentu tidak begini. Sekarang ini transpor­tasi makro yang sudah dirancang saya waktu itu tembus ke mereka di Tangerang, Bekasi bisa diakses de­ngan Monorel dan bus way, untuk Depok dan Bogor dengan MRT.

Apakah kini saatnya juga konsep Megapolitan dihidup­kan?

Dulu memang ada konsep Me­gapolitan untuk mengatasi banjir, kemacetan, sampah, lintas pen­duduk, karena itu yang krusial. Saya berpikiran kalau ada lemba­ganya yang atur itu akan enteng mengurus Jakarta. Lalu daerah penyangga yang ada sekarang tentu akan dapat ‘madu’nya nanti.

Kenapa?

Karena kawasan tata ruang itu bisa dibuka lebar. Jadi pema­ha­man­nya bukan Megapolitan ada­lah penggabungan daerah ad­ministrasi, maksudnya bukan ma­suk semua ke Jakarta. Kita hanya mau gabungkan tata ruangnya.

Memang rencananya tata ruang itu digabungkan sampai mana?

Sampai Cianjur. Rencananya kita akan tata bersama-sama se­cara sinergi, dengan begitu Jakar­ta bisa moratorium pembangunan gedung karena sudah penuh. Ma­ka para developer nantinya akan lari ke tetangga Jakarta, artinya eko­nomi daerah penyangga akan tum­buh dengan baik karena ma­salah transportasi sudah terinte­gra­si, tidak ada masalah mau ting­gal di Sentul, Depok dan lainnya.

Waktu itu saya pernah ekspose ini di depan wali kota gubernur dan bupati daerah sekitar, mereka sudah setuju. Hanya saja oleh pemerintah tidak dibangun dan dibentuk Megapolitan itu. [Harian Rakyat Merdeka]


Populer

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

Kajari Bekasi Eddy Sumarman yang Dikaitkan OTT KPK Tak Punya Rumah dan Kendaraan

Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

Terlibat TPPU, Gus Yazid Ditangkap dan Ditahan Kejati Jawa Tengah

Rabu, 24 Desember 2025 | 14:13

UPDATE

Bank Mandiri Berikan Relaksasi Kredit Nasabah Terdampak Bencana Sumatera

Jumat, 26 Desember 2025 | 12:12

UMP Jakarta 2026 Naik Jadi Rp5,72 Juta, Begini Respon Pengusaha

Jumat, 26 Desember 2025 | 12:05

Pemerintah Imbau Warga Pantau Peringatan BMKG Selama Nataru

Jumat, 26 Desember 2025 | 11:56

PMI Jaksel Salurkan Bantuan untuk Korban Bencana di Sumatera

Jumat, 26 Desember 2025 | 11:54

Trump Selipkan Sindiran untuk Oposisi dalam Pesan Natal

Jumat, 26 Desember 2025 | 11:48

Pemerintah Kejar Pembangunan Huntara dan Huntap bagi Korban Bencana di Aceh

Jumat, 26 Desember 2025 | 11:15

Akhir Pelarian Tigran Denre, Suami Selebgram Donna Fabiola yang Terjerat Kasus Narkoba

Jumat, 26 Desember 2025 | 11:00

Puan Serukan Natal dan Tahun Baru Penuh Empati bagi Korban Bencana

Jumat, 26 Desember 2025 | 10:49

Emas Antam Naik, Buyback Nyaris Tembus Rp2,5 Juta per Gram

Jumat, 26 Desember 2025 | 10:35

Sekolah di Sumut dan Sumbar Pulih 90 Persen, Aceh Menyusul

Jumat, 26 Desember 2025 | 10:30

Selengkapnya