Berita

Bank DKI Syariah

X-Files

Terdakwa Kasus Bank DKI Dihukum Penjara 10 Tahun

Ada Juga Yang Kena 5 Tahun Dan 6 Tahun
JUMAT, 28 DESEMBER 2012 | 09:30 WIB

Perkara korupsi di Bank DKI Syariah memasuki tahap putusan majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta.

Kasus korupsi di Bank DKI da­lam pembiayaan kepada PT Ener­gy Spectrum (ES) untuk pem­belian pesawat udara jenis Air Craft ATR 42-500 dari Phoenix Lease Ltd Singapura, dengan tiga terdakwa, yaitu Direktur Utama PT ES Banu Anwari, Pemimpin De­partemen Pemasaran Group Syariah Bank DKI dan Pemimpin Group Syariah PT Bank DKI Athouf Ibnu Tama serta Analis Pem­biayaan Group Syariah Bank DKI Hendro Wiratmoko di Pe­ngadilan Tipikor Jakarta telah me­masuki tahap putusan hakim.

Terdakwa Hendro Wiratmoko divonis bersalah dan dikenakan pidana penjara lima tahun dan denda Rp 300 juta subsidier tiga bulan kurungan. Vonis itu dija­tuh­kan Majelis Hakim Pe­nga­dilan Tipikor Jakarta dengan Pu­tu­san Nomor 43/PID.B/Tipikor/2012/PN.Jks.Pst tertanggal 26 Desember 2012.

Hendro dinyatakan terbukti me­lakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama, seba­gai­mana diatur dan diancam Pasal 2 ayat 1 junto Pasal 18 Ayat 1 (b) Un­dang Undang Nomor 31 Ta­hun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, se­ba­gai­mana diubah dan ditambah de­ngan Undang Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang Undang Nomor 31 Ta­hun 1999 tentang Pem­be­ran­ta­san Tindak Pidana Korupsi, junto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP seba­gaimana dakwaan primer.

Persidangan yang dipimpin Ketua Majelis Hakim Sudjatmiko itu, juga menjatuhkan vonis ke­pada Banu Anwari dengan pidana penjara selama 10 tahun, denda Rp 500 juta subsidier lima bulan kurungan. Vonis itu dituangkan dalam Putusan Nomor 44/PID.B/Tipikor/2012/PN.Jks.Pst tanggal 26 Desember 2012.

Majelis hakim menetapkan agar terdakwa tetap berada di da­lam tahanan, dan membayar uang pengganti sebesar empat juta se­ra­tus sembilan ribu tujuh ratus satu Dolar AS ( 4.109.701 Dolar AS). Dengan ketentuan, jika ter­dakwa tidak membayar paling lama satu bulan setelah putusan ber­kekuatan hukum tetap, maka harta bendanya dapat disita jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti itu.

“Jika tidak mem­punyai harta yang men­cukupi untuk mem­ba­yar uang pengganti, maka diganti dengan pidana penjara enam ta­hun,” tegas Sudjatmiko.

Sedangkan terdakwa Athouf Ibnu Tama divonis pidana penjara selama enam tahun dan denda Rp 500 juta, dengan ketentuan apa­bila denda itu tidak dibayar, di­gan­ti pidana kurungan selama lima bulan. Putusan itu ditetap­kan dengan Nomor 44/PID.B/Tipikor/2012/PN.Jks.Pst tanggal 26 Desember 2012.

“Memerintahkan agar pesawat jenis Air Craft ATR 42-500 di­kembalikan kepada Bank DKI, dan surat yang diajukan terdakwa tetap terlampir dalam berkas per­kara,” kata Sudjatmiko.

Atas putusan itu, para terdakwa menyatakan akan melakukan upaya banding. Sedangkan Ke­jak­saan Agung yang membawa kasus ini ke Pengadilan Tipikor Jakarta, akan mempelajari ter­lebih dahulu putusan itu.

“Kasih kami waktu untuk ber­pikir dulu untuk mengambil tin­dakan selanjutnya,” kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Ke­jak­saan Agung Setia Untung Ari­muladi, kemarin di Gedung Ke­jaksaan Agung.

Kasus ini berawal pada 2007. Kala itu, PT ES mengajukan per­mo­honan pembiayaan ke PT Bank DKI Syariah. Namun, pem­baya­ran kredit Rp 100 miliar un­tuk membeli pesawat ATR 42-5000 dari Phoenix Lease Pte Ltd Si­nga­pore itu, macet. Pemberian kredit itu, menurut dakwaan jaksa, tanpa memenuhi ketentuan perbankan.

“Mulai dari modal yang tak mencukupi, tak berpengalaman di bidang penerbangan, dan per­syaratan lain, sehingga sedari awal tak mampu melaksanakan kewaji­ban. Kalaupun ada, yang dise­le­sai­kan hanya bunga. Utang pokok pun dilunasi sangat kecil,” kata Untung.

Sekalipun manajemen Bank DKI Syariah memprakarsai res­trukturisasi utang itu, toh ha­sil­nya tetap negatif. “Restruk­tu­ri­sasinya ti­dak benar dan aki­bat­nya terjadi ko­lektabilitas lima alias macet,” ujarnya.

Sebelumnya, Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Andhi Nir­wanto menyatakan, bekas Di­rek­tur Utama Bank DKI Winny Er­winda masih berstatus saksi kasus ini. Pening­ka­tan status hukum Er­winda, lan­jutnya, tergantung hasil per­si­da­ngan tiga terdakwa itu dan ke­cu­kupan alat bukti. “Kemudian sta­tu­snya dievaluasi,” katanya.

REKA ULANG

Karyawannya 6, Dapat Kredit Rp 100 M

Majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta yang menangani perkara kredit Rp 100 miliar dari Bank DKI Syariah untuk PT Energy Spectrum (ES), mengen­dus keanehan.

Keanehan itu antara lain tam­pak saat dua saksi yang di­ha­dir­kan jaksa penuntut umum (JPU) dalam sidang pada Rabu malam, 31 Oktober lalu, yakni Siska Bas­tari dan Ahmad Syarifudin me­ngaku tak tahu jenis usaha tempat mereka bekerja.

Dalam kesaksiannya, Siska yang mengenakan kerudung, me­ngaku hanya mengurusi ad­mi­nis­trasi ringan. Dia tidak tahu me­nahu, sejak kapan PT ES, milik terdakwa Banu Anwari berdiri serta bagaimana rencana pem­belian pesawat udara jenis ATR 42-5000 dari Phoenix Lease Pte. Ltd. Singapore.

Dia pun mengaku tidak tahu, darimana sumber biaya sewa pe­sa­wat PT ES selama ini. Pe­nga­kuannya itu membuat Ketua Ma­jelis Hakim Sudjatmiko curiga. Bagaimana mungkin, karyawan yang mengurusi administrasi kan­tor, tidak tahu jenis usaha yang dilakoni perusahaan tem­patnya bekerja.

“Sebagai tenaga administrasi, paling tidak, Saudara tahu jenis perusahaan itu dari surat me­nyu­rat dan dokumen yang Anda uru­si,” kata Sudjatmiko. Namun, sak­si bersikukuh, urusan surat menyurat dikendalikan langsung terdakwa Banu. “Saya hanya me­ngurusi karyawan di kantor,” kata bekas karyawan PT ES ini.

Menanggapi hal itu, hakim me­nanyakan, berapa jumlah kar­ya­wan PT ES. “Ada lima sampai enam orang,” jawab Siska. Ja­wa­ban ini membuat hakim tambah curiga, ada yang tidak beres da­lam pengucuran kredit ke PT ES. Soalnya, bagaimana mungkin, perusahaan yang hanya me­m­pe­kerjakan enam orang, mendapat kucuran dana Rp 100 miliar dari Bank DKI.

Lalu, hakim melanjutkan per­tanyaan seputar peran Siska da­lam urusan sewa menyewa pe­sa­wat. Lagi-lagi, Siska mengatakan tidak tahu. Siska beralasan, surat menyurat menggunakan Bahasa Inggris. Sedangkan Siska yang jebolan diploma III itu, mengaku tidak mengerti Bahasa Inggris.

Tapi, Siska menginformasikan, dirinya pernah bertemu dua ter­dakwa lainnya, yakni Staf Analis Pembiayaan Hendro Wiratmoko dan Kepala Divisi Pemasaran Bank DKI Syariah Atouf Ib­nu­tama. Pertemuan terjadi di kantor PT ES, di bilangan Bintaro, Ta­ngerang Selatan. Namun saat itu, dia tidak kenal kedua terdakwa.

“Mereka ingin bertemu Pak Banu,” ucapnya tanpa merinci, ka­pan pertemuan terjadi. “Saya lalu mempersilakan mereka naik ke ruangan Pak Banu.”

Siska menambahkan, tidak tahu apa materi pembahasan saat itu. Sementara saksi Ahmad Sya­rifudin menerangkan, dirinya me­ngenal kedua terdakwa dari Bank DKI itu setelah dikenalkan ter­dak­wa Banu. “Waktu itu saya be­lum menjabat direktur di Energy Spectrum.” Perkenalan dilakukan sembari makan siang. “Ini teman-teman dari Bank DKI,” sitir Ahmad menirukan Banu.

Selanjutnya, hakim minta pen­jelasan sewa menyewa pesawat. Menurut saksi, pesawat tipe ATR 42-5000 bukan milik PT ES. Me­lainkan milik Frontline, disewa PT ES menggunakan jasa PT Gatari, untuk disewakan kembali pada Premiere Oil.

Dia hanya tahu, PT Gatari se­kali menyewa pesawat tersebut. Jika belakangan ternyata ada pe­ru­bahan jadwal sewa pesawat atau penambahan waktu sewa, dia ti­dak tahu. Soalnya, dia ma­suk pe­ru­sahaan tersebut pada 2009. Lalu sempat keluar pada 2010.

Sepanjang pengetahuannya, pe­milik pesawat yang resmi adalah PT Frontline. Mekanisme pembayaran sewa, sebutnya, dila­kukan PT ES kepada leasor PT Phoenix Lease Pte. Ltd. Si­nga­pore.

Penanganan Kasus Bank DKI Sangat Tertutup

Petrus Selestinus, Koordinator Faksi

Koordinator Forum Ad­vokat Pengawal Konstitusi (Faksi) Petrus Selestinus me­nilai, penanganan kasus korupsi pada Bank DKI ini sangat ter­tutup. Lantaran itu, me­nu­rut­nya, sangat wajar jika ma­sya­ra­kat curiga, ada apa di balik ke­tertutupan tersebut.

“Publik tidak tahu proses pe­nyidikan dan penuntutannya, ta­hu-tahu sudah masuk per­si­da­ngan dan vonis. Ada apa antara terdakwa dengan penyidik dan penuntut umum. Kenapa ter­tu­tup, padahal kerugian negara da­lam kasus ini sekitar Rp 100 m­iliar, masyarakat perlu me­man­taunya,” kata Petrus, kemarin.

Menurut Petrus, sikap Ke­jaks­aan Agung yang cenderung tak menjelaskan kepada publik mengenai proses penyidikan dan penuntutan terhadap para tersangka kasus ini, tentu me­nimbulkan kecurigaan.

“Jaksa Agung harus men­je­laskan kepada publik mengenai berapa jumlah kerugian negara yang berhasil diselamatkan dari proses hukum kasus ini, dan sia­pa lagi yang terlibat,” ucapnya.

Dia menegaskan, Kejaksaan Agung tidak boleh berpuas diri hanya karena memenjarakan se­banyak-banyaknya orang, se­mentara pelaku-pelaku utama perkara korupsi lolos.

“Akibatnya apa, korupsi tetap merajalela sekalipun penjara su­dah penuh napi koruptor,” tan­das bekas anggota Komisi Pe­meriksa Kekayaan Penye­le­ng­gara Negara (KPKPN) ini.

Lantaran itu, menurut Petrus, Kejaksaan Agung mesti mem­buka penyidikan jilid dua s­e­te­lah majelis hakim Pengadilan Ti­pikor Jakarta menjatuhkan vo­nis terhadap tiga terdakwa ka­sus ini. “Masih terdapat se­jumlah pelaku utama yang be­lum disentuh,” duganya.

Mesti Transparan Supaya Masyarakat Bisa Mengontrol

Yahdil Abdi Harahap, Anggota Komisi III DPR

Anggota Komisi III DPR Yahdil Abdi Harahap menyam­paikan, pengusutan kasus korupsi pada sektor perbankan, membutuhkan ketrampilan khusus penyidik.

Lantaran itu, dia berharap, penyidik dan aparat penegak hukum lainnya memiliki ka­pa­sitas dan keahlian perbankan.  “Se­bab, dalam sektor perb­an­kan sangat banyak kasus ko­rup­si. Itu sangat merugikan ke­ua­ngan negara,” ujar politisi PAN ini.

Yahdil juga memperta­nya­kan, dalam beberapa kasus, ke­napa penanganannya cenderung tertutup, seperti tidak boleh di­ketahui perkembangannya oleh masyarakat. Entah apa pen­ye­babnya. “Sebaiknya, semua per­­kara korupsi di sektor pe­r­bankan yang ditangani pe­nyi­dik, diekspos ke publik pr­o­g­res­nya, supaya dapat dikontrol masyarakat. Jangan ujug-ujug su­dah ada putusan,” tandasnya.

Korupsi, kata dia, adalah tang­gung jawab semua orang untuk memberantasnya. Karena itu, lanjut Yahdil, sudah sepa­tut­nya setiap progres proses pe­nyidikan disampaikan secara transparan kepada masyarakat. Tujuannya jelas, supaya ma­sya­rakat tahu jika ada yang tidak beres dalam penanganan suatu perkara. “Sampaikan apa saja yang sudah dilakukan, supaya masyarakat bisa melakukan kontrol. Supaya ada efek jera juga bagi para pelaku,” katanya.

Yahdil pun menyarankan Ke­jaksaan Agung agar dalam proses penanganan perkara, men­contoh Komisi Pembe­ran­tasan Korupsi yang transparan kepada masyarakat.

“Itulah ke­lebihan KPK, se­tiap perkara disampaikan ke­pada publik. Sehingga, tidak me­nim­bulkan kecurigaan ma­syarakat dan ada pembelajaran proses hu­kum. Kejaksaan bisa men­contoh cara itu,” sarannya. [Harian Rakyat Merdeka] 


Populer

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

Kajari Bekasi Eddy Sumarman yang Dikaitkan OTT KPK Tak Punya Rumah dan Kendaraan

Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

Terlibat TPPU, Gus Yazid Ditangkap dan Ditahan Kejati Jawa Tengah

Rabu, 24 Desember 2025 | 14:13

UPDATE

Ekonom: Pertumbuhan Ekonomi Akhir Tahun 2025 Tidak Alamiah

Jumat, 26 Desember 2025 | 22:08

Lagu Natal Abadi, Mariah Carey Pecahkan Rekor Billboard

Jumat, 26 Desember 2025 | 21:46

Wakapolri Kirim 1.500 Personel Tambahan ke Lokasi Bencana Sumatera

Jumat, 26 Desember 2025 | 21:45

BNPB: 92,5 Persen Jalan Nasional Terdampak Bencana Sumatera Sudah Diperbaiki

Jumat, 26 Desember 2025 | 21:09

Penerapan KUHP Baru Menuntut Kesiapan Aparat Penegak Hukum

Jumat, 26 Desember 2025 | 20:37

Ancol dan TMII Diserbu Ribuan Pengunjung Selama Libur Nataru

Jumat, 26 Desember 2025 | 20:26

Kebijakan WFA Sukses Dongkrak Sektor Ritel

Jumat, 26 Desember 2025 | 19:56

Dua Warga Pendatang Yahukimo Dianiaya OTK saat Natal, Satu Tewas

Jumat, 26 Desember 2025 | 19:42

21 Wilayah Bencana Sumatera Berstatus Transisi Darurat

Jumat, 26 Desember 2025 | 19:32

Jangan Sampai Aceh jadi Daerah Operasi Militer Gegara Bendera GAM

Jumat, 26 Desember 2025 | 18:59

Selengkapnya