Berita

ilustasi/ist

X-Files

Sejumlah Nama Terpidana Masih Berstatus Buronan

Rp 1,2 Triliun Disita Dan Disetor Ke Kas Negara
SENIN, 17 DESEMBER 2012 | 09:05 WIB

Banyak perkara korupsi yang tak terdengar pengembalian kerugian negaranya. Apakah dibiarkan menguap? Sejumlah nama juga masih buron jelang tutup tahun 2012.

Menurut Sekretaris Satuan Tugas Khusus (Satgassus) Pe­nyelesaian Barang Rampasan dan Barang Sita Eksekusi Kejaksaan Agung Murtiningsih, kerugian negara itu tidak dibiarkan. Tapi, diupayakan untuk diganti dari penyitaan aset para terpidana.

Kata dia, Satgassus menyita aset senilai Rp 1,2 triliun dari ta­ngan terpidana Hendra Rahardja, Adrian Herling Woworuntu, Edy Tansil, Ade Rahardja dan Bam­bang Sutrisno. Aset yang disita itu berupa rekening, rumah dan tanah di sejumlah lokasi, peru­sa­haan serta saham.

Penyitaan aset Hendra Ra­har­dja didasari putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada 18 Ma­ret 2002 secara in absentia, yang menjatuhkan vonis 20 tahun pen­jara kepada Sherny Kojongian, bersama-sama Hendra dan Eko Edi Putranto. Ketiganya terbukti merugikan negara Rp 1,95 triliun. Mereka dihukum mengem­ba­li­kan kerugian negara secara tan­g­gung-renteng.

Vonis tersebut dikuatkan Pe­nga­dilan Tinggi DKI Jakarta pada 8 November 2002, namun tidak da­pat segera dieksekusi karena Sherny, Hendra dan Edi Putranto te­lah lebih dahulu kabur ke luar negeri.

Terhadap Hendra, pemerintah mengupayakan ekstradisi dari Australia. Namun, upaya ini tidak dapat terlaksana karena terpidana meninggal pada 2002. “Kita telusuri asetnya, seperti peru­­sa­haan, rumah, rekening, saham dan tanah. Itu yang kami sita untuk mengembalikan keuangan negara,” kata Murtiningsih.

Dia menambahkan, Hendra membayar Rp 20 miliar sebagai uang pengganti perkara pem­bobolan Bank Harapan Sentosa (BHS). Satgassus juga menye­le­saikan secara administratif piu­tang uang pengganti senilai Rp 52.719.221.360 atas nama Hendra guna kepentingan recovery aset BHS.

Lantas, bagaimana penyitaan aset Edy Tansil alias Tan Tjoe Hong yang melarikan diri dari Lembaga Pemasyarakatan (LP) Cipinang? Dari “tangan” Edy Tansil, Satgassus menyita aset se­nilai Rp 32.531.466.795. “Pe­nye­lesaian penyitaan aset ini dikelola Bank Mandiri selaku penerima barang sita eksekusi guna re­covery aset eks Bank Per­kem­bangan Asia atau BPA,” katanya.

Edy terbukti menggelapkan uang sebesar 565 juta dolar Amerika Serikat (sekitar Rp 1,5 triliun dengan kurs saat itu). Uang itu didapat Edy lewat kredit Bank Bapindo melalui perusahaan Golden Key Group. Majelis ha­kim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menghukum Edy 20 tahun penjara, denda Rp 30 juta, mem­bayar uang pengganti Rp 500 mi­liar, dan membayar kerugian ne­gara Rp 1,3 triliun.

Ditanya tentang perburuan Edy Tansil, Murtiningsih mengaku, hal tersebut masih dilakukan tim pemburu koruptor. “Itu wewe­nang tim pemburu koruptor. Kita harapkan hasil perburuannya bisa maksimal,” tuturnya.  

Tapi, dia mengaku tidak me­ngetahui apa benar saat ini Edy Tansil berada di Pu Tian, Fujian, China. Info keberadaan buronan ini didapat dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Ke­uangan (PPATK), bahwa Edy melakukan transfer uang ke In­donesia pada 2006. Namun sam­pai saat ini, Edy belum ditemu­kan alias masih buron.

Selanjutnya, penyitaan aset dilakukan dari terpidana Bam­bang Sutrisno dan kawan-kawan. Nominalnya Rp 716. 490.000.000. Uang  pengganti itu disi­ta guna recovery aset bekas Bank Surya.

Selebihnya, Adrian Herling Woworuntu divonis penjara seumur hidup. Dia terbukti terkait perkara pembobolan BNI sebesar Rp 1,7 triliun. Dia dituduh berperan signifikan pada kasus yang menyeret sejumlah oknum kepolisian ini.

Nyaris sama seperti Edy dan Hendra, Adrian juga sempat buron. Jejaknya diketahui saat berada di Batam. Saat ini, dia telah menghuni LP Cipinang. Untuk kepentingan pengem­balian kerugian negara, Satgassus menyita paksa aset Adrian senilai Rp 2.186.010.322.

Murtiningsih merinci, sampai 28 November 2012, Satgassus mengembalikan pengalihan aset senilai Rp 66.837.185.000. Selain itu, melakukan penjualan aset melalui lelang. Hasilnya diper­oleh angka Rp 142.092.130.332. Sementara setoran uang tunai dari penyelesaian administratif Rp 823.926.698.477.

Jika angka penyitaan aset pada 2011 sebesar Rp 151.112.479.533 digabung dengan penyitaan pada 2012, lanjutnya, total yang di­setorkan ke kas negara hing­ga 28 November 2012 adalah Rp 1.289.603.337.332.

Reka Ulang

Kisah Adrian Membobol Bank Pelat Merah

Adrian Herling Waworuntu adalah salah satu contoh terpi­dana kasus korupsi yang asetnya disita untuk negara. Dia didakwa membobol BNI, sehingga me­ru­gi­kan negara sekitar Rp 1,2 triliun.

Dia menggunakan perusahaan-perusahaan yang dikenal dengan nama Gramarindo Group untuk mengajukan pembayaran L/C yang dilampiri dengan dokumen eksport fiktif pada Bank BNI Cabang Kebayoran Baru, Jakarta Selatan secara berkelanjutan.

Ia menerima, mengelola dan memerintahkan dana-dana yang diperoleh dari hasil pencairan L/C itu untuk mengakuisisi be­be­rapa aset atas nama PT Sagared Team, antara lain membeli PT Brocolin Interational, PT Sumber Sarana Bintan Jaya, PT Tristar Uta­ma, PT Hasfarm Group dan PT Alam Lestari dan masuk ke rekening pribadinya di BCA Cabang Kemang, Jakarta Selatan sekitar Rp 6,8 miliar.

Adrian merupakan salah satu terpidana yang asetnya disita dan disetorkan Satuan Tugas Khusus (Satgassus) Penyelesaian Barang Rampasan dan Barang Sita Eksekusi Kejaksaan Agung ke kas negara.

Satgassus dibentuk pada 27 Januari 2011. Tugas pokoknya antara lain menangani, meram­pas, menyita aset atau uang bermasalah atau hasil kejahatan yang menurut temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) men­capai Rp 13 triliun.

“Kami tidak hanya mengejar aset terpidana perkara korupsi, tapi juga aset hasil tindak pidana narkotika, illegal logging dan illegal fishing. Tidak hanya me­nyelesaikan barang rampasan melalui lelang, tapi juga mela­ku­kan penyelesaian untuk pe­nga­lihan status,” kata Sekretaris Sat­gassus Penyelesaian Barang Ram­pasan dan Barang Sita Ek­sekusi Kejagung Murtiningsih.

Menurutnya, urusan penyitaan aset terpidana dan penyetoran ke kas negara, dipantau instansi terkait seperti Badan Pertanahan Nasional (BPN), Direktorat Jen­deral Kekayaan Negara (DJKN) dan Direktorat Jenderal Pajak (DJP). “Penyelenggaraan lelang dan uang hasil lelang lang­sung dimasukkan ke kas negara. Kami tidak berurusan dengan hal yang berkaitan dengan dana lelang. Satgas hanya hadir sebagai wakil dari pemilik. Tidak ada kebo­coran, kongkalingkong dengan siapa pun,” katanya.

Menurut Jaksa Agung Basrief Arief, jika semua unit kerja men­dukung secara optimal, maka pe­ngembalian dan penyitaan hasil kejahatan akan menjadi kontri­busi yang sangat besar bagi negara.

Basrief menambahkan, dirinya terus mendorong agar pengem­balian aset hasil kejahatan, men­jadi salah satu target utama kerja kejaksaan. Target pengembalian yang harus dicapai pada tahun 2012 sebesar 70 persen, tahun 2014 sebesar 80 persen dan tahun 2025 sebesar 96 persen.

Jangan Lemahkan Perburuan Buronan

Daday Hudaya, Anggota Komisi III DPR

Anggota Komisi III DPR Daday Hudaya menilai, penyi­ta­an aset koruptor merupakan langkah yang tepat. Namun, dia mengingatkan, jangan sampai penyitaan aset justru me­le­mah­kan perburuan para koruptor yang buron ke luar negeri.

“Jangan sampai pe­ngem­balian atau penyitaan aset para terpidana, menghapuskan status hukuman mereka. Penyitaan aset itu merupakan rangkaian dari upaya melengkapi status hukum seseorang,” kata an­g­gota DPR dari Partai Demokrat ini.

Hal paling dominan yang berlaku, menurut Daday, adalah bagaimana mengeksekusi ba­dan para terpidana tersebut. Bagaimana caranya mema­su­kan mereka ke penjara. Sebab, lanjutnya, upaya pemidanaan akan berefek sangat besar.

“Bisa menimbulkan efek jera untuk melakukan kejahatan. Atau memberi semacam peri­nga­tan bagi pelaku kejahatan lain. Penegakan hukum itu harus jelas arah dan tujuannya. Bukan sekadar menyita aset. Melainkan, juga mampu memi­da­nakan terpidana,” ingatnya.

Lantaran itu, Daday mengi­ngatkan agar tim pemburu koruptor bekerja lebih optimal. Se­bab, menurutnya, kinerja tim pemburu koruptor yang semes­tinya mendukung kebijakan pemerintah memburu koruptor di luar negeri, masih jauh dari harapan. Kemampuan meng­ek­sekusi buronan di luar negeri masih minim.

Kendala tersebut, lanjut Daday, hendaknya juga menjadi pekerjaan rumah berbagai ins­tansi terkait, agar eksekusi para buronan di luar negeri dapat berjalan lancar.

“Lobi-lobi dan pen­dekatan dengan negara lain idealnya diintensifkan. Apalagi, belum semua negara mempunyai per­janjian ekstradisi dengan In­donesia,” imbuhnya.

Akibat Lemahnya Upaya Cekal

Neta S Pane, Ketua Presidium IPW

Koordinator LSM Indo­ne­­sia Police Watch (IPW) Neta S Pane mengingatkan, problem menangani koruptor yang buron masih sangat kompleks.

Karena itu, dia mengatakan, Satgassus Penyitaan Aset dan Barang Rampasan Kejaksaan Agung mesti berkoordinasi intensif dengan Tim Pemburu Koruptor. “Sinergi dengan Tim Pemburu Koruptor bisa mem­beri dampak signifikan,” katanya.

Menurut Neta, penangkapan buronan kasus korupsi merupa­kan hal yang sangat penting. Dengan adanya eksekusi badan, maka penyitaan aset bisa lebih mudah dilaksanakan. “Hasil penyitaan asetnya pun bisa lebih maksimal,” katanya.

Dia menambahkan, lemah­nya upaya mencegah kaburnya koruptor ke luar negeri, meru­pakan hal yang harus diper­ha­tikan. Oleh sebab itu, dia men­desak agar koordinasi penegak hukum dengan Ditjen Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM mesti ditata secara sistematis.

Neta menyarankan, idealnya setiap saksi atau tersangka bisa dikenai status cegah-tangkal (cekal). Terlebih, sambungnya, kepada mereka yang terkait perkara korupsi besar atau ka­kap. “Harus segera dikenai sta­tus cekal lebih dulu. Apabila me­reka tak terbukti terlibat da­lam perkara, status cekal bisa dicabut,” tandasnya.

Dia menyatakan, apabila teknis penetapan status cekal dilaksanakan secara elegan, maka tidak akan menjadi per­soalan. Intinya, selama so­sia­li­sasi mengenai kebijakan ter­se­but dilakukan secara pr­o­por­sional, maka akan dapat me­mi­nimalkan munculnya konflik.

Dengan begitu, kesempatan koruptor untuk kabur ke luar negeri, bisa diminimalisir. “Kita berharap ada ketegasan dalam mencegah kaburnya tersangka ataupun terpidana pada masa mendatang,” ucapnya. [Harian Rakyat Merdeka]


Populer

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

Kajari Bekasi Eddy Sumarman yang Dikaitkan OTT KPK Tak Punya Rumah dan Kendaraan

Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

Terlibat TPPU, Gus Yazid Ditangkap dan Ditahan Kejati Jawa Tengah

Rabu, 24 Desember 2025 | 14:13

UPDATE

Bank Mandiri Berikan Relaksasi Kredit Nasabah Terdampak Bencana Sumatera

Jumat, 26 Desember 2025 | 12:12

UMP Jakarta 2026 Naik Jadi Rp5,72 Juta, Begini Respon Pengusaha

Jumat, 26 Desember 2025 | 12:05

Pemerintah Imbau Warga Pantau Peringatan BMKG Selama Nataru

Jumat, 26 Desember 2025 | 11:56

PMI Jaksel Salurkan Bantuan untuk Korban Bencana di Sumatera

Jumat, 26 Desember 2025 | 11:54

Trump Selipkan Sindiran untuk Oposisi dalam Pesan Natal

Jumat, 26 Desember 2025 | 11:48

Pemerintah Kejar Pembangunan Huntara dan Huntap bagi Korban Bencana di Aceh

Jumat, 26 Desember 2025 | 11:15

Akhir Pelarian Tigran Denre, Suami Selebgram Donna Fabiola yang Terjerat Kasus Narkoba

Jumat, 26 Desember 2025 | 11:00

Puan Serukan Natal dan Tahun Baru Penuh Empati bagi Korban Bencana

Jumat, 26 Desember 2025 | 10:49

Emas Antam Naik, Buyback Nyaris Tembus Rp2,5 Juta per Gram

Jumat, 26 Desember 2025 | 10:35

Sekolah di Sumut dan Sumbar Pulih 90 Persen, Aceh Menyusul

Jumat, 26 Desember 2025 | 10:30

Selengkapnya